Orang menyebutnya bu Hadi karena suaminya bernama Hadi Supeno, namun nama aslinya adalah Endang Sri Djoemiyati . Wanita berusia 70 tahun dan asli Kebumen yang saat ini tinggal di perumahan Sengon Bugel Jepara dikenal sebagai ibu guru TK abadi. Betapa tidak hampir 40 tahun ia mengabdi sebagai guru Taman Kanak-kanak di TK “Putra Bhakti “ desa Kedungmutih kecamatan Wedung kabupaten Demak. Namun demikian selama ini honor atau gaji yang ia terima tidak seberapa jika dibandingkan dengan tenaga yang telah ia keluarkan setiap harinya. Namun demikian pekerjaan itu tetap ia jalani , dan selalu bersyukur karena kebutuhan sehari-harinya telah ditopang dari uang pensiunan janda yang ia terima setiap bulannya. Meskipun setiap hari harus mengeluarkan uang untuk tranpot Rp 10.000,- setiap harinya , dia tetap rajin mengajar dan menemui anak didiknya di gedung TK yang bersebelahan dengan Balai desa Kedungmutih . “ Saya mengajar di TK Putra Bhakti ini hampir 40 tahun , karena suami saya dulu Guru SD sayapun ditawari oleh pak Kepala Desa untuk mengajar di TK yang pada waktu itu saya tidak punya pekerjaan. Nah karena sudah sangat cintanya saya dengan anak-anak maka ketika suami saya meninggal pekerjaan saya inipun saya tekuni sampai sekarang meski dengan gaji seadanya. “, cerita Ibu Hadi mengenang. Ibu Hadi meski lanjut tetap mengabdi Pertama kali mengajar TK sekitar tahun 1975 , pada waktu itu desa-desa lain belum ada sekolah TK namun dia memberanikan diri mengajar dengan bekal ijasah SMP yan ia punya waktu itu. Dengan menggunakan ruangan dibalai desa iapun mengajar anak-anak kampung yang pada waktu itu harus di jemput dari rumah- ke rumah oleh perangkat desa. Dengan kondisi seadanya iapun mengajar menyanyi menulis dan membaca dan tidak ketinggalan pula pendidikan etika atau tingkah laku. Dengan penuh semangat iapun terus mengajar tanpa melihat gaji atau honor yang diberikan oleh desa dari anggaran desa . Sampai sekarangpun setelah puluhan tahun ia mengajar anak-anak TK honor atau gaji bukan tujuan utama dia dalam mendidik anak-anak ini , namun kepuasan batin yang dapat ia rasakan jika melihat anak-anak yang ia didik menjadi orang pintar. “ Kalau saya melihat gaji saja saya pasti sudah berhenti mengajar anak-anak ini , karena mengajar TK gajinya tidak seberapa untuk transport saja masih kurang , namun karena saya ingin membantu masyarakat agar anak-anaknya pintar semangat itupun kembali berkobar . Sehingga gaji bukanlah hal utama saya mengajar anak-anak ini , meski usia saya lanjut saya ingin tetap menyumbangkan tenaga saya untuk anak-anak ini “, ujar Ibu Hadi bersemangat. Memang Sekolah TK ini bukanlah tempat untuk mencari gaji bagi pengajarnya, karena jumlah siswa yang bersekolah di tempat tersebut hanya 25 siswa saja yang dibagi dua kelas A dan B . Iuran sekolahnya cuma Rp 5.000,- setiap bulannya , jika dikalikan jumlah murid maka setiap bulan pemasukan dari sekolah ini hanya Rp 125 ribu saja . Uang sebesar itu untuk biaya operasional seperti membeli kapur tulis , alat peraga atau yang lainnya jelas tidak mencukupi , lalu dari mana gaji atau honor mereka mengajar ? untung pemerintah daerah kabupaten dan propinsi memikirkan nasib mereka para guru TK ini lewat tunjangan yang setiap 3 atau 6 bulan sekali keluar , itupun besarnya tidak seberapa.