Mohon tunggu...
Dwi Ardian
Dwi Ardian Mohon Tunggu... Lainnya - Statistisi

Pengumpul data belajar menulis. Email: dwiardian48@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lalu Muhammad Zohri, Si Pengukir Prestasi Bukan Sensasi

15 Juli 2018   07:02 Diperbarui: 16 Juli 2018   01:59 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumah yang sangat sederhana dan reot itu adalah milik peninggalan orang tua Zohri. Di sana dia tinggal bersama beberapa saudaranya. Namun siapa menyangka. Dari rumah memprihatinkan itulah, lahir seorang pengharum bangsa. Di usia 18 tahun, Zohri berhasil meraih gelar juara dunia lari 100 meter putra U-20 di Tampere, Finlandia.

kompas.com
kompas.com
Ia mendapatkannya dengan elegan pula. Sebab ia menyingkirkan dua pelari asal Amerika Serikat Anthony Schwartz dan Eric Harrison di peringkat dua dan tiga. Perlu diingat, AS merupakan langganan negara penghasil pelari sprint dunia.

Pemuda itu lahir dan tinggal di dusun. Iya, tepatnya delapan belas tahun lalu, di bulan ini, di Dusun Karang Pangsor, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat. 

Dia diberi nama oleh kedua orang tuanya Muhammad Zohri. Lahir dari keluarga miskin yang tinggal di pesisir pantai. Ayahnya seorang nelayan, tentu nelayan yang miskin. Memang menurut data BPS salah satu penyumbang terbesar kemiskinan di Indonesia adalah keluarga nelayan. Sebuah ironi di tengah kekayaan alam laut yang melimpah.

Kemiskinan tidaklah membuat Lalu Ahmad Sang ayah mendidik anak-anaknya memiliki mental lemah. Tidak seperti sebagian orang di sana yang seakan tidak bersyukur masih memiliki cukup harta untuk membiayai hidup tetapi malah mengaku-ngaku miskin dan "meminta-minta". Tidak segan malah membuat surat SKTM palsu guna mengharap uluran bantuan yang tidak layak dia terima. Tidak sadar atau pura-pura tidak sadar telah menzalimi hak orang lain yang dia ambil. 

Ada juga yang memang ditakdirkan miskin tetapi masih punya badan yang sehat serta anak-anak yang muda dan sehat, malah meminta-minta atau memaksa anak-anaknya bermuka tembok di hadapan orang-orang demi memenuhi setoran harian. Sebuah mental yang harusnya diubah dari anak bangsa yang katanya bangsa yang bermartabat.

Zohri menunjukkan kepada kita dan dunia bahwa berdiam diri bukanlah solusi dari permasalahan. Prestasi yang telah dicapainya bukanlah hal instan yang baru diusahakan kemarin. Dia telah berusaha sejak kecil, berlatih dan berlatih. Tentu dengan dukungan penuh almarhum kedua orang tuanya dan saudara-saudara serta orang di sekitarnya. Kedua orang tuanya telah meletakkan pondasi mengarungi kehidupan agar kuat melewati setiap rintangan.

Prestasi-prestasi itu telah banyak diberikan oleh para pemuda pahlawan bangsa di bidang masing-masing di masa kini. Ada yang dengan bakat olahraga seperti Zohri dan pemain olahraga lainnya (bulutangkis, sepakbola, wushu, dll), di bidang sains, seni, agama (hafalan Alquran misalnya). Mereka adalah anak bangsa yang telah membawa nama baik Indonesia di mata dunia.

Prestasi yang telah mereka ukir tidaklah semata karena bonus besar dari negara yang menanti tetapi sebuah pengabdian yang tulus untuk bangsa. "Tanyakanlah apa yang telah kauberikan kepada bangsa bukan sebaliknya" adalah kalimat yang semestinya menjadi pendorong dan menjadi acuan penyemangat.

Sayangnya, sebagian anak bangsa kita sekarang banyakan membuat sensasi semata. Mereka yang katanya lahir dan tumbuh di era 4.0 (milenial) ini seperti tidak mengenal arti perjuangan itu.

Saya tidak mengatakan banyak dari generasi kita yang seperti itu tetapi saya juga tidak mengatakan jumlahnya sedikit. Mari kita perhatikan kerjaan mereka di balik gadget-gadget mereka yang canggih itu.

Menerima kabar baik kemenangan Zohri ini pemuda (saya sebut pemuda karena kebanyakan mereka pemuda, meski ada juga orang tua bermental labil seperti remaja) terbagi menjadi beberapa sudut pandang di dunia maya hingga ke dunia nyata. Sebagian mengapresiasi dengan bijaksana, sebagian sok bijak (sana) injak sini memanfaatkan situasi, sebagian lagi diam.

Mereka yang mengapresiasi secara bijaksana adalah dengan cara memberikan ucapan selamat dan berusaha mengadopsi perjuangan yang gigih yang telah dilalui oleh Lalu Zohri. Mereka adalah pemuda warganet yang bisa mengambil ibrah dari prestasi orang lain.

Sebagian lagi adalah mereka yang sok mengapresiasi dan seakan penuh perhatian tetapi sayangnya menjatuhkan martabat orang lain. Tidak tanggung-tanggung kehormatan pemerintah, utamanya presiden dan jajarannya yang menjadi sasaran mereka. Saksikanlah kekonyolan mereka. Mereka menilai bahwa pemerintah sama sekali tidak mendampingi Zohri mengikuti kejuaraan dunia atletik. Bendera tidak disiapkan saat selebrasi serta tudingan lain yang tidak berdasar.

Anehnya, memanfaatkan "keluguan" dan emosi milenials yang mudah diaduk-aduk (mungkin karena memang tontonannya drama korea), sebuah foto hoaks beserta caption tidak berdasar bisa dishare sampai ratusan hingga ribuan kali di beberapa media sosial berbeda. Foto/video yang menampilkan Zohri terlambat mendapat bendera. 

Netizen yang "mahabenar" terprovokasi dengan tulisan bahwa Zohri mendapat bendera dari orang Polandia kemudian dibalik menjadi merah putih. Sebuah kekonyolan dan kepolosan para penyebarnya. 

Kekonyolan pertama, Polandia tidak ikut serta dalam final perlombaan tersebut. Alangkah tidak masuk akalnya kalau Polandia yang tidak ikut malah ada yang siapin benderanya kemudian Indonesia yang menjadi finalis tidak ada benderanya. Memang Polandia ikut di final di nomor lain (kategori 200 m women) tetapi memakai bendera dari Polandia dan meninggalkan bendera sendiri adalah sebuah keganjilan. Ini sudah diklarifikasi oleh tim PB PASI.

Kedua, tidak ada sumber berita yang jelas. Paling tidak tanya dulu kek sama PB PASI yang mendampingi Zohri atau keluarganya atau banyak kemungkinan lain yang bisa ditanya, sekarang kan media begitu mudah. Anehnya, ratusan hingga ribuan orang ikut menyebarkannya tanpa ada yang konfirmasi sama sekali. Hal ini kemudian dijawab langsung oleh salah satu tim Zohri saat ke sana setelah sharing-an yang beredar sampai kepada mereka. Yang ada adalah aksi tendensius untuk mencari berita-berita yang memang memojokkan pemerintah.

Yang cukup menyita perhatian adalah isu ini masuk hingga menjadi isu politik para netizen yang "mahabenar" itu. Mereka menggunakan foto/video Zohri dengan lambang partai mereka dengan caption yang menggugah. Sesuatu pemandangan yang biasa. Jangankan prestasi yang bersifat duniawi, "prestasi yang bersifat ukhrawi" yang seharusnya tidak dipamer sana-sini pun menjadi sarana partai politik untuk ikut tenar dengan itu.

Salah satu tim PB PASI yang mengonfirmasi ulang melalui akun facebooknya.
Salah satu tim PB PASI yang mengonfirmasi ulang melalui akun facebooknya.
Ada lagi yang berusaha menyerang pemerintah kita dengan nyinyiran tidak memperhatikan rakyatnya, utamanya mereka yang berprestasi. "Atlet yang membawa harum negara tidak diperhatikan pemerintah" dengan latar belakang rumah reot Zohri. Mereka adalah barisan yang bikin tagar berseberangan dengan presiden. Bahkan, seakan membenturkan pemerintah dengan TNI. TNI dianggap lebih sigap memberikan bantuan, padahal TNI adalah bagian dari pemerintah di bawah pimpinan tertinggi presiden.

Hal yang patut disyukuri adalah pemerintah dan orang-orang seakan bahu-membahu memberikan apresiasi kepada Zohri. Mulai dari pejabat, ustad yang tenar di youtube, hingga pengacara kondang akan memberikan bantuan materi kepada keluarga Zohri. Itu adalah apresiasi yang wajar dan tidak perlu ditarik-tarik ke ranah politik yang kemudian menghadirkan perdebatan dan perpecahan anak bangsa. Sesuatu yang tentu membuang-buang waktu produktif.

Zohri adalah fenomena. Fenomena yang seharusnya disikapi positif, bukan malah saling serang dan menuduh serta nyinyir yang tidak berdasar. Kita adalah salah satu negara pengguna terbesar telepon pintar. Sayangnya, kedewasaan dalam memakai smartphone masih perlu dipertanyakan. Warganet masih kebanyakan orang yang emosional dalam menggunakan gadgetnya dari pada memilih menggunakannya dengan cerdas sebagaimana nama gadgetnya (smart).

Fenomena asal sharing sebelum disaring adalah kenyataan yang perlu diperbaiki. Perbedaan pilihan politik juga kadang menjadi pemicu yang membuat netizen begitu mudah membagikan sesuatu yang belum jelas. Mereka punya prinsip bahwa apa yang dishare oleh kawan politikku itu baik. Tanpa peduli itu benar atau salah.

Bersikap amanah dan adil dalam berbagi masih sangat kurang dimiliki oleh netizen kita. Padahal berlaku adil meski kepada orang/kelompok yang dibenci adalah sesuatu yang harus dikedepankan, apalagi sesama anak bangsa yang minimal saudara sebangsa dan setanah air.

"Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al-Maidah ayat 8). (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun