Mohon tunggu...
Arif Rahman
Arif Rahman Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Menyukai hal-hal sederhana, suka ngopi, membaca dan sesekali meluangkan waktu untuk menulis. Kunjungi juga blog pribadi saya (www.arsitekmenulis.com) dan (http://ngeblog-yuk-di.blogspot.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemuda, Jangan Malu Jadi Petani!

22 Mei 2019   23:30 Diperbarui: 22 Mei 2019   23:44 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TNI dan Petani (Sumber Foto : news.rakyatku.com)

Dulu, negeri kita terkenal akan slogannya sebagai negeri agraris. Negeri yang mayoritas warganya bekerja sebagai petani. Negeri dengan sawah-sawah yang membentang luas di berbagai pulau. Dan kita bangga dengan itu.

Namun itu dulu. Kini, kebanggaan itu perlahan-lahan mulai luntur. Dibalik sawah yang membentang luas nan indah itu, ada satu fakta pilu yang terselip di dalamnya. Fakta tak lain adalah kebanyakan anak muda tidak begitu berminat menjadi petani. Mereka minder, karena menjadi petani dianggap tidak keren, tidak kekinian, dan tidak trendy. Bahkan tak jarang sebagian dari mereka berkata "Aku malu jadi petani".

Ya, anak muda masa kini lebih memilih cita-cita yang dianggapnya kekinian dan terlihat keren. Contohnya ingin menjadi seorang youtuber, hingga bintang sinetron. Dan anak muda yang seperti itu akan lebih mudah ditemukan ketimbang yang bermimpi jadi petani.

Begitulah cara berpikir anak muda masa kini yang tak siap melihat wajah bangsa yang sesungguhnya, lebih memilih menutup mata, dan kurang memberikan respek. Cara berpikir yang bisa menjadi sebuah problem besar di masa mendatang.

Dan tahukah kamu? Dua tahun lalu, ketika saya menjadi salah satu peserta Duta Damai Dunia Maya yang diadakan oleh BNPT, salah satu pemateri yang saat itu Pangdam VII Wirabuana (Bapak Agus Surya Bakti) memaparkan hasil pengamatan dan penelitian intelijen TNI. Bahwa di tahun 2045 akan terjadi krisis pangan dunia? Beberapa belahan dunia seperti Eropa, Afrika, Amerika, hingga sebagian Asia akan kena dampak krisis tersebut.

Sedangkan sebagian wilayah Asia lainnya, seperti Asia Timur hingga Asia Tenggara akan memiliki pangan yang berlimpah. Lebih-lebih lagi wilayah Indonesia yang hingga saat ini masih punya banyak lahan kosong atau lahan tidur yang belum dimanfaatkan dengan maksimal.

Dalam penelitian itu diungkapkan juga bahwa jika kita tidak siap dari sekarang, saat krisis pangan terjadi kita hanya akan kelabakan dan bisa jadi hanya menjadi penonton saja. Lebih-lebih lagi SDM petani kita masih minim dan lebih banyak menjual mimpi tidak pasti di dunia maya. Bertengkar tidak jelas dan lebih banyak fokus ke hal-hal sepele. Sedangkan orang-orang diluar negeri sana sudah mulai menyiapkan segala kemungkinan terburuk ketika krisis pangan terjadi.

Jangan Malu Jadi Petani

Pemuda Jangan Malu Jadi Petani (Foto : ANTARA/Abriawan Abhe)
Pemuda Jangan Malu Jadi Petani (Foto : ANTARA/Abriawan Abhe)
Dulu, Bung Karno pernah berkata "Pertanian adalah soal maju mundurnya suatu bangsa!" menyangkut hajat hidup orang banyak, baik untuk petani itu sendiri hingga warga lain yang sumber pangannya bergantung pada hasil pertanian. Bisa dibilang pertanian merupakan bagian dari urat nadi tumbuhnya masyarakat, yang kemudian mengukir peradaban hingga membentuk corak budaya.

Untuk itu, saatnya memuliakan para petani dan berjuang menegakkan kembali marwah negeri uang dulu terkenal akan slogannya sebagai negari agraris. Saatnya derajat petani dinaikkan. Mereka adalah pahlawan pangan, yang sadar atau tidak mengemban tanggungjawab besar dalam menyediakan berpuluh-puluh juta ton beras untuk di konsumsi oleh lebih dari 250 juta warga Indonesia setiap tahunnya.

Tanpa petani, krisis pangan akan memberikan dampak yang luar biasa pada masyarakat. Karena lapar yang berkepanjangan, dunia bisa chaos. Revolusi bisa tersulut. Dan tanpa pangan, kehidupan tak aka nada, masyarakat tak akan tumbuh, dan peradaban pun tak akan ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun