Mohon tunggu...
Ardiningtiyas Pitaloka
Ardiningtiyas Pitaloka Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan SDM

Penulis buku bertema karier dan profesional asesor dalam proses pemetaan potensi, promosi dan rekrutmen SDM.

Selanjutnya

Tutup

Money

Trend Coaching dalam Dunia Kerja

27 Oktober 2016   11:13 Diperbarui: 27 Oktober 2016   11:17 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kata coaching kini mulai akrab di dunia kerja. Beberapa perusahaan menerapkan sesi coaching secara periodik, seperti dua kali dalam satu tahun. Satu perkembangan positif sebagai langkah konkret mengembangkan sumber daya manusia dalam organisasi. Yang mengejutkan, implementasi coaching di beberapa organisasi jauh dari proses coaching itu sendiri dan menjadi 'momok' bahkan hukuman bagi penurunan performa kerja seseorang. Sebagian pimpinan divisi atau departemen pun dengan jelas menyatakan, 'kalau perlu coaching mendadak dan bisa setiap minggu agar mereka mengerti'. 

Pelatihan dan sertifikasi coaching telah ada di Indonesia oleh beberapa lembaga. Ketrampilan ini mestinya memang dimiliki oleh para pimpinan di organisasi guna pengembangan SDM, bukan hukuman. Dalam proses coaching, seorang coach lebih banyak mengajukan pertanyaan untuk mendorong coachee (bisa individu atau kelompok) menghasilkan langkah solutif termasuk evaluatif. Berbeda dalam mentoring, seorang mentor akan lebih banyak 'telling' dan instruksi untuk mengajarkan skill pada mentee. Dalam proses coaching, ada kemungkinan untuk berbagi pengetahuan, informasi atau tips, namun lebih sebagai deskripsi, bukan acuan.

Proses Coaching bukan 'Hukuman'

Proses coaching membutuhkan waktu karena coaching, seperti arti kata itu sendiri 'berlatih' merupakan proses. Ada proses berpikir melalui dialog terstruktur, proses tindakan melalui rencana tindakan atau tugas yang dibuat sendiri oleh coachee, proses evaluasi oleh coachee, bukan coach. Lalu apa peran coach di sini? Seorang coach bertanggungjawab untuk menjadi 'cermin aktif'di mana coachee sebagai pusat sesi. Mungkin Anda menjadi teringat dengan self-center Roger dalam psikologi. Kurang lebih demikian, di mana kemampuan untuk mendengarkan secara aktif dan memberikan umpan balik berupa pertanyaan tepat menjadi instrumen yang akan membantu coachee menemukan dan menciptakan solusi tepat. 

Secara sederhana, tahapan proses coaching dimulai dengan adanya kesepakatan tema coaching. Sebaiknya tema ditentukan oleh coachee, namun dalam beberapa kondisi, ada kebingungan menentukan fokus, sehingga bisa melalui diskusi awal. Seringkali muncul beberapa tema untuk kemudian coach dan coachee menentukan prioritas masing-masing tema sebagai tema sesi. Sesi coaching juga beragam, tidak hanya melalui tatap muka, melainkan dalam satu proses bisa terdiri dari sesi tatap muka, sesi via telpon termasuk chatting dengan waktu sesuai kesepakatan dengan durasi sekitar 45-60-90 menit. Jarak setiap sesi beragam, bisa satu minggu atau lebih karena proses ini meliputi tindakan untuk mencapai goal coaching. Tindakan ini pun bermacam-macam, mulai dari membaca buku, mengikuti pelatihan, melakukan aktivitas, mengubah pola aktivitas, berkonsultasi dengan pihak terkait, menulis jurnal harian, dsb. Total sesi bisa berlangsung sekitar 3 bulan, 6 bulan atau 1 tahun.

Gambaran tentang proses coaching tersebut mungkin mirip dengan mentoring, namun perbedaan utama ada pada agendanya. Agenda dalam mentoring ada di tangan mentor yang akan diajarkan pada mentee, meski tetap sesuai kebutuhan mentee. Agenda coaching ada di tangan coachee itu sendiri termasuk perkembangannya yang kemudian disepakati dengan coach sebagai proses coaching. Coaching juga berlaku untuk pengembangan sebuah tim dengan tahapan yang kurang lebih sama, perbedaannya pelaku lebih dari satu orang dan tindakan pun merupakan tindakan tim. Penggunaan teknik coaching bisa saja dalam sesi lain seperti evaluasi performa, namun tidak bisa disebut sebagai sesi coaching. Dalam evaluasi performa kerja, seseorang cenderung 'pasif' karena menerima penjelasan dan masukan. Sesi ini bisa saja berlanjut ke sesi coaching namun sebaiknya tidak dicampuradukkan. Saya melihat ada kesan negatif ketika mendapatkan coaching, seperti teguran atau hukuman, padahal sesi ini sangat potensial untuk pengembangan.

Semoga trend coaching tidak menjadi latah, karena ini bukan satu-satunya metode pengembangan SDM. Kita perlu melihat kebutuhan di lapangan secara proporsional, jika mentoring atau training yang dibutuhkan, maka tidak perlu memaksakan sesi coaching karena tidak akan efektif.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun