Mohon tunggu...
Ajeng Arainikasih
Ajeng Arainikasih Mohon Tunggu... Sejarawan - Scholar | Museum Expert | World Traveller

Blogger - Writer - Podcaster www.museumtravelogue.com www.ajengarainikasih.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Orang Indo, Orang Maluku, dan Kisah Mereka di Museum Belanda

3 Juni 2020   16:45 Diperbarui: 3 Juni 2020   22:09 897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu sudut display di Dutch Resistance Museum mengenai pendudukan Jepang di Indonesia | dokpri

Tetapi, bukan hanya orang Indo yang pada saat itu "dipulangkan" ke Belanda. Kala itu (antara tahun 1950-1963) juga ada sekitar 12.500 orang Maluku yang merupakan mantan tentara KNIL (dan keluarganya) yang "dikirim pulang" ke Belanda. Kebanyakan dari mereka adalah mantan tentara KNIL (dari Maluku) yang ada di Jawa. 

Kebetulan, tahun 1950 di Maluku ada Republik Maluku Selatan (RMS) yang memproklamirkan kemerdekaannya dari Indonesia. Tentu saja pemerintah Indonesia melarang Belanda untuk membubarkan dan memulangkan mantan tentara KNIL mereka ke Maluku! Sehingga, tidak ada pilihan lagi selain "memulangkan" para mantan tentara KNIL tersebut ke Belanda. 

Namun, berbeda dengan orang Indo dan Peranakan Cina-Indonesia yang berasal dari kelas menengah atas (berpendidikan dan fasih berbahasa Belanda), komunitas Maluku ini tetap "Inlander". "Pribumi" yang tidak terlalu fasih berbahasa Belanda dan tidak terlalu berpendidikan, walaupun beragama Nasrani. 

Di Belanda, mereka tidak pernah disebut sebagai "repatriates" tetapi dianggap sebagai tamu sementara. Harapannya, saat kondisi sudah lebih memungkinkan, mereka akan dipulangkan kembali ke Maluku, tepatnya ke RMS.

Ketika tiba di Belanda pun mereka ditempatkan di bekas camp internir yang terisolasi dari penduduk Belanda lainnya. Berbeda dari komunitas Indo yang dipaksa beradaptasi menjadi Belanda, komunitas Maluku dianggap tidak mungkin bisa menjadi "Belanda". 

Setelah hidup dalam ketidakjelasan dan kesulitan selama beberapa dekade, akhirnya timbullah konflik antara komunitas Maluku dan pemerintah Belanda. Kedua pihak akhirnya sama-sama menyadari bahwa komunitas Maluku di Belanda tidak akan pernah kembali ke Maluku (RMS). Maluku adalah bagian dari Republik Indonesia. Masa depan mereka ada di Belanda. 

Sebagai salah satu bentuk penyelesaian konflik maka pemerintah Belanda kemudian membangun Moluks Historisch Museum di Utrecht. Museumnya didirikan tahun 1987 (dibuka untuk umum tahun 1990), namun terpaksa tutup di tahun 2012 karena krisis finasial.

Moluks Historisch Museum menceritakan mengenai Kepulauan Maluku, periode pindahnya komunitas Maluku ke Belanda, kehidupan awal mereka di Belanda, hingga integrasi mereka menjadi "orang Belanda".  

Kebetulan saya tidak pernah datang langsung ke Moluks Historisch Museum tersebut. Kisah mengenai orang Indo dan Maluku yang saya lihat secara langsung adalah di Dutch Resistance Museum (Verzetsmuseum) Amsterdam, dan Bronbeek Museum, Arnhem.

Dutch Resistance Museum sebenarnya membahas bagaimana resistensi penduduk Belanda saat mereka dijajah oleh Jerman di masa Perang Dunia II. Namun, sejak tahun 2005 ada 1 ruangan khusus yang didedikasikan untuk menceritakan kisah Perang Dunia II di Indonesia (di bawah pendudukan Jepang) serta periode setelahnya (perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia).  

Salah satu sudut display di Dutch Resistance Museum mengenai pendudukan Jepang di Indonesia | dokpri
Salah satu sudut display di Dutch Resistance Museum mengenai pendudukan Jepang di Indonesia | dokpri
Narasi di Dutch Resistance Museum tersebut dibentuk dari kisah-kisah perseorangan yang menceritakan alur sejarah secara kronologis. Ada pula rekaman oral history dari 5 orang yang menceritakan sudut pandang sejarah dari kelas sosial yang berbeda: Belanda, Indo, Indonesia, Peranakan Cina-Indonesia, dan Maluku! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun