Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mutlaknya Siap Mental, Saat Menang Maupun Kalah

26 November 2019   07:43 Diperbarui: 26 November 2019   12:40 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Best Citizen Journalism 2019: dok. Kompasiana

Saya masih berjuang, tapi nggak ngotot. Woles ajalah. Santai kaya di pantai. Diminta admin nulis postingan kampanye ya saya tulis. Disuruh promosikan ya saya share di akun media sosial. Kalau ada yang kebetulan mampir komen, ya saya reply dengan "Vote Arako yaaaa..."

Tapi sudah, sebatas itu saja. 

Hingga akhirnya saat malam pengumuman kabar bahagia itu, meski saya masih berstatus TIDAK MENYANGKA sampai sekarang, namun jauh di lubuk hati ... saya tahu mental saya SUDAH SIAP menerima hasil itu. Karena hal-hal terburuk yang bisa terjadi kalau saya sampai menang, sudah terjadi dengan segitu mengerikannya di kepala saya sendiri pada minggu-minggu sebelumnya.

***

Apa yang saya alami ini adalah bukti kalau kesiapan mental mutlak dibutuhkan dalam setiap kompetisi. Kesiapan mental nggak cuma dibutuhkan saat kita menghadapi kemenangan, tapi juga kekalahan. Kesiapan mental akan menjaga dari keterpurukan atau kehilangan sukacita atas apapun hasil yang diterima. 

Saya benar-benar sudah kebal kalau menerima kekalahan mah. Lha setiap ikut lomba apapun jauh lebih banyak kalahnya kok. Tapi untuk siap menerima kemenangan, ternyata juga nggak segampang itu. 

Saya sekarang juga mulai mengerti kenapa Tuhan izinkan saya menerima kemenangan, tapi nggak izinkan saya ke Kompasianival. Sebab kalau datang, bisa jadi saya malah besar kepala dan hati saya ternoda oleh kesombongan. Atau kondisi psikis saya yang mulai stabil beberapa hari ini mungkin akan kembali berantakan saking emosionalnya. 

Saya tahu, ada banyak suara yang meragukan dan merasa saya tidak layak menang. Ada nama-nama lain yang lebih pantas untuk menyandang gelar Best Citizen Journalism 2019. Iya, saya pun di lubuk hati paling dalam juga merasa begitu sebetulnya.

Tapi saya nggak mau terpuruk dan membiarkan monster mental illness itu terbangun lagi. Saya merasa mengikuti semua prosesnya dengan fair dan sama sekali nggak melakukan kecurangan kok.

Toh, dari awal penyelenggara sudah bilang kalau pemenang kategori ini ditentukan oleh voting. Kalau saya sampai menang, ya berarti ada banyak yang nge-vote saya. Gitu aja. Titik.

Eh, ngomongin hasil vote, banyak yang mengira kalau kemenangan saya (dan Mas Pringadi Surya di jalur fiksi) itu adalah berkat kekuatan komunitas kompal. Saya tidak menampik itu, tapi sebetulnya tidak sepenuhnya tepat juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun