Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Haruskah Menunggu Melinda Zidemi yang Lain?

27 Maret 2019   04:40 Diperbarui: 29 Maret 2019   21:00 7782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melinda Zidemi, S.Th * dokumentasi pribadi

Saya menulis ini dengan perasaan tak keruan. Baru saja pulang dari ibadah penghiburan mendiang Melinda Zidemi di Gereja Kristen Injili Indonesia, Palembang. Ya, gadis 24 tahun yang setiap kali bertemu selalu heboh dan ceria itu, semalam saya melihatnya sudah terbujur kaku dalam peti mati.

Benar. Pendeta muda, korban perkosaan dan pembunuhan dengan TKP di Sungai Baung, Ogan Komering Ilir Sumsel yang sedang heboh itu teman saya. Jangan tanya saya kronologisnya. Sila googling sendiri. 

Saat ini polisi masih mengusut terus kasus ini. Jenazah Kak Mel (begitu saya biasa menyapanya) sendiri akan diberangkatkan ke Nias pada Rabu (27/3) pukul 10.00 untuk kemudian dimakamkan di sana.

Tidak usah dibahas bagaimana kenyataan ini menghancurkan hati keluarga, dan segenap kami yang mengenal mendiang semasa hidup. Terlebih, kasus tak berperikemanusiaan ini bukannya baru pertama kali terjadi.

Akhir Januari lalu, warga Sumsel sudah dihebohkan dengan kasus serupa. Korbannya seorang mahasiswi UIN Raden Patah Palembang. Sama dengan nasib malang yang menimpa Kak Mel, si mahasiswi ini juga harus meregang nyawa setelah diperkosa di sebuah kebun di Muara Enim. Selain itu, tercatat pula kasus pembunuhan, pemerkosaan dan pembakaran jenazah seorang janda.

Saya sebagai perempuan benar-benar bergidik mengetahui fenomena ini. Bagaimana predator seksual berkeliaran di mana saja dan kapan saja. Siap beraksi tanpa peduli siapa korbannya. 

Merasa terancam? Jelas!

Rasanya seperti tak ada lagi tempat aman yang tersisa. Memangnya enak menjalani hidup dengan terus dihantui rasa takut dan terancam begini?

Saya mengapresiasi pihak berwajib dalam merespon kasus-kasus macam ini. Tapi, sesuatu telah mengusik dan membuat saya jadi begitu tidak nyaman.

Apa yang salah di sini? Mengapa harus menunggu jatuhnya korban baru ada tindakan? Apa benar kita, para manusia berpikir dan berakal ini betul-betul tak berdaya mencegahnya? 

"Makanya, perempuan jangan pulang malam!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun