Mohon tunggu...
Ardi Winata Tobing
Ardi Winata Tobing Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk mengingat.

Prokopton.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Media Massa, Faktor Vital Kemenangan Jokowi

27 Agustus 2018   17:12 Diperbarui: 27 Agustus 2018   18:37 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: online.alvernia.edu)

Pelaksanaan Pilpres masih terhitung jauh, namun panas persaingan antar elit politik dan suporter kedua kubu, Jokowi-Ma'ruf & Prabowo-Sandi, sudah mulai menjalar kemana-mana. Walau belum memasuki masa kampanye, kontestan dan timnya mulai memanaskan mesin politik. Ibarat etalase toko raksasa, isu bermacam bentuk mulai dijajakan ke hadapan publik.

Namun menilik amunisi kedua kandidat, Joko Widodo sepertinya punya peluang unggul dibanding sang rival setia, Prabowo Subianto. Keunggulan tersebut mengerucut pada satu faktor: media massa.

Trio Tauke Media di Belakang Petahana

Entah kebetulan atau memang sudah dalam rancangan, barisan pendukung Jokowi yang tergabung dalam partai koalisi diisi oleh 3 petinggi yang juga merupakan taipan media.

Surya Paloh (Ketum Nasdem), Hary Tanoesoedibjo (Ketum Perindo) dan Aburizal Bakrie (Ketua Dewan Pembina Partai Golkar), tercatat sebagai 3 penguasa jejaring media terbesar nasional.

Surya Paloh, empunya Media Group, tentu tak asing lagi dengan citra sebagai "media pemerintah". Terlihat dari konten pemberitaan yang sejak lama "ramah" terhadap hampir seluruh kebijakan yang ditetaskan Kabinet Kerja. KPI bahkan pernah menegur Metro TV, salah satu media andalan Media Group, karena konten pemberitaan yang dianggap terlalu berat sebelah.

Dengan jejaring media elektronik (Metro TV & SAI 100 FM), cetak (Media Indonesia, Lampung Post, Prioritas & Borneo News) plus potal online (MediaIndonesia.com, MetroTVNews.com, dll), tentu potensi Media Grup untuk menjadi medium pencitraan Jokowi-MA tak perlu didebat lagi.

Sedangkan dari pihak Perindo, Hary Tanoesoedibjo bukan sosok asing untuk contoh tokoh yang memanfaatkan betul media di bawah kuasanya sebagai alat publikasi masif pemoles citra politik. Tak terhitung berapa kali gema mars Perindo berkumandang di 4 televisi nasional milik orang terkaya Indonesia ke 19 versi Forbes itu. Tak terhitung sesi tayang kebaikan-kebaikan HT dan Partai Perindo yang bagaimanapun sedikit banyak akan mengatrol suara si partai muda di pemilu 2019.

Dengan bergabungnya Perindo, besar kemungkinan HT akan mengerahkan awak pewarta dari puluhan lini media ragam jenis di bawah payung kendali Media Nusantara Citra untuk membentuk framing positif tentang Jokowi, sesuatu yang tidak terlalu asing mengingat di tahun 2012 jejaring media MNC secara tersirat memosisikan diri "memihak" pasangan Jokowi-Ahok yang saat itu berlaga dengan incumbent Foke-Nara.

Terakhir, Aburizal "Ical" Bakri, dengan naungan PT Visi Media Asia, juga pantang diremehkan pengalamannya dalam menciptakan simbiosis antara media massa dengan pencitraan politik. 

Uniknya, pada perhelatan pilpres edisi sebelumnya, Golkar yang saat itu ada di gerbong oposisi juga turut serta membawa media-media milik Ical (yang kala itu menjabat sebagai ketua umum) untuk menjadi publikator utama pendobrak citra pasangan Prabowo-Hatta (yang juga membuahkan semprit peringatan dari KPI).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun