Mohon tunggu...
Arai Jember
Arai Jember Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Katakan Dengan Tulisan Jika Tak Sanggup Berlisan

Menulis itu investasi. Setiap kebenaran tulisan adalah tanaman kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bullying dan Mental Generasi

15 Agustus 2022   20:55 Diperbarui: 15 Agustus 2022   21:14 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Memang benar, kasus bullying semakin hari semakin memprihatinkan. Kendati sering ada warning agar diwaspadai, ada regulasi yang diharapkan menjadi solusi, namun nyatanya peristiwa bullying masih terjadi. Keprihatinan demi keprihatinan seakan tak mengurangi volume aksi pembullyan.

Mengapa bisa demikian? Seolah keprihatinan bahkan sanksi tidak mempan mengerem dan menghapus aksi bullying. Bukan karena kurang pendidikan dan informasi, sebab dalam kondisi berseragam pun rekaman bullying bisa dijumpai. Artinya di area tempat dilangsungkan edukasi pun tak luput dari peluang bully.

Apakah ini pertanda bahwa suasana lingkungan sedang tidak baik-baik saja? Untuk menjawabnya memang perlu ditarik jauh ke belakang bagaimana gambaran kehidupan selama ini tersaji di hadapan generasi. Selama ini mereka sering mendengarkan ide kebebasan bertingkah laku, namun bisa jadi tidak disertai kepahaman akan tanggungjawab terhadap imbas tingkah laku yang sudah terjadi.

Generasi sehari-hari lama bersentuhan dengan gawai. Mudah mengakses tayangan dan konten apapun. Padahal tak sedikit yang isinya menyajikan tema perundungan, mempertontonkan aksi kekerasan. Bila tanpa pendampingan, tanpa pemahaman, bisa jadi tontonan ini tidak lagi dipilah-pilah, langsung ditelan menjadi tuntutan mentah-mentah.

Sekali melihat mungkin masih empati, dua tiga dan kali kesekian kemungkinan mereka menganggap bullying sebagai hal wajar bisa saja terjadi. Mereka bisa berpikir dari pada dibully lebih baik membully, mengamankan mental. Akhirnya asuhan gawai berimbas pada pupusnya jiwa kemanusiaan, tak lagi mengenal kasihan, yang penting puas dan kelihatan menyenangkan ya dilakukan.

Jika yang berpandangan demikian banyak orang, maka kondisi lingkungan bisa dipastikan dalam "gejala sakit". Tidak bisa tidak sebelum semakin parah dan banyak generasi menjadi korban, maka harus segera disembuhkan. Diobati yang sudah terluka dan dicegah agar selamat dari virus bagi yang masih sehat. 

Sebab jika dibiarkan virus liberal berwujud kebebasan tingkah laku ini akan mematikan potensi generasi sebagai penerus masa depan. Benteng dan tamengnya adalah dengan mengkondisikan lingkungan sosial, hukum, ekonomi, dan yang terkait dalam keteraturan Pencipta. Kembali pada apa yang Allah tuntunkan, bukan yang liberal tontonkan. Karena apapun kerusakan itu sejatinya karena ulah manusia, dan kembali kepadaNya adalah obatnya.

Dan lingkungan teratur dengan panduan pencipta ini sebenarnya pernah diterapkan sekitar 13 abad di masa kejayaan Islam. Kala itu semua keadaan kondusif bernuansa iman, sehingga untuk berpikir menyakiti orang lain pelaku akan mikir berkali-kali. 

Secara sosial dia akan berhadapan dengan masyarakat yang tak tinggal diam. Secara hukum akan bertemu sanksi atau bahkan qishas jika sampai melukai badan. Secara ruhiyah juga akan tertahan oleh beratnya pertanggungjawaban di hari penghisaban.

Sehingga penerapan Islam yang utuh satu dengan lainnya akan menyelesaikan bullying secara sistemik. Level takwa masing-masing orang akan mengarahkan tindakan, berpikir tanggungjawab jawab sebelum berbuat. Sehingga nasib dan mental generasi bisa terjaga dengan baik. Potensi dan peran besar mereka bisa difokuskan di kesibukan yang semestinya. []

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun