Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013, Memahami Konflik Pemikiran antar Guru

6 September 2023   07:57 Diperbarui: 6 September 2023   11:35 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://kuyou.id/homepage/read/19951/pengalaman-jadi-guru-muda-di-sekolah-ngerasa-serba-bisa-padahal)

Membahas tentang implementasi Kurikulum Merdeka di kelas memang tidak ada habisnya. Beragam problem baru dalam penerapannya tentu selalu muncul baik dalam ranah general, kebijakan, hingga kepentingan dan kebutuhan mengapa sistem dalam kurikulum tersebut layak diterapkan di sekolah. Dalam awal penerapannya, kurikulum merdeka memang mengharapkan adanya perubahan awal dari paradigma berpikir yang lebih visioner dan luwes dalam memfasilitasi kebutuhan peserta didik sehingga visi dan misi mulia sistem pendidikan Indonesia dapat terwujud di masa depan.

Munculnya kurikulum merdeka pertama kali dicanangkan oleh Menteri Nadim Makarim pada 2022 lalu. Kurikulum merdeka ini memang tak serta merta langsung diterapkan begitu saja melalui intruksi Kementerian Pendidikan di bawah kepemimpinan Mas Nadiem. Namun, dalam prosesnya butuh persiapan panjanng yang dimulai dari evaluasi kurikulum sebelumnya yakni kurikulum K13, sosialisasi, pendampingan, pelatihan, perumusan, pengembangan, hingga tahap peluncuran dan penerapan yang hingga saat ini masih terus mengalami perbaikan dan evaluasi guna mendapatkan pakem yang bermutu dan tepat untuk dapat diterapkan di sekolah.

Dalam eksekusinya, setidaknya hingga saat ini masih sering dijumpai banyak permasalahan terkait dengan apakah penerapan kurikulum merdeka sudah tepat guna dalam satuan pendidikan? Muncul banyak asumsi dan opini dari para guru terkait dengan relevan atau belum kurikulum merdeka dapat diterapkan.

Dimulai dari perubahan secara bertahap tentang perubahan pearadigma baru dalam menerapkan dan pengaplikasian kurikulum merdeka di kelas. Ada yang mau dan niat dalam hal mengubah pola pikir dalam hal penerapan sistem pembelajaran menggunakan kurikulum merdeka, ada yang bertahap dengan mengikuti banyak pelatihan dan pembekalan, hingga tak sedikit pula yang memilih bertahan dengan gaya mengajar lama yakni kurikulum 2006 ke bawah dalam pengaplikasian di kelas. Ini tentu menjadi permasalahan pelik yang sukar untuk diselesaikan jika tak dibarengi dengan dukungan dari pemerintah selaku pemangku kebijakan, sekolah dalam artian otoritas tertinggi satuan kerja, guru sebagai pendidik, orang tua peserta didik, peserta didik, hingga seluruh masyarakat sekolah.

Maka dari itu muncullah istilah guru muda vs guru tua, gaya mengajar jadul melawan gaya mengajar baru, ceramah/konvensional atau mengajar asyik dan menyenangkan dengan ragam metode mengajar, dan lain sebagainya.

Lalu muncullah pertanyaan, apa problem lain yang muncul di lapangan terkait penerapan kurikulum merdeka di sekolah?

Penerapan Kurikulum Merdeka bagi guru di sekolah dapat melibatkan berbagai problematika yang perlu diatasi. Kurikulum Merdeka adalah konsep kurikulum yang lebih fleksibel dan berorientasi pada pengembangan karakter peserta didik, serta memberi lebih banyak kebebasan kepada guru dalam merancang pembelajaran. Namun, ada beberapa tantangan yang mungkin dihadapi oleh guru dalam menerapkan konsep ini:

  • Keterbatasan Sumber Daya: Banyak sekolah mungkin masih memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya, termasuk buku teks, perangkat teknologi, dan fasilitas yang memadai. Kurikulum Merdeka yang mendorong penggunaan sumber daya yang beragam dapat menjadi sulit jika sumber daya tersebut tidak tersedia. Lebih lanjut, kurikulum merdeka pada dasarnya menghendaki adanya transformasi dalam berbagai hal salah satunya tentang paradigma belajar yang lebih terperbaharui dan transformasi dalam bidang digital. Ini yang menjadi masalah klasik, ketidaktersediaan sarana dan prasaranan penunjang seperti perangkat komputer yang memadai, jaringan internet, hingga tersedianya program-program pengembangan dan pelatihan menjadi pr yang harus dipikirkan bersama agar kepentingan guru dan tujuan kurikulum dapat terakomodasi.
  • Kesiapan Guru: Tidak semua guru mungkin sudah siap untuk mengadopsi pendekatan pembelajaran yang lebih mandiri dan berorientasi pada karakter. Masalahnya, masih kerap kita jumpai guru atau pendidik yang cenderung idealis dan kolot dalam hal mengubah pola pikir mengajar di kelas. Mereka yang masih terjebak dalam zona mengajar konvensional jarang sekali memperhatikan kebutuhan peserta didik. Sebagai contoh, kita kerap mencoba menghadirkan metode mengajar yang menyesuaikan minat dan keinginan peserta didik melalui asesmen diagnostik. Setelah itu, barulah kita dapat menuyesuaikan apa metode yang kita gunakan untuk mengajar di kelas. Celakanya, penerapan metode yang harusnya bervariasi malah disamaratakan setiap pertemuan. Ini yang menjadi salah satu faktor ketidaksiapan guru di sekolah dalam menyambut gegap gempita kurikulum merdeka. Dibutuhkan pelatihan dan dukungan yang cukup untuk membantu guru mengimplementasikan Kurikulum Merdeka yang baik.
  • Evaluasi dan Pengukuran: Penilaian peserta didik dalam konteks Kurikulum Merdeka yang lebih fleksibel dapat menjadi tantangan. Bagaimana mengukur perkembangan karakter, keterampilan, dan pengetahuan yang diperoleh oleh peserta didik menjadi pertanyaan yang perlu dijawab.
  • Dukungan Orang Tua: Orang tua mungkin memiliki ekspektasi tertentu terhadap pendidikan anak-anak mereka. Mereka perlu memahami dan mendukung perubahan dalam pendekatan pembelajaran yang diterapkan di sekolah.
  • Pembagian Waktu: Fleksibilitas dalam Kurikulum Merdeka dapat membuat guru merasa sulit untuk membagi waktu antara berbagai topik dan keterampilan yang perlu diajarkan. Menentukan apa yang harus diajarkan kapan dan dalam konteks apa dapat menjadi tantangan.
  • Pengembangan Kurikulum: Guru perlu terlibat aktif dalam mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan konteks sekolah mereka. Ini memerlukan waktu dan upaya tambahan.
  • Pemantauan dan Evaluasi: Kurikulum Merdeka memerlukan sistem pemantauan dan evaluasi yang efektif untuk memastikan bahwa tujuan pendidikan masih tercapai dan peserta didik tetap mengalami perkembangan yang positif.

Sampailah pada kesimpulan bahwasannya, kurikulum memang sifatnya harus fleksibel. Bukan kurikulumnya yang berubah namun mindset mengajar kita sebagai guru yang harus terus beradaptasi dan berinovasi. Semua itu tak lain hanya untuk kemajuan sistem pendidikan dan menciptakan masa depan yang cerah bagi anak didik kita di masa depan. Akhir kata, semoga pendidikan Indonesia dapat terus maju dan sukses di masa depan. 

#SalamLiterasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun