Bersifat Menyeluruh dan Menyatukan
Sistem hukum delik pidana adat bersifat menyeluruh dan menyatukan, dengan dijiwai sifat kosmis. Tidak ada pembedaan delik yang termasuk dalam ranah pidana maupun perdata. Asalkan perbuatan tersebut menimbulkan kerugian dan menyebabkan goncangan pada masyarakat, maka akan segera dilakukan proses pencarian solusi dan keadilan melalui peradilan adat.
Misalnya saja dalam perkara santet. Tidak ada patokan untuk menentukan apakah santet termasuk ranah pidana atau perdata. Entah termasuk pidana atau perdata, segala jenis santet diadili dalam 1 forum peradilan adat. Hal ini berbeda dengan sistem hukum pidana barat yang membedakan mana perbuatan pidana dan perbuatan perdata.Â
Misalnya, dalam suatu perbuatan hukum berupa perjanjian, terjadi kasus penipuan. Penipuan disini akan masuk ke dalam ranah pidana. Sedangkan apabila yang terjadi adalah wanprestasi, maka akan dikategorikan ke dalam ranah perdata. Keduanya akan masuk ke dalam forum peradilan yang berbeda.
Pertanggung jawaban Kesalahan Dapat Dibebankan pada Kerabat
Berbeda dengan pidana barat yang hanya membebankan tanggung jawab pada pelaku, pidana adat juga membebankan tanggung jawab dari suatu perbuatan kepada kerabat pelaku. Terutama apabila pelaku memiliki gangguan mental atau jiwa, maka yang akan memikul hukuman dan tanggung jawab adalah para kerabatnya.
Hal ini bertolak belakang dengan pidana barat. Pidana barat hanya menghukum mereka yang sehat secara jasmani dan rohani, sedangkan pelaku dengan gangguan mental dan kejiwaan akan mendapatkan pembinaan dan pengobatan. Pidana barat memandang bahwa orang yang memiliki gangguan mental dan kejiwaan tidak dapat dimintai pertanggung jawaban atas perbuatannya. Oleh karenanya, mereka akan mendapatkan alasan pemaaf, yakni alasan yang menghapus kesalahan dari si pelaku.
Keunikan ini bisa menjadi suatu aspek yang negatif bagi pidana adat. Bagaimana bisa kerabat ikut terkena getah dari suatu perbuatan yang tidak mereka lakukan?. Hal ini nampaknya kurang sesuai dengan salah satu asas hukum, yakni memberi kemanfaatan. Namun di sisi lain, barangkali hal ini dapat memberi manfaat bagi korban.Â
Bayangkan apabila kasusnya adalah penganiayaan yang dilakukan oleh orang dengan gangguan kejiwaan sehingga menyebabkan cacat pada korban, sedangkan korban adalah tulang punggung keluarga. Tentu dengan pembebanan tanggung jawab kepada kerabat pelaku, keluarga korban akan sedikit teringankan bebannya. Setidak-tidaknya melalui kompensasi yang akan diberikan.
Ketentuan dalam Pidana Adat Terbuka Untuk Segala Peristiwa atau Perbuatan yang Terjadi
Berbeda dengan pidana barat yang terikat pada asas legalitas dalam pasal 1 KUHP yang menentukan bahwa "tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan", sifat pelanggaran adat adalah terbuka, sepanjang bisa membuktikan adanya goncangan.