Mohon tunggu...
Adeng Septi Irawan
Adeng Septi Irawan Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penulis adalah seorang pemerhati dunia junalistik, komunikasi, hukum, birokrasi, dan sastra. bisa dihubungi di email irawan_34@yahoo.com

Cogito Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Memberantas Rantai Korupsi Birokrasi

22 Januari 2020   19:13 Diperbarui: 27 April 2020   12:32 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Korupsi adalah sebuah istilah bagi tindakan pencurian yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. Jika dianalogikan dengan pencurian tidaklah jauh berbeda. Dengan menggunakan premis mayor pencurian makna kata mencuri yaitu sebuah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih untuk mengambil barang milik orang lain secara sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh orang lain. Dengan akar kata tersebut tampak bahwa korupsi identik dengan suatu tindakan mengambil barang milik negara secara sembunyi-sembunyi. Maka keduanya sama-sama memiliki akar kata pencurian. Perbedaannya antara mencuri dengan korupsi terletak pada skala barang yang akan dicuri beserta sumber asal barang tersebut.

Tak masalah beda  atau sama antara korupsi dan mencuri yang terpenting adalah hukuman berat harus dilakukan bagi para tikus-tikus negara yang menggerogoti uang rakyat. Jabatan adalah suatu amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya. Bukan untuk memperkaya diri sendiri dengan menghalalkan segala cara demi materi semata. Mayoritas para pejabat kita adalah orang yang pandai dalam hal keilmuan. Akan tetapi kebobrokan mental yang telah menjadikan mereka mengalami kegelapan. Telinga, mata, hati mereka tertutup akan kesenangan duniawi yang memperdayanya.

Koruptor adalah musuh negara yang harus dihabiskan sampai akar-akarnya. Salah satu negara di dunia yang menghukum koruptor dengan hukuman pancung atau potong kepala yaitu Tiongkok atau Cina. Sebelum Cina mengalami kemajuan seperti sekarang ini, dulunya negara ini terkenal akan budaya pejabatnya yang korup penuh dengan keniscayaan. Seiring perjalanan waktu maka diputuskan hukuman baru bagi koruptor yaitu dihukum potong kepala di depan rakyatnya sendiri. Petugas yang akan melakukan eksekusi berasal dari aparat keamanan setempat, Lama-kelamaan karena kejamnya hukuman bagi koruptor, tingkat korupsi di Negara ini dapat ditekan hingga habis.

Korupsi di Indonesia bukanlah hal baru yang pernah kita dengarkan. Perilaku korupsi seakan-akan telah menjadi budaya yang tumbuh subur dan berkembang di birokrasi pemerintahan. Berdasarkan hasil investigasi keuangan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tercatat bahwa hampir semua bidang pemerintahan di Indonesia pernah mengalami kasus korupsi, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif

Korupsi di Pemerintahan Indonesia telah menjadi budaya birokrasi. Mayoritas pejabat kita adalah orang-orang yang korup gemar mencuri uang rakyat. Memang tak mudah untuk menghapus secara bersih perilaku korupsi di negeri ini. Seperti di Negara Cina yang butuh waktu bertahun-tahun untuk menghapus budaya korupsi di pemerintahannya. Jika diibaratkan budaya korupsi di negeri ini bagaikan rantai yang kuat, tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Karena Kuatnya rantai tersebut diperlukan kesabaran bagi aparat penegak hukum untuk sedikit demi sedikit memutus rantai korupsi di tubuh pemerintahan.

Indonesia tengah menghadapi krisis kepecayaan masyarakat terhadap para penegak hukum. Sudahlah jangan diintervensi lagi hakim oleh para politisi, biarkan mereka mnggunakan kapabilitasnya untuk memutuskan vonis yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan di mata hukum, tidak sekedar asal-asalan yang menguntungkan para pejabat yang korup.

Langsung eksekusi mati sajalah seperti para terpidana narkoba. Kedua kejahatan tersebut saat ini memang tengah melanda NKRI. Sudah saatnya hukuman mati diterapkan bagi para koruptor. Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh koruptor terhadap negara sangatlah besar.

Indonesia rasanya perlu bercermin untuk mengenang masa orde baru yang penuh dengan budaya korupsi. Seiring berjalannya masa reformasi, tampaknya budaya korupsi tak habis-habisnya muncul dan terus muncul bak rumput yang tumbuh di musim hujan, dengan junlah yang sangat banyak. Apa yang terjadi, ketika negeri ini dihadapkan dengan masalah kebobrokan mental pemerintah yang menjadi-jadi. Tentunya problem semacam ini akan memberikan dampak signifikan bagi Indonesia untuk melangkah ke depan meraih harapan. Oleh karena itu perlu ada ketegasan yang lebih dari sebelumnya bagi pelaku korupsi yang tertangkap.

Referensi hukuman bagi pelaku korupsi mungkin bisa menggunakan hukuman mati dan denda seperti di negara Tiongkok. Mereka para pelaku korupsi akan digiring di lapangan terbuka dengan disaksikan oleh rakyatnya. Mereka akan dipancung hingga kepalanya terpotong dengan disaksikan rakyatnya sendiri. Terlihat pelaksanaan hukuman mati bagi sebagian orang adalah perilaku yang melanggar Hak Asasi Manusia. Disini ada dualism pendapat yang setuju dan tidak setuju mengenai pelaksaan hukuman mati bagi para koruptor.

Dilihat dari sisi akibat yang ditimbulkan para pelaku koruptor yang melakukan pencurian terhadap uang negara. Dirasa akibat yang muncul itu lebih melanggar hak asasi manusia, ketimbang hukuman mati bagi koruptor . Karena dengan perilaku tersebut uang negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat melahan untuk keperluan pribadi koruptor. Rakyat pun akan menderita, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup karena uang yang harus mereka terima telah disalahgunakan. Penerapan hukuman mati bagi koruptor harus diberlakukan di Indonesia. Meskipun tampak melanggar HAM tetapi akan jauh lebih bermanfaat karena hak asasi rakyat akan lebih terlindungi. Mengorbankan satu orang itu lebih baik, darpada orang banyak harus terkena imbasnya. Oleh karena itu, bagi orang yang mengatasnamakan HAM untuk melindungi koruptor itu hanya sifat idealis saja yang non realistis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun