Mohon tunggu...
Cerpen

Santri yang Ingin Menghadirkan Sosok Beliau Kembali lagi

5 Oktober 2017   11:57 Diperbarui: 5 Oktober 2017   12:33 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keinginan Santri yang ingin Menghadirkan kembali sosok Kiai Imron Fathulloh yang telah lama kita lupakan ( Maha Guru )

Kiai Haji Imron Fathulloh, nama yang akan dikenang santri Al-Yasini berhari-hari, berbulan-bulan, dan bertahun-tahun, bahkan untuk jangka waktu yang panjang ; selamanya. Beberapa hari lagi, ribuan santri, alumni, simpatisan, dan masyarakat akan berkumpul mendoakan beliau dalam rangkian acara haul yang Insya Allah akan dihelat di Ponpes Al-Yasini.

Meskipun belum pernah bertemu sosok Mbah Yai Imron secara langsung, ruh semangat perjuangan beliau benar-benar saya rasakan hingga saat ini. Saya merasa bersyukur, karena empat tahun lalu saat masih duduk di bangku kelas awal SMA, bisa mendapat kesempatan ikut menulis biografi perjalanan hidup beliau dalam even lomba yang diselenggarakan pihak yayasan. Dari situlah, saya mulai berinteraksi dengan kepribadian beliau, menghayati prinsip hidupnya, menelaah, serta merenungi relung-relung petuah beliau yang masih terekam sangat jelas di sanubari orang-orang terdekat beliau yang saya wawancarai selama proses penulisan.

Jujur, saya sangat rindu pada sosok Kiai Imron, meskipun saya tidak pernah melihat beliau kecuali lewat foto. Beliau adalah sosok yang mampu membuktikan bahwa kesuksesan yang hakiki sejatinya terlahir dari kesederhanaan, ketaqwaan, dan komitmen yang tinggi. Kebahagiaan tidak selalu berbanding lurus dengan kemegahan. Justru di balik pahit-getir itulah, manisnya perjuangan akan terasa sempurna. Kiai Imron juga bukan seorang sufi yang bertapa di ruang sepi, menjauh dari gemuruh kehidupan sosial. Di samping mengasuh pesantren dan memberikan edukasi bagi santrinya, Kiai Imron aktif terlibat dalam proses perubahan sosial, yang salah satunya dibuktikan melalui pengabdiannya kepada organisasi sosial-keagamaan terbesar, Nahdlatul Ulama' (NU).

Rasa rindu yang demikian menggebulah yang kemudian mendorong saya untuk berusaha semaksimal mungkin menuliskan perjalanan hidup beliau dengan penuh hati-hati, dengan berusaha menampilkan sisi kemanusiaan dan pengorbanan yang luar biasa dalam kepribadian Kiai Imron, sembari berharap bisa "mengais berkah" dari sang guru.

Di hari menjelang peringatan haul kewafatan beliau ini, saya merasa terpanggil untuk mencoba mengail dan memunguti kembali butir-butir sejarah penting dari sisi kehidupan beliau yang tampaknya mulai tercecer dan berserakan. Merefleksikan sejarah seorang tokoh yang gigih berjuang untuk pendidikan, terlebih pendidikan pesantren sebagaimana Kiai Imron, menemukan momentum yang tepat di kala para santri saat ini sudah mulai kehilangan -- bahkan mungkin -- tidak merasa memiliki tokoh panutan dalam melangkah. Dan yang lebih patut disayangkan, apabila semakin banyaknya jumlah santri dan alumni Al-Yasini, justru tidak ekuivalen dengan tingkat kesadaran mereka untuk mengenal lebih jauh sosok pendiri pesantrennya.

Akhiran, tulisan berikut ini, betapapun sederhananya, mudah-mudahan -- sebagaimana judulnya di atas -- bisa "menghadirkan" kembali sosok Kiai Imron Fathulloh yang telah lama kita lupakan. Mungkin tak ada salahnya, jika kita istirahat sejenak dari hiruk-pikuk dunia yang melelahkan, untuk bernostalgia dalam penghayatan penuh ke zaman klasik, "mengaji" bersama Kiai Imron, melalui pantulan spirit sejarah perjuangannya. Mudah-mudahan, dengan membaca kembali biografi beliau ada sepercik hikmah yang menetes di hati kita. Dengan demikian, Insya Allah kita akan sadar dan teringat, bahwa betapa pun "cerdas", "hebat", atau "intelek" -- nya kita saat ini, kita tak lain hanyalah seorang santri yang terlahir dan dibesarkan dari rahim konsep pendidikan para pendiri pesantren Al-Yasini, yang akan berjuang gigih membawa spirit idealisme santri, tentunya dengan segenap karakteristik kekurangan dan kelebihan masing-masing. Semoga tulisan yang tak bernilai ini bisa sedikit mencerahkan. Selamat membaca !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun