Mohon tunggu...
Ardin Jae
Ardin Jae Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sejarah Stain Sorong

17 Oktober 2016   11:42 Diperbarui: 17 Oktober 2016   11:56 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

 Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Al-Hikmah Sorong atau Sekolah Tinggi Agama Islam Swasta (STAIS) Al-Hikmah, karena STAIN Sorong tidak lain adalah perubahan status dari Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) Swasta menjadi Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN).

Secara historis, pendirian Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Al-Hikmah Sorong dipelopori oleh Drs. H. Noer Hasjim Gandhi, seorang eks tentara sukarelawan Trikora yang ditugaskan ke Irian Barat tahun 1962 oleh Departemen Agama RI. Dengan semangat dan idealisme tinggi, serta keyakinan dan keikhlasan pengabdian ingin memajukan pendidikan dan syiar Islam bagi masyarakat muslim Papua, maka diajaklah sejumlah tokoh muslim yang ada di Kota Sorong untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita luhur tersebut. Salah satu tokoh agama  yang merespon rencana  itu, adalah bapak Drs. H. Uso. Beliau selain tokoh agama Islam, ia juga tokoh pendidik yang saat itu menjabat sebagai kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN) yang kini menjadi MAN Model Sorong.

Kedua tokoh sentral di atas bersama-sama mengajak para tokoh agama (Islam) lokal, tokoh masyarakat, dan pengusaha muslim Sorong lainnya untuk membicarakan pendirian lembaga perguruan tinggi Islam di Papua. Pada prosesnya, setelah dimusyawarahkan dengan para tokoh muslim tersebut, maka disepakati pendirian lembaga pendidikan Islam di Sorong ini dengan nama Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID). Selain itu, dalam musyawarah juga dibicarakan dan disepakati lembaga pendidikan ini sebaiknya dinaungi oleh satu yayasan yang memang konsern terhadap pendidikan. Akhirnya, dibentuklah sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dengan nama Yayayan Al-Hikmah. Nama ini pula sekaligus diabadikan menjadi  nama sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Al-Hikmah.

Dalam mengorganisasikan lembaga baru ini, para tokoh muslim tersebut sepakat membagi bidang kerja mereka dalam dua bagian, yaitu di Yayasan dan Lembaga Pendidikan. Tokoh yang dianggap representatif mengorganisir di Yayasan diserahkan kepada tokoh-tokoh masyarakat dan pengusaha, seperti di antaranya, Bapak Joko Susiloharjo, H. Alamsyah A, H. Abd. Rahman Andreas, H. Abd. Muthalib Silehu, dan H. Mukhlis. Sementara di bidang Pendidikan tetap digawangi oleh Bapak Drs. H. Noer Hasjim Gandhi dan Drs. H. Uso. Bahkan posisi Ketua STAI pertama diserahkan dan diamanahkan kepada Drs. H. Uso. Menurut, H. Noer Hasjim Gandhi, eksistensi SekolahTInggi Ilmu Dakwah (STID) Al-Hikmah Sorong diawali menjadi cabang Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Ambon dengan Surat Keputusan Yayasan Al-Hikmah No: 04/SK/YAH/VI/1990 tertanggal 18 Mei 1990. Pada saat itu, STID Al-Hikmah telah memiliki dua jurusan, yaitu Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) dan Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI).

Perubahan nama Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) yang hanya berumur tiga bulan menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Hikmah dilegalisasi secara formal oleh Ketua Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais) Wilayah VII, Prof. Dr. Hj. Rasdiyanah pada tanggal 26 Agustus 1990. Momentum tersebut dijadikan tonggak awal berdirinya Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Hikmah Sorong, sekaligus dirangkaikan Kuliah Umum Perdana bersama Ibu Prof. Dr. Hj. Rasdiyanah yang saat itu juga menjabat sebagai Rektor IAIN Alauddin Ujung Pandang. Pada perkembangannya satu tahun kemudian, STAI Al-Hikmah Sorong mendapat status terdaftar berdasarkan SK Menteri Agama RI No. 172 Tahun 1991. Dan delapan tahun selanjutnya, kembali diperoleh perubahan status terdaftar menjadi disamakan melalui SK Menteri Agama RI No: E/314/1998, tertanggal 1 Oktober 1998.

Pada perkembangan selanjutnya, beberapa tahun setelah STAI Al-Hikmah berjalan diwacanakan sebuah ide penggabungan tiga perguruan tinggi dari daerah yang berbeda. STAIS Al-Hikmah Sorong dengan representasi jurusan Dakwah, STAIN Manado dengan jurusan Tarbiyah, dan STAIN Ambon merepresentasikan jurusan Syariah dan Ushuluddin. Dengan pertimbangan  jurusan yang berbeda, ketiga pimpinan perguruan tinggi ini sepakat ingin mendirikan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) di wilayah Timur dengan sistem satu manajerial. Namun, wacana itu kemudian tidak terealisasikan karena terbentur dengan sejumlah regulasi internal di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Agama Departemen Agama RI. Implikasinya kemudian, dihadirkan satu program pendidikan (prodi) Tarbiyah di STAI Al-Hikmah sebagai respon tuntutan sosial pada saat itu.

Secara kontekstual, Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hikmah merupakan lembaga perguruan tinggi Islam yang kedua di Provinsi Papua, setelah perguruan tinggi sebelumnya telah ada di ibu kota Papua (Jayapura). Namun, setelah dilakukan pemekaran wilayah Provinsi Papua menjadi dua bagian, maka wilayah geografi Sorong masuk dalam wilayah Papua Barat. Karenanya, di Provinsi Papua Barat, STAI Al-Hikmah Sorong menjadi perguruan tinggi Islam pertama eksis di wilayah tersebut. Pada perkembangannya, satu tahun kemudian, 1991. Berdasarkan rekomendasi Rektor IAIN Alauddin Ujung Pandang, maka Ketua Kopertais Wilayah VII, Prof. Dr. Hj. Rasdiyanah menyerahkan surat keputusan, SK Menteri Agama RI No. 172 tahun 1991 tentang penerapan status terdaftar bagi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Hikmah Sorong.

Pada perkembangan selanjutnya, sejalan dengan tuntutan otonomi khusus (otsus) di wilayah Papua dan Papua Barat dituntut adanya peningkatan sumber daya manusia yang handal dan kompetitif. Untuk merespon hal itu, dibutuhkan lembaga pendidikan yang dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas pendidikan. Karenanya, ketika Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hikmah dalam operasionalisasinya selama 16 tahun (1990-2006) berupaya membenahi segala keterbatasan, kelemahan, atau bahkan kekurangan yang terjadi dalam  internalisasi kampus. Saat itu, salah satu kelemahan dapat dilihat dalam membangun networking secara eksternal di tingkat lokal. Di sisi lain, secara faktual STAIS Al-Hikmah dihadapkan pada dua persoalan atau keterbatasan internal dalam penataan bidang akademik. Kedua keterbatasan yang dimaksud, yaitu dukungan finansial (financial supporting) yang tidak normal dan infrastruktur pendidikan yang kurang memadai. Keduanya tentu berimplikasi pada out put yang dihasilkan dan akhirnya, kualitas yang diharapkan relatif  jauh dari harapan.

Dalam konteks lokal, kehadiran sejumlah lembaga pendidikan tinggi di Kota Sorong, baik lembaga pendidikan tinggi agama, maupun umum secara tidak langsung memengaruhi eksistensi STAI Al-Hikmah untuk selalu membenahi diri dan merefleksi segala kelemahan dan keterbatasan yang dialaminya. Karena itu, dengan kepemimpinan Drs. H. Uso yang saat itu menjadi Ketua STAI Al-Hikmah berupaya semaksimal mungkin melakukan pembenahan dan penataan internal agar STAIS   Al-Hikmah ini senantiasa eksis dan survaiv. Menurut, H. Uso salah satu yang dapat dilakukan agar Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hikmah bisa bertahan dan berkembang harus memiliki sumber finansial yang permanen agar dapat menopang segala aktivitas akademik, termasuk pembenahan infrastruktur pendidikan. Berdasarkan pengamatan itu, beliau bersama dengan H. Nur Hasyim Gandi, setelah dimusyawarahkan dengan pihak yayasan, maka disepakati pengusulan perubahan status Sekolah Tinggi Agama Islam Swasta (STAIS) Al-Hikmah menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri atau disingkat STAIN.

Dalam waktu yang relatif tidak lama, keinginan peralihan STAI Al-Hikmah Sorong yang berstatus swasta ke Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri berhasil diwujudkan setelah diperoleh respon positif atau rekomendasi dari pihak Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais) Wilayah VII, kemudian ditindaklanjuti pengusulan tersebut ke tingkat Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Agama Departemen Agama RI. Kurang lebih setahun dalam proses pengurusannya, maka pada tahun 2006 secara resmi peralihan status STAIS Al-Hikmah menjadi STAIN berhasil direalisasikan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 2006, tertanggal 20 Juli 2006 M, atau bertepatan dengan tanggal 25 Jumadil Akhir 1427 H. Peresmian alih status tersebut ditandai dengan ditunjuknya Dr. H. Saifuddin, MA. sebagai pejabat sementara atau Pgs. Ketua STAIN Sorong selama setahun, 2006-2007. Setelah resmi dilantik pada pertengahan tahun 2007 oleh Menteri Agama RI di Jakarta, maka Dr. H. Saifuddin, MA secara defenitif menjabat sebagai Ketua STAIN Sorong dengan periodisasi 2007-2011.

Kini, ketika peralihan status menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sorong, tidak berarti persoalan yang akan dihadapi tidak ada. Justru, tantangan ke depannya semakin berat, sebab persoalannya bisa lebih kompleks. Kondisi sosial yang majemuk dan meningkatnya populasi masyarakat terhadap tuntutan pekerjaan merupakan aspek penting untuk diperhatikan dalam konteks Kota Sorong dan secara umum Provinsi Papua Barat. Karenanya, STAIN Sorong akan lebih meningkatkan dua Jurusan yang dibina sekarang, yaitu Jurusan Dakwah dan Tarbiyah sambil berupaya membuka Jurusan dan Prodi baru. Saat ini, program pendidikan Biologi sedang dalam proses legalisasi di Departemen Agama RI. Sedangkan, Jurusan Syariah sementara dalam persiapan pengusulan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun