"He almost killed me."
Bunyi pesan yang masuk di WA saya Selasa (12/11) malam. Saya yang sedang menulis sesuatu untuk mengenang almarhum papa di hari ayah seketika buyar konsentrasi. Berganti panik dan cemas untuk keselamatan si pengirim.Â
Si pengirim itu teman saya, sebut saja Mawar. Kami bisa dikatakan lumayan dekat karena sesama mental health fighter.
"Kamu bisa menghindar? Tolong ngungsi ke mana dulu kek ... biar jangan ketemu papi dulu," balas saya dengan jari bergetar.
Saya bergidik ketika Mawar kemudian mengirim foto pisau panjang mirip keris (saya tidak tahu apa namanya) yang menancap di sebuah meja kayu. Kabar baiknya, Mawar selamat karena kunci pintu berfungsi dengan baik. Kalau tidak, entahlah. Saya benar-benar tidak bisa membayangkan kalau sampai hidup teman saya itu harus berakhir demikian tragis di tangan ayah sendiri. Tepat di Hari Ayah Nasional pula.
Ya. "He" yang dimaksud Mawar adalah papi, ayah kandungnya sendiri. Konflik keduanya sudah berlangsung cukup lama, dipicu pengkhianatan si papi yang selingkuh hingga punya beberapa anak dari perempuan lain. Konon, Mawar memang yang paling vokal menentang si papi dibanding dengan saudara-saudara yang lain.
Kejadian Mawar yang nyaris kehilangan nyawa bukan baru pertama kali. Berbulan-bulan lalu papinya juga sempat mengamuk dengan membawa pisau yang sama. Beruntung Mawar sedang tidak ada di tempat.
Mawar memang "beruntung" sudah selamat dua kali dari maut. Tapi tidak ada yang bisa menjamin Mawar akan selamat untuk ketiga kalinya. Saya sudah menyarankan Mawar untuk segera lapor polisi, sudah kena pasal pengancaman itu. Ibu Mawar juga berpikiran sama. Setidaknya keselamatan Mawar adalah yang terpenting untuk saat ini.
Semoga Mawar senantiasa dalam perlindungan-Nya.
***