Mohon tunggu...
Ardi
Ardi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru Swasta Mengabdi 12 Tahun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jodoh Pasti Bertemu

23 Juli 2022   23:58 Diperbarui: 24 Juli 2022   00:05 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kini aku bersimbah resah. Gelisah memikirkannya. Dia yang masih menjadi seribu tanya di benakku. Siapa dia? Entah kenapa aku begitu mengkhawatirkannya. Seperti orangtua yang takut akan anak gadisnya yang belum juga pulang. Kurang lebih begitu aku menggambarkannya. 

Kini gelisah itupun kian mereda. Aku tak lagi memikirkan hal-hal yang tak terduga. Aku tak lagi mau menjejali otak ini dengan praduga tak jelas. Kini aku pasrah. 

Aku yang sedari tadi merebahkan diri, namun tak kunjung berhasil mengistirahatkan tubuh ini. Padahal esok hari aku akan menghadapi lelah. Apa aku minta suntik vitamin C saja agar esok hari bugar? Agh, ada-ada saja. Macam ibu-ibu rewang saja aku ini. Malu, lah. Anak muda itu masih joss. Staminanya masih kuat. Kalau hanya seharian duduk dan menerima tamu, apa payahnya? 

Katanya, sih begitu. Cerita dari pengalaman beberapa teman sebaya. Seharian itu bakalan capek. Ya, mungkin cuma aku saja yang paling lama diantara kami. Bahkan salah satu diantara mereka ada yang anaknya sudah duduk di bangku TK. Walaupun begitu, sohib tetaplah sohib yang tak bisa pudar di telan masa. 

Terkadang aku risih juga. Obrolan mereka tentang bagaimana memuaskan pasangannya, pengalaman haru saat istrinya melahirkan, sampai anak gadisnya yang ngambek ketika akan diantar ke sekolah. 

Ah, rasanya aku ingin mencari alasan untuk pergi dari tempat kami nongkrong. Aku hanya menjadi pendengar budiman saja. Ujung-ujungnya, mereka akan mengajukan pertanyaan yang paling aku benci sedunia, "Kapan kau nikah, Bro?" Bumi serasa terbelah. 

Tapi hanya pada topik itu saja. Dan itupun sesekali. Kami lebih suka ngalor ngidulin bisnis. Tentang apa yang paling bisa bikin "cuan". Atau membahas track bersepeda yang baru. Atau tentang wanita yang mereka angankan untuk dipoligami. Hahaha 

*** 

Aku membuka hadiah dari teman-teman. Ya, teman nongkronglah pastinya. Kalau tetamu yang lain, sudah bisa ditebak. Kalau gak gelas, mangkok, seprei, atau yang agak besaran dikit, kompor atau dispenser. "Madu tongkat arab". 'Bah, apa pula ini?' batinku geli. Aku pernah beberapa kali mendengar nama minuman itu dari mereka. Ya, saat mereka membuka pembahasan "kerumahtanggaan". 

'Ini toh wujudnya?' batinku kembali sambil memegang botol berlabel, warna kuning emas dengan deskripsi jamu herbal untuk meningkatkan stamina tubuh. Ada lagi beberapa produk yang lain. Agh, aku malu mengatakannya. "Dasar kawan-kawan" aku bergeming. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun