Mohon tunggu...
Dwi Ardian
Dwi Ardian Mohon Tunggu... Lainnya - Statistisi

Pengumpul data belajar menulis. Email: dwiardian48@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Ketoprak Bonasel, Apa Kabar di Masa Pandemi?

29 Juli 2020   07:02 Diperbarui: 29 Juli 2020   20:06 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mas Ketoprak Bonasel 

Masih "Mas Ketoprak" yang sama seperti 11 tahun lalu. Tangannya masih sangat cekatan menyusun sampai 8 piring dengan bumbu yang berbeda-beda. Dia cukup bertanya sekali dan akan menghafal semua pesanan ketoprak dengan bumbu dan selera yang berbeda tadi.

 Ada yang saus kacang sedikit, ada yang pakai cabai 3, 4, atau 5, ada yang tidak pakai cabai. Ada juga yang cukup pakai saus kacang saja. Lontongnya dibanyakin atau tahunya. Yakin akan dihafal, padahal yang  ngantre sampai belasan orang tanpa putus-putusnya berdatangan.

Itulah sepintas suasana gerobak ketoprak di Jalan Kebon Nanas Selatan, salah satu tempat di sekitar Otista Jaktim. Setidaknya gambaran pengantre makanan itu berlangsung lama sebelum pandemi Covid-19 melanda. Kini, antrean sepi. Masih ada satu dua orang yang beli tetapi tidak pernah seramai sebelumnya. 

Dampak pandemi betul-betul terasa bagi "Mas Ketoprak" ini. Mereka dua bersaudara menjual ketoprak yang jaraknya tidak terlalu berjauhan di sepanjang Jalan Bonasel. Pelanggan berasal dari sebagian besar karyawan dan mahasiswa Polstat STIS Otista 64C. Para mahasiswa yang hampir semuanya berasal dari daerah telah "dirumahkan" sejak PSBB awal sekali di Jakarta. 

Baru-baru ini saya beli ketoprak di situ harganya telah naik lagi. "Harga korona, Mas," timpalnya sambil bercanda saat saya iseng bertanya. Harga bahan baku yang perlahan naik memaksa dia untuk menaikkan harganya. Harga yang juga setelah lebaran puasa lalu juga sudah naik. Yang berarti tahun 2020 ini telah mengalami kenaikan dua kali. Dari Rp10 ribu menjadi Rp11 ribu kemudian terakhir Rp12 ribu. 

Teringat waktu pertama saya sekolah di Jakarta, harganya waktu itu lebih kecil dari setengah dari harga sekarang. Sekarang setelah sekolah lagi harganya telah mengalami kenaikan berkali-kali. Pelanggan berkurang adalah risiko yang harus dihadapi. 

"Alhamdulillah cukup untuk kontrakan dan kebutuhan sehari-hari keluarga, Mas," ceritanya lagi sambil tertawa kecil, tawa khas yang dimilikinya. Pelanggan boleh berkurang tetapi standar pelayanan prima tetap yang utama buatnya. 

Harga ketoprak adalah salah satu gambaran kecil bagaimana dampak pandemi ini. Bahkan, sebelum pandemi pun masyarakat harus menghadapi kenyataan ketidakpastian pasar. Harga kebutuhan pokok dan bahan baku jualan kadang tiba-tiba melonjak. Sedangkan menaikkan harga sedikit saja berisiko besar membuat pelanggan berpindah. 

Penjual ketoprak adalah gambaran berbagai profesi pekerja yang tidak punya kepastian yang ada di Jakarta. Dengan pembatasan yang dilakukan pemerintah maka otomatis para pelanggan mereka susah untuk ditemui lagi. 

Mereka adalah para pekerja yang gigih dan memiliki kemuliaan. Setiap suapan makanan untuk keluarga mereka di rumah adalah sedekah yang bernilai pahala yang besar di sisi Tuhan. Ikhtiar dan tawakal mereka selalu yang terbaik. Di tengah ketidakpastian tentu penyerahan sepenuhnya kepada Sang Pemberi Rezeki yang utama. Bukankah yang menggerakkan hati-hati para pembeli adalah Ar-Razzaq? Tawakallah kunci utama mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun