Sejarah Indonesia mencatat berbagai kebijakan pemerintah yang menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Beberapa kebijakan bahkan memicu gelombang protes dan demonstrasi besar-besaran, baik karena dianggap merugikan rakyat, tidak adil, atau bertentangan dengan nilai-nilai sosial dan budaya. Berikut adalah tujuh kebijakan pemerintah masa lalu yang pernah memicu aksi unjuk rasa besar dari masyarakat.
1. Kebijakan Subsidi BBM yang Dikurangi (2003 dan 2014)
Kebijakan pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) selalu menjadi isu sensitif di Indonesia. Pada tahun 2003, pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri memutuskan untuk menaikkan harga BBM sebagai upaya mengurangi beban subsidi. Kebijakan ini langsung memicu protes besar-besaran dari berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, buruh, dan organisasi kemasyarakatan.
Pada tahun 2014, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali menaikkan harga BBM, yang diikuti oleh aksi demonstrasi di berbagai kota. Masyarakat menilai kebijakan ini memberatkan kehidupan sehari-hari, terutama bagi kalangan menengah ke bawah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM berdampak pada peningkatan harga barang pokok, yang memperburuk daya beli masyarakat.
2. UU Minerba (Undang-Undang Mineral dan Batubara) 2020
Undang-Undang Minerba yang disahkan pada tahun 2020 menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk aktivis lingkungan dan masyarakat adat. Kebijakan ini dianggap terlalu memihak pada kepentingan korporasi tambang dan mengabaikan perlindungan lingkungan serta hak-hak masyarakat lokal.
Aksi demonstrasi besar terjadi di berbagai daerah, terutama di wilayah yang memiliki sumber daya alam melimpah seperti Kalimantan dan Sulawesi. Para demonstran menuntut agar pemerintah mencabut UU tersebut karena dinilai merugikan rakyat dan merusak lingkungan. Menurut data dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), kebijakan ini berpotensi meningkatkan deforestasi dan konflik agraria.
3. Kebijakan Kenaikan Tarif Listrik (2017)
Pada tahun 2017, pemerintah melalui Perusahaan Listrik Negara (PLN) menaikkan tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga dengan daya tertentu. Kebijakan ini langsung memicu kemarahan masyarakat, terutama dari kalangan menengah ke bawah yang merasa terbebani dengan kenaikan biaya hidup.
Aksi protes terjadi di berbagai kota, dengan tuntutan agar pemerintah mencabut kebijakan tersebut. Menurut data dari BPS, kenaikan tarif listrik berdampak signifikan pada pengeluaran rumah tangga, terutama di daerah pedesaan dan wilayah tertinggal. Demonstrasi ini juga didukung oleh serikat buruh yang menilai kebijakan tersebut akan mengurangi daya beli pekerja.