Korupsi telah lama menjadi momok bagi Indonesia. Sebagai salah satu masalah sistemik yang menghambat pembangunan ekonomi dan merusak tata kelola pemerintahan, upaya pemberantasan korupsi selalu menjadi sorotan publik. Di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang dimulai pada 2014, harapan akan penegakan hukum yang lebih kuat dan transparansi yang meningkat sempat mengemuka. Namun, belakangan muncul pertanyaan: benarkah presentase pemberantasan kasus kejahatan korupsi justru menurun di era Jokowi? Jika ya, apa yang menjadi penyebabnya?
Data dan Fakta: Tren Penanganan Korupsi di Era Jokowi
Berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam beberapa tahun terakhir, jumlah kasus korupsi yang ditangani menunjukkan tren yang fluktuatif. Pada periode 2014-2019, KPK berhasil menangani rata-rata 120-140 kasus per tahun. Namun, sejak 2020, angka tersebut cenderung menurun. Pada 2021, misalnya, KPK hanya menangani 82 kasus korupsi, jauh di bawah rata-rata tahun-tahun sebelumnya.
Selain itu, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang dirilis oleh Transparency International juga menunjukkan stagnasi. Pada 2021, Indonesia meraih skor 38 dari 100, naik tipis dari 37 pada 2020. Meskipun ada peningkatan, skor ini masih jauh dari target pemerintah yang ingin mencapai skor 50 pada 2024. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya pemberantasan korupsi belum memberikan dampak signifikan terhadap persepsi publik.
Penyebab Menurunnya Presentase Pemberantasan Korupsi
Beberapa faktor dapat menjelaskan mengapa presentase pemberantasan korupsi justru menurun di era Jokowi. Berikut adalah beberapa penyebab yang patut diperhatikan:
1. Revisi Undang-Undang KPK yang Kontroversial
Pada 2019, pemerintah dan DPR mengesahkan revisi Undang-Undang KPK yang menuai kritik dari berbagai pihak. Perubahan tersebut dinilai melemahkan KPK, antara lain dengan menghilangkan kewenangan penyadapan dan pembentukan Dewan Pengawas yang dianggap dapat mengurangi independensi lembaga anti-korupsi tersebut. Akibatnya, efektivitas KPK dalam menangani kasus korupsi menjadi dipertanyakan.
2. Politik Hukum yang Tidak Konsisten
Di era Jokowi, penegakan hukum terhadap kasus korupsi seringkali dianggap tidak konsisten. Beberapa kasus besar, seperti korupsi di sektor migas dan proyek infrastruktur, belum ditangani secara tuntas. Selain itu, munculnya dugaan intervensi politik dalam proses hukum membuat publik meragukan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi.