Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Kado Terindah] Maaf dari Surga

13 Oktober 2019   17:06 Diperbarui: 31 Oktober 2019   06:42 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pinterest/Banarjeeanjana21

Kota itu jelas berubah dalam 15 tahun terakhir. Menjadi lebih ramai, lebih teratur. Namun tidak dengan bangunan kuning gading yang dulu adalah rumahnya itu. Kecuali sekarang sudah dipagari dan pohon mangga golek di halamannya sudah sangat tinggi, nyaris tak ada perubahan berarti. Rumah itu masih sama dengan yang ditempati Rafa dulu.

Rafa tak tahu kekuatan mahadahsyat macam apa yang akhirnya menggerakkan hatinya untuk pulang. Padahal selama ini dia pikir sudah melempar semua bilah kelam masa lalunya ke lubang hitam. Tapi toh dia kembali juga, di hari kesebelas setelah ibunya wafat. 

Rafa yang mendadak meragu malah sudah hendak berbalik pergi ketika seorang gadis dengan rambut ikal sebahu dan bertahi lalat di bawah mata kanan itu menyongsongnya. Aya. 

Waktu seolah membeku sejenak di dunia Rafa. Dia tidak ingat kapan terakhir kali seseorang memeluknya demikian erat seperti ini. Canggung, cowok itu mengusap-usap punggung Aya yang kini bergetar oleh tangis. 

Ah, Aya betul-betul sudah besar. Tingginya nyaris sama dengan Rafa, itu berarti tinggi badan Aya akan melampaui kakaknya suatu saat nanti. Bagus, Aya. Itu artinya kau tumbuh besar dengan baik dan terawat. Jangan ikuti jejak kelam kakakmu ini ya.

"Maaf, baru sempat datang hari ini ...," kata Rafa setelah keduanya duduk di sofa ruang tamu. Cowok itu kentara benar tengah gugup dan gelisah. Buku-buku jarinya tak henti dimainkan dari tadi. 

Aya buru-buru menggeleng. "Nggak papa kok. Aku ngerti kalau Kak Rafa nggak mau ketemu sama keluarga yang lain, jadinya nunggu sampai rumah sepi dari pelayat, kan?" 

Rafa mengangguk. Ekor katanya lalu bergerak ke setiap sudut rumah, mencari-cari keberadaan seseorang yang mungkin dia rindukan. . 

"Uumm ... Aya..."

"Ya?"

"Kok sepi sekali ya? A-ayah mana?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun