Mohon tunggu...
ardhani prameswari
ardhani prameswari Mohon Tunggu... Guru - guru

seorang yang sangat menyukai photography

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mari Kita Renungkan Diri, Pandemi dan Sekitar Kita

5 Agustus 2021   14:25 Diperbarui: 5 Agustus 2021   14:29 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekitar satu setengah tahun ini, kita dan seluruh dunia menghadapi pandemi Covid-19. Pandemi kali ini sangat menyedihkan bukan hanya karena soal kesehatan, tetapi juga soal dampak terhadap bidang lainnya seperti sosial, ekonomi budaya, pendidikan dan lain sebagainya. Bahkan ada yang menyatakan bahwa krisis yang timbul akibat pandemi ini melebihi krisis moneter  yang pernah terjadi di Indonesia dan dunia tahun 1998, 2008 dan 2017.

Soal pendidikan misalnya. Ada jutaan siswa PAUD sampai Perguruan tinggi yang harus menyesuaikan diri dengan pembelajaran daring. Pembelajaran daring ini sangat dipengaruhi oleh teknologi dan biaya. 

Jika seseorang tidak dalam posisi yang stabil dalam pembelajaran daring ini, maka dipastikan mereka kehilangan ilmu yang diberikan oleh mentor atau guru. Di samping itu ada beberapa hal yang menjadi penghambat pembelajaran  daring ini sehingga tidak semua siswa bisa menerima (dan menikmati) kegiatan daring ini.

Virus Covid-19 menyerang siapa saja yang abai; yang tidak melakukan penangkalan atau menghindar dari penyakit ini. Ada beberapa golongan yang mengingkari adanya virus Covid-19, ada beberapa pihak berceramah dengan berapi-api setiap Jumat bahwa virus Covid-19 bisa melemah jika berhadapan dengan air wudhu.

Akibatnya bisa panjang; ada beberapa masjid yang melakukan salat Jumat meski dalam beberapa waktu pemerintah menghimbau untuk salat di rumah saja. Ada banyak penceramah yang menyepelekan virus ini dan mengatakan bahwa tidak perlu melakukan baksin bahkan beredar kabar di media sosial bahwa jika ke rumah sakit maka para pasien yang tidak parah menjadi meninggal karena di rumah sakit sang pasien akan dicovidkan. Dengan kondisi seperti ini, banyak santri dan santriwati yang harus bergelut melawan ganasnya virus ini dan menularkannya ke sanak saudara.

Virus Covid-19 tidak mengenal agama korban itu apa, atau warna kulitnya putih, kuning atau coklat bahkan hitam. Virus Covid-19 tidak kenal seberapa emas yang dimiliki atau seberapa sawah yang dimiliki. Seperti yang saya kemukakan terdahulu bahwa virus ini menyerang siapa saja yang abai.

Dalam kondisi dan situasi yang seperti ini kita harus berbesar hati terhadap banyak; kita harus terus mempelajari soal agama dan mengesampingkan soal perbedaan agama atau warna kulit. Dokter atau perawat yang sering tidak sempat istirahat atau cuti dan mengurus keluarga mereka sendiri menolong dengan sepenuh hati tanpa pamrih.

Mari kita renungkan lagi diri kita dengan keadaan eksternal yang tidak menguntungkan seperti ini; pedulikah kita dengan orang lain? Bertoleransikah kita (yang tidak saja berarti toleransi agama) Dengan tidak memakai masker dan membiarkan diri terkena virus (meski beberapa orang punya tingkat imunitas yang baik) sama denga mencelakai orang lain yang itu bisa berarti kerabat kita dan lain sebagainya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun