Mohon tunggu...
Ardi Winata Tobing
Ardi Winata Tobing Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk mengingat.

Prokopton.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menjangkau Pelamar via WhatsApp: Solusi Instan hingga Dituduh Penipu

11 Maret 2018   13:13 Diperbarui: 11 Maret 2018   15:29 8804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada banyak cara yang bisa dipakai untuk menjangkau pelamar yang lolos tahap seleksi rekrutmen sebuah perusahaan. Undangan via telefon adalah yang paling umum dipakai HRD. Lalu ada e-mail dan pesan singkat sms. Namun bagaimana jika peserta yang ingin didatangkan dalam waktu singkat berjumlah ratusan atau lebih dari ribuan?

Untuk lembaga bonafide semacam perusahaan multinasional atau BUMN tentu tak sulit meraup kandidat. Biasanya pelamar "sadar dan ingat" pernah mengajukan permohonan kerja ke perusahaan-perusahaan tersebut, apalagi rata-rata perusahaan raksasa menggunakan alur rekrutmen yang ketat dan membutuhkan usaha lebih dari pelamar bahkan sejak dari tahapan seleksi berkas. Jadi para kandidat rata-rata mengetahui dan menunggu pengumuman hasil tahap per tahap.

Tapi bagaimana dengan perusahaan yang tak punya brand di mata pelamar atau korporasi yang minim publikasi? Seringnya caker hanya menjadikan perusahan tersebut sebagai salah satu sasaran di antara belasan, bahkan puluhan tempat "membuang" lamaran. Tidak terlalu jadi masalah jika lamaran tidak berlanjut atau pihak perusahaan tidak merespons.

Apalagi dengan makin menjamurnya situs yang mengusung diri sebagai jejaring iklan lowongan kerja. Sebut saja Jobstreet, JobsDB, Karir.com, HiredToday, dan puluhan situs serupa. Belum lagi portal lowongan bermember yang disediakan pihak universitas bagi para mahasiswa dan alumnusnya semacam ECC UGM, Karir ITB atau CDA IPB. Situs-situs tersebut menyediakan fitur-fitur yang membuat calon pekerja hanya perlu mengklik beberapa kali untuk apply lamaran, tanpa perlu bersusah payah menduplikasi berkas cetak.

Sehingga bukan lagi hal yang mengherankan bagi para recruiter jika satu lowongan kerja bisa disesaki ribuan pelamar.

Akan tetapi, segala yang berlebihan pasti akan dekat dengan masalah.

Pelamar yang melimpah bisa jadi kendala apalagi bagi perusahaan yang citranya masih asing akibat minimnya publikasi. Jika perusahaan ternama cukup memampangkan jadwal seleksi dan daftar nama-nama yang berhak mengikuti, perusahaan yang tidak dan/atau belum memiliki reputasi seringnya harus mengontak masing-masing peserta, individu per individu. Belum lagi jika ditambah dengan ketersediaan sumber daya rekrutmen yang masih terbatas.

Ini terjadi ketika perusahaan saya sedang mengadakan rekrutmen besar-besaran.

Jumlah pelamar yang berminat hampir mencapai sepuluh ribu kandidat. Bahkan ketika kriteria kandidat dipersempit saat proses filtering (berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman dan umur) tetap saja barisan nama kandidat yang lolos masih mengular panjang. Tim seleksi lapangan memang sudah siap sedia mengadakan interview dan tes jangka panjang dengan ratusan kandidat sekalipun. Namun itu tak akan berjalan langgeng jika ternyata target peserta yang hadir di bawah harapan. Ini bisa dan pernah terjadi.

Beban kemudian beralih kepada saya yang nyaris sendirian ditugaskan menjangkau begitu banyak orang agar dapat hadir di lokasi dan jadwal yang ditentukan. Apalagi waktu yang disediakan sangat mepet. Seleksi akan diadakan beberapa hari kemudian, sedangkan tugas menjangkau pelamar berbarengan dengan tugas-tugas harian lain yang merengek minta dituntaskan.

Mengundang via telefon? Tentu tidak. Jika  satu kandidat memerlukan kira-kira 3 menit percakapan, dengan perkiraan 1000 orang maka dibutuhkan 3000 menit atau 50 jam panggilan atau lebih dari 6 hari kerja nonstop, untuk menjangkau seluruh peserta.

Saya tak punya bakat melawak sehingga masa depan saya tidak akan secerah komedian Haji Bolot setelah sesi panggilan tersebut.

SMS juga serupa. Selain memerlukan biaya tambahan, pesan berbayar juga memiliki kelemahan pada batas karakter pesan.  Padahal sebuah pesan undangan seleksi memuat banyak informasi; mulai dari basa-basi pembuka, lokasi, jam, hingga keterangan tambahan yang harus dipatuhi calon peserta sebelum turun ke medan uji.

E-mail jadi alternatif pilihan. E-mail bisa menjangkau kandidat dalam jumlah banyak tanpa batas konten. Namun e-mail bukan tanpa kelemahan. Pengalaman membuktikan jika pelamar tidak secara rutin memeriksa e-mail masuk. Ada jeda waktu panjang untuk memeriksa kotak surel. Sehingga undangan seleksi via e-mail tidak akan efektif jika pelaksanaan tes akan berlangsung dalam waktu dekat dan membutuhkan konfirmasi kehadiran segera. Akan ada banyak kandidat yang  melewatkan undangan padahal sudah lolos dari seleksi pemberkasan.

Saya yang belum punya banyak pengalaman terpaksa harus mencari cara mengakali kendala itu. Tapi Google yang biasanya punya jawaban untuk banyak pertanyaan rupanya sedang tak bersolusi. Tidak ada cara spesifik yang bisa dipakai untuk permasalahan menjangkau kandidat dalam jumlah banyak, apalagi dengan keterangan tambahan "jika tes akan dilaksanakan dalam waktu dekat".

Saya sempat terpikir untuk menggunakan sosial media Facebook, tapi jelas akan sangat merepotkan jika harus mencari ribuan akun dalam waktu singkat, belum lagi mengkoordinasikannya. Tapi justru dari ide menggunakan sosial media itu saya mendapat akal: mengapa tidak menggunakan WhatsApp saja?

Dengan user aktif mencapai 1.5 miliar manusia, muncul dugaan pribadi jika lebih dari separuh kandidat harusnya memiliki nomor ponsel yang terkoneksi dengan WA.

Timbulnya satu ide selalu berbarengan dengan mekarnya masalah baru.

Akan diperlukan banyak waktu untuk menyimpan nomor ponsel dan mensinkronisasikannya dengan kontak WA.

Tapi itu hanya sebentar saja jadi kendala ketika saya ingat jika Google Mail menyediakan fitur sinkronisasi kontak ponsel dengan e-mail.

screenshot-1-5aa41185bde5757c53635945.png
screenshot-1-5aa41185bde5757c53635945.png
Saya tidak perlu mengetik belasan digit angka, cukup dengan copy>paste data nomor ponsel kandidat ke Google Contacts, lalu lewat pengaturan sinkronisasi di ponsel, saya menyelaraskan kontak di surel dengan kontak ponsel. Memang dibutuhkan waktu sekitar beberapa puluh menit untuk meng-copas nomor (dari list data yang diunggah oleh pelamar) ke kontak e-mail, namun dibandingkan dengan mengetik manual ribuan nomor (plus kemungkinan salah pengetikan), jelas cara ini jauh lebih efisien dan nir-kesilapan.

screenshot-2-5aa41264f133444bb86bc803.jpg
screenshot-2-5aa41264f133444bb86bc803.jpg
Setelah seluruh kontak tersimpan, voila, hanya perlu beberapa menit saja dan ribuan nomor yang ada di Google Contacts sudah terekspor ke perambah pribadi.

Setelah menyelaraskan daftar kontak dengan aplikasi Whatsapp, lalu bermunculanlah daftar nomor kandidat yang memiliki akun di aplikasi yang sudah diakuisisi Facebook, Inc itu.

Sesuai dugaan, hampir 90% kandidat mencantumkan nomor pribadinya ke akun WA.

Untuk memudahkan akses dan pengelolaan, saya lalu menggunakan WhatsApp Web dan memilih fitur "Group" untuk menghimpun para kandidat dalam satu wadah. Karena fasilitas grup di WA membatasi jumlah anggota, saya memecah para kandidat ke dalam beberapa grup. Saya hanya perlu menduplikasi pesan undangan dari e-mail ke dalam group WA dan dalam waktu singkat, saya memperoleh banjir konfirmasi yang nantinya akan memudahkan dalam melakukan estimasi ruang dan waktu berjalannya proses seleksi.

Cara ini jauh lebih efektif dibandingkan e-mail dikarenakan kebanyakan pengguna ponsel lebih memilih mengaktifkan notifikasi WA, sehingga pesan kemungkinan segera diterima oleh sasaran beberapa saat setelah terkirim. Selain itu, grup di WA dapat memiliki fungsi sebagai ruang bertukar pesan antara pihak perusahaan dengan calon pekerja dan antara sesama calon pekerja, apalagi jika proses seleksi dilakukan dalam rentang waktu yang cukup panjang dan terbagi dalam tahapan-tahapan di hari berlainan. Pihak rekrutmen tidak perlu lagi membalas satu per satu pertanyaan yang isinya sama.

Lewat grup, satu jawaban akan terpublikasi ke seluruh kandidat tanpa harus repot-repot mengulang jawaban.

Tetapi pasti ada satu dua kelemahan. Misalnya, pembuat grup tidak perlu meminta izin untuk menambahkan kontak sebagai anggota. "Pemaksaan" ini terkadang berdampak pada ketidakpercayaan kandidat terhadap isi pesan, bahkan ada yang langsung angkat jari dari grup tanpa terlebih dahulu membaca pesan undangan seleksi. Saya bahkan pernah beberapa kali dituduh sebagai penipu karena panggilan kerja via WA tampaknya hal baru dan jarang (atau belum pernah?) dipakai dalam publikasi seleksi.

Tak jarang ada juga suara sumbang yang muncul dari kandidat mengenai penggunaan kontak WA sebagai saluran informasi seleksi perusahaan, terutama soal urusan privasi. Berbeda dengan e-mail yang memiliki fitur "BCC" untuk menyembunyikan alamat e-mail penerima, WhatsApp Group memungkinkan setiap anggota mengetahui seluruh member yang tergabung dan hal ini dianggap menyalahi privasi bagi orang-orang tertentu.

Pada akhirnya, cara tersebut adalah variasi atau hanya media pelengkap jika pihak rekrutmen ingin menjangkau dan mengetahui respons sasaran dalam jumlah banyak dalam waktu singkat. Namun bagaimana pun sifat "resmi" pesan perusahaan yang diasosiasikan pada e-mail dan panggilan suara  masih belum bisa tergantikan.

Namun jelas tidak ada salahnya jika aplikasi media sosial menambah satu lagi fungsinya dalam dunia kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun