Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Cerita Mudik Asyik ke Gunung Kidul

23 Mei 2022   22:29 Diperbarui: 23 Mei 2022   22:32 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Klayar, Gunung Kidul (doc. Pri)

Lebaran kemarin, saya ikut suami mudik ke Gunung Kidul, Yogyakarta. Ibu mertua saya memang berasal dari sebuah desa kecil di sana bernama Klayar. Meski secara kepercayaan kami tidak turut merayakan Idul Fitri, namun kami ikut tradisi mudik agar bisa ikut bersilaturahmi dengan keluarga besar suami yang semuanya berlebaran.

Saya sebetulnya tidak tahu apakah menempuh perjalanan sekira 2,5 jam dari Kabupaten Sleman naik motor bisa disebut mudik. Namun saya anggap demikian karena suami saya memang pulang kampung ke daerah asalnya.

Ini pengalaman perdana saya bersua dengan momen Idul Fitri di tanah Jawa bersama suami karena baru menikah setengah tahun. Sebelumnya, saya menghabiskan hampir seluruh hidup di Sumatera.

Sepanjang perjalanan menuju Gunung Kidul, kami disuguhi pemandangan indah khas pegunungan kapur. Mulai dari hutan jati, hingga pepohonan kayu putih yang dikelilingi hamparan jagung. Hal yang tidak saya temui di Sumatera yang pemandangannya didominasi perkebunan sawit, karet, atau rimba tak tersentuh.

Di perjalanan tersebut, saya menyadari betapa besarnya ketimpangan infrastruktur transportasi antara Jawa dan Sumatera. Di Jawa, meski desa yang kami tuju termasuk di pelosok dan cukup jauh dari kota, namun kondisi jalannya sangat mulus. Berbeda dengan di Sumatera yang jangankan pelosok, jalan negara saja  aspalnya banyak berlubang. 

Jalan yang mulus bahkan hingga ke pelosok desa. (Doc Pri)
Jalan yang mulus bahkan hingga ke pelosok desa. (Doc Pri)

Meski hanya menempuh perjalanan 2,5 jam, namun kami sempat berhenti beberapa kali untuk beristirahat. Selain faktor medan jalanan yang belum terlalu kami kuasai, saat itu kondisi lalu lintas cukup padat sehingga stamina harus tetap dijaga semaksimal mungkin agar tak mengganggu konsentrasi.

Kami sempat berhenti di sebuah minimarket dengan jaringan nasional di pinggir jalan untuk membeli minuman dan makanan ringan. Sebetulnya kami membawa cukup uang cash, namun rencananya akan dibagikan sebagai angpao untuk anak-anak kerabat dan keponakan yang masih kecil-kecil di desa. 

Alhasil, kami memilih jalur cashless untuk pembayaran. Memanfaatkan kemudahan teknologi digital lewat transaksi QRIS melalui aplikasi BRImo. Transaksi pun jadi jauh lebih mudah, aman, dan cepat.

Tampilan BRImo (tangkapan layar pribadi).
Tampilan BRImo (tangkapan layar pribadi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun