Mohon tunggu...
Ar Dhisa
Ar Dhisa Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

I'am a boy...\r\nyes... boy, notyet a man..\r\nbut, don't call me "boy", coz it's not my name.\r\nhahahah... :-D\r\n\r\nsaya ga' suka baca, apalagi nulis.. sukanya makan mie ayam di warungnya Pak Kumis.\r\nTidak punya catatan kriminal, paling cuma beberapa surat tilang karena ga' sengaja nglanggar overboden.\r\n-Anda merasa foto saya kebalik? bukaan.. sebenarnya, andalah yg kebalik..-

Selanjutnya

Tutup

Nature

Membuat Sendiri Alat Pengukur Ketinggian Permukaan Air

18 Desember 2011   06:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:06 11303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini cerita mengenai penemuan saya pada 24 Januari 2011 lalu..Sudah lama banget yah? Yapz, agak menyesal sebenarnya saya tak serius untuk mengembangkan ide saya ini. Padahal saya memikirkan ide ini sejak dari tahun 2010.

Waktu itu saya bermain ke Bendung Gerak Serayu di Kebasen. Jadi di sana itu, petugas harus keluar kantor melihat langsung pada mistar ukur di dekat pintu air untuk mengetahui berapa ketinggian air di pintu bendung. Ini dilakukan walau sedang hujan atau badai sekalipun.

Koq tidak praktis sekali ya? Saya berpikir, apa tidak ada alat yang memungkinkan kita untuk melihat berapa ketinggian permukaan air dari dalam kantor saja?

Dari situ saya memiliki ide untuk membuat alat pengukur permukaan air atau bahasa Jawanya, “Water Level Indicator” yang hasilnya bisa di tampilkan di kantor

Saya berpikir, mungkin alat displaynya bisa seperti alat untuk menampilkan antrian di bank, atau seperti indikator bensin di sepeda motor. Jadi di pasang semacam sensor di saluran gitu, dimana ketika ketinggian air naik, maka di display juga angka yang tertampil akan naik, begitu juga ketika permukaan air turun.

Sederhana sekali kan kelihatannya?

Tetapi tidak sesederhana itu.. Saya hunting-hunting, belajar otodidak mengenai mikrokontroler dan alat pencacah digital. Ternyata untuk membuat alat tersebut rumit dan tidak murah pemirsa… Alat Counter digital yang sudah jadi, yang 2 digit saja, waktu itu berbandrol 1 juta rupiah.

Kemudian saya konsultasikan hal ini di kampus dengan dosen saya, pak Wahyu namanya. Beliau ramah dan sangat respek terhadap mahasiswa. Mungkin ada pencerahan ide.

Dari obrolan-obrolan dengan beliau, saya disarankan membuat proposal saja , nanti diajukan, pasti dapat dukungan dari kampus.

Argh.. sayang sekali saya benci menulis laporan pak.. Inilah kelemahan terbesar saya. “I Hate Laporan!” Saya tidak suka hal-hal yang terlalu sistematis dan harus mengurus birokrasi ke sana kemari. Sendirian.

Satu perkataan beliau yang mencerahkan, “kembali ke dasar de’..”

Yapz, dari situ saya berpikir ulang, mungkin tidak perlu menggunakan mikrokontroler..

Saya bisa menggunakan prinsip rangkaian lampu paralel yang sederhana. Sangat sederhana

Beginilah hasilnya pemirsa :

[caption id="attachment_157060" align="alignnone" width="171" caption="Ketinggian permukaan air tampil sesuai dengan ketinggian lampu LED"][/caption] [caption id="attachment_157062" align="alignnone" width="346" caption="Tampilan penuh"][/caption] [caption id="attachment_157064" align="alignnone" width="317" caption="Prototype sensor. Pakai pipa PVC bekas biar murah.. hehehe"][/caption] [caption id="attachment_157066" align="alignnone" width="381" caption="Skema rangkaian yang sangat-sangat sederhana"][/caption]

Jadi prinsipnya, ketika air sampai ke suatu level, maka air akan menekan “on” saklar pada sensor, kemudian lampu display pada alat yang terpasang di kantor akan menyala. Semakin tinggi permukaan air, maka lampu akan semakin banyak yang menyala.

Ketika air meluap dan dalam kategori berbahaya, maka bukan hanya lampu yang menyala, ada alarm juga yang akan berbunyi.

Dan lagi, alat ini dilengkapi dengan baterai yang berfungsi ketika mati listrik, dilengkapi juga dengan penunjuk waktu. Jadi kita akan tahu, pada jam sekian, ketinggian air sekian. Terus, bagus juga kan buat pajangan di kantor? Hehehe

Berapa saya mengeluarkan uang untuk keisengan saya ini? Anada tahu? Kurang dari 100 ribu rupiah pemirsa.

Kelemahannya, pada alat ini belum ada sistem yang bisa merekam dan mencatat aktivitas tadi. Jam sekian ketinggian permukaan air sekian. Ini memerlukan ilmu kawan – kawan saya dari teknik elektro.

--------------

Prototype alat sudah jadi. Lalu, apa yang saya lakukan? Inilah kesalahan terbesar saya. Saya puas sampai di sini. Saya puas hanya dengan , “saya telah bisa membuatnya”.

Saya menyimpan alat tersebut di gudang. Sampai hari ini.

Coba tengok berita ini, judulnya Mahasiswa UMY Temukan Alat Pengukur Ketinggian Permukaan Air

http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-226-detail-mahasiswa-umy-temukan-alat-pengukur-ketinggian-permukaan-air-.html

Mahasiswa tersebut  masuk TV, masuk koran, membuat bangga kampusnya, orang tuanya, negaranya. Lebih penting dari itu, dia bermanfaat bagi banyak orang.

Ah, sayang sekali.

Bisa jadi, atau malah “seharusnya”, mahasiswa tersebut adalah saya.

Yang saya pelajari hari ini adalah, “ Kawan, jangan simpan hasil karyamu untuk dirimu sendiri”

Jadi, tengok juga ide-ide saya yang lain pemirsa.. hehehe..

- Mengubah Sepeda Biasa Menjadi Sepeda Statis

- Membuat sendiri Shampo Sachet Case

- Membuat Sendiri Kaos Unik

- Membuat Sendiri Dispenser Sirup

- Desain Lemari yang Praktis

- Membuat Sendiri Jam untuk Motor

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun