Mohon tunggu...
Hamdi Arcobaleno
Hamdi Arcobaleno Mohon Tunggu... -

I don't label myself, coz labels are for jars, not people. I'm not a label, just a human being.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Civil War: How did Pop Culture Get So Negative?

7 November 2016   09:30 Diperbarui: 7 November 2016   09:44 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Internet.

The internet.

I was addicted to the internet since like.. ever. Ketika pertama kali tahun 1998 mengenal internet, well ketika itu zaman mIRC, saya sering main ke rumah teman yang punya koneksi internet untuk chatting ga jelas di mIRC. Sebelum sampai pada akhirnya tahun 2005 saya berlangganan paket internet starone dari indosat, saya sering menghabiskan waktu di warnet / lab komputer kampus untuk sekedar ber-internet ria, mulai mIRC, yahoo messenger, cek email yang ga pernah ada yang ngirimin (selain spam), ikutan milis2 untuk menambah kenalan dan bersosialisasi dengan 'teman se-hobi', dan yang terakhir hits ketika itu, friendster, social media pertama yang saya punya. Internet seems like fun back then. 

Then comes facebook. 

Account facebook yang saya punya adalah akibat paksaan seorang mantan, haha. The early life of facebook also was fun, ketika itu tahun 2007 saya menetap di kampus yang punya koneksi internet 24 jam, dan hampir setiap hari selama 2 tahun saya kuliah disana, lebih dari 12 jam saya habiskan di depan laptop. Some says saya autis atau introvert, atau ga punya kehidupan, but well, I'm not. Web-surfing, blogging, chatting, dan apa saja yang saya lakukan ketika ber-internet merupakan sebuah hobi. Saya punya kehidupan lain selain menghabiskan waktu untuk hobi tersebut, saya main futsal, hang out bersama teman2, jalan2 ga jelas ke mall atau karaoke klo bosen di asrama, nobar bola di warung mamak, dsb. Ah iya, kembali ke facebook, ketika itu facebook ramai dengan saling nulis di wall, balas2an komen biar terlihat exist, main game seperti pet society, farmville, dll. Sampai tahap ini, ketika itu mulai merasa annoyed dengan undangan2 game2 di fb. But on the bright side, pada era ini orang2 masih menganggap internet sebagai stranger, sehingga belum membagi rahasia pribadi ke ruang publik.

Then comes twitter. 

Media sosial yang paling saya ga suka, entah kenapa, hahaha. Mungkin karena status fb saya rata2 merupakan quote atau tulisan lebih dari 160 karakter, jadi saya ga suka dengan twitter ini. Ini kira2 bersamaan dengan era awal smartphone tahun 2009. Blackberry yang di endorse artis2 mewabah di Jakarta dan lanjut ke kota2 besar lain. iPhone masih sangat exclusive karena well, kebanyakan orang2 masih rasional untuk tidak membeli barang overpriced, sementara android masih jadi anak bawang yang julukannya 'poor man's iphone'. Smartphone ini yang pada akhirnya mengubah perilaku orang2 dengan sangat drastis, orang2 mulai suka kepo/stalk account orang, dan orang2 mulai nyaman curhat/menulis hal2 pribadi di social media, entah mengapa orang2 sepertinya mulai tidak bisa membedakan space publik dan space pribadi. 

Social media dipakai tempat nulis segala apa pun kegiatan yang dilakukan, segala perasaan apa pun yang sedang dirasakan saat itu. That was fine actually, lalu twitter berubah fungsi sebagai tempat mendapatkan berita ter-update karena semua orang menulis apa pun disana, ada bom di sebuah tempat, ga sampe 5 menit udah jadi trending topic, jadi seluruh dunia pasti tau soal itu, dan untuk hal sekecil apa pun di update, lagi nonton bola, ketika seorang pemain menjebol gawang lawan, langsung tweet "goool..", tanpa sadar diantara followernya banyak wanita yang ga tau dia lagi ngomongin siapa dan pertandingan apa. Hal2 seperti ini yang akhirnya membuat orang yang ga ngerti jadi kepo, "nih orang lagi ngomongin apa sih", lalu karena di timeline-nya banyak berseliweran update yang mirip2 "oh, ternyata pertandingan ini". 

Dari awalnya ga ngerti bola sama sekali, akhirnya kepo, akhirnya berusaha ikut nimbrung, googling sana-sini, akhirnya ikut komen. Hal2 semacam ini cikal bakal terjadinya civil war di hampir semua pop culture saat ini. Semua orang berlomba2 untuk paling cepat update peristiwa yang kekinian, dapat berita apa langsung share, urusan hoax atau bukan ga peduli, yang penting share dulu biar jadi yang paling pertama. Mendapatkan kepuasan pribadi klo menjadi orang yang pertama share, dan kemudian orang2 me-retweet info dari dia. Thus, twitter evolved from being a peer-to-peer messaging system to more of a global broadcasting medium. Sometimes they know that not every statement is for everybody, but the retweet button allows them to (reach) people well beyond their own crowd or audience.

Skip.. skip.. skip..

Sampai pilpres 2014. Pada era ini, hampir semua orang modern punya smartphone dengan akses internet, membuat pemilik smartphone ini merasa pintar, feels like the world is in their hand. Ada yang nanya sesuatu, ga ngerti pertanyaannya, googling dikit, jawab dengan pede biar keliatan pintar. Ada yang bahas sesuatu, ga ngerti topiknya, googling dikit, ikut nimbrung kasih komentar biar terlihat tau semua hal kekinian. Sama halnya seperti contoh diatas, wanita yang awalnya ga ngerti apa2 soal bola (atau f1 atau motogp atau apa pun lah yang tadinya topik mainstream pria) jadi 'melek' soal olahraga tersebut, ikut nonton ke senayan, begitu pun soal politik, di zaman ini semua orang tiba2 jadi melek politik. Well, pada pemilu sebelumnya tahun 2009 memang sudah terjadi pro-kontra antara masing2 calon, tapi hanya kalangan terbatas karena smartphone masih belum terlalu booming, para calon presiden belum menjadikan social media sebagai tempat kampanye, jadi belum ada buzzer2 bayaran, dan account2 yang mengangkat/menjatuhkan suatu pihak, semua murni pendapat socmed user sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun