Mohon tunggu...
Ahmad Rouf
Ahmad Rouf Mohon Tunggu... Human Resources - Pengembang milepedia; ensiklopedia milenial

Pemilik MANTRA MILENIAL, pengembang milepedia; ensiklopedia milenial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Indonesia Memimpin", Proposal Visi Indonesia Emas

20 Agustus 2019   12:44 Diperbarui: 20 Agustus 2019   13:08 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TERBANGLAH TINGGI MERAH PUTIH. Kemerdekaan Bangsa Indonesi telah memasuki usia 74 tahun. Perayaan kemerdekaan selalu meriah setiap tahunnya. Guna merayakan ulang tanggal kemerdekaan bangsa Indonesia. Tentu dengan maksud memaknai yang terkandung, dari kata kemerdekaan.

Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, sesuai dengan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945. Bangsa Indonesia telah mengambil haknya: Kemerdekaan. Kemerdekaan bangsa Indonesia ditandai dengan pembacaan proklamasi. Proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia yang diproklamirkan Bung Karno, penanda bahwa Bangsa Indonesia telah merdeka --akhir dari penjajahan Belanda.

Penjajahan Belanda kepada bangsa Indonesia telah berakhir. Proklamasi kemerdekaan yang diproklamirkan Bung Karno penandanya. Merdeka bukan berarti akhir dari perjuangan. Tugas selanjutnya adalah merawat, mempertahankan dan mengembangkan kemerdekaan tersebut.

REFLEKSI PRA KEMERDEKAAN

Kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia tidak mudah, perlu perjuangan panjang. Pun tidak sedikit darah yang mengalir. Nyawa pun dipertaruhkan, demi cita-cita memperoleh kemerdekaan.

Proklamasi yang diproklamirkan Bung Karno adalah puncak dan penanda akhir dari penjajahan. Sebelum proklamasi, banyak peristiwa/gerakan yang menghantarkan bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan. Sebut saja, satu dari sekian peristiwa/gerakan yang populer: Boedi Oetomo. Gerakan ini popular karena berhasil menggerakkan masyarakat untuk kebangkitan nasional. Penulis menyebutnya dengan "gerakan nasionalisme." Kelak dikenang dengan "Hari Kebangkitan Nasional."

Boedi Oetomo lahir hasil dari pertemuan dr. Wahidin dengan Soetomo dan Gunawan Mangunkusumo, tahun 1907. Pertemuan ini dilatarbelakangi dari rasa kegelisahan dr. Wahidin Soedirohusodo. Kegelisahannya muncul saat melihat keterbelakangan dan kebodohonan bangsanya. Sebagai seorang dokter dan cendekiawan yang merasa memiliki tanggungjawab, Ia tergugah terlibat dalam penataan atau perubahan kondisi tersebut. Pasca pertemuannya dengan pemuda STOVIA tersebut, lahirlah Boedi Oetomo, tahun 1908. Soetomo sebagai ketua.

Lahirnya Boedi Oetomo dengan pendekatan socio-cultural cukup merepotkan kolonial Belanda. Meski secara keanggotaan lebih kecil dari Syarikat Islam. Keberhasilan gerakan Boedi Oetomo yang mampu menghadirkan perubahan-perubahan politik hingga terjadi integrasi nasional --menjadikan Belanda ketakutan, hingga beranggapan "Timur Telah Sadar."

Perjalanan Boedi Oetomo pelan tapi pasti. Gerakannya memiliki daya pengaruh, memantik lahirnya gerakan-gerakan lainnya. Lahirnya kesadaran nasionalisme membuahkan Kongres Pemuda-Pemuda Indonesia. Hasilnya Sumpah Pemuda: Berbangsa, Berbahasa, dan Bertanah Air Satu.

Lahirnya Sumpah pemuda memperkuat nasionalisme. Semangat memperoleh kemerdekaan menggelora. Perlawanan terhadap penjajah semakin menguat. Tak sekadar perlawanan fisik; perlawanan melalui pemikiran pun menguat, ditandai dengan munculnya study club. 

Bak gayung bersambut. Semangat perlawanan terhadap penjajahan Belanda menemukan pintu kemenangan, pasca Belanda dikalahkan Jepang. Kendati Belanda telah dipulangkan Jepang karena kekalahannya. Bangsa Indonesia tidak serta merta mendapatkan kemerdekaan. Jepang mengikuti Belanda, turut menjajah Indonesia.

Pintu kemerdekaan, kembali tertutup oleh penjajahan Jepang. Namun, alam serasa tak terdiam melihat perjuangan masyarakat Indonesia. Tak disangka ada peristiwa bom atom di Heroisima dan Nagasaki. Peristiwa yang melanda Jepang membuatnya konsentrasi ke negaranya. Celah inilah yang dimanfaatkan kelompok pemuda Indonesia. "Bukan besok atau lusa tapi sekarang" begitulah kira-kira desak kelompok pemuda yang dimotori Sutan Syahrir kepada Soekarno, saat menculiknya.

Peristiwa demi peristiwa menghiasai perjalanan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan bangsa Indonesia tidak serta merta didapatkan, perlu perjuangan. Gerakan perjuangan tidak akan tergerak tanpa penggerak. Perubahan besar lahir dari wacana/narasi besar. Jika tiada wacana/narasi besar tak akan adapula tenaga besar. Wacana/narasi besar menghasilkan tenaga besar. Kendati demikian kecerdasan membaca momentum salah satu penentu.

PERJALANAN KEMERDEKAAN

Bangsa Indonesia telah diakui kemerdekaannya dari berbagai bangsa di dunia. Bung Karno dan Hatta dipercaya menahkodai kapal besar bernama bangsa Indonesia. Pekerjaan besar awal kemerdekaan yang ditanggungnya adalah "menghapus trauma" penjajahan. Langkah awal yang digelorakan adalah Gerakan Revolusi.

Gerakan Revolusi bertujuan menghadirkan 100% Indonesia atau "menghapus trauma" penjajahan. Upaya tersebut melahirkan konsep "Trisakti" kelak dikenal Trisakti Bung Karno: Berdaulat dibidang politik, berdikari (berdiri diatas kaki sendiri) dibidang ekonomi, dan berkepribadian dibidang kebudayaan.

Penulis tak hendak membahas berbagai peristiwa hingga "terjatuhnya" kepemimpinan Soekarno. Fokus tulisan ini menghadirkan energi positif yang relevan dengan gagasan "Indonesia Memimpin." Begitupula saat nanti membahas era Soeharto, penulis fokus pada kontribusi Indonesia pada dunia.

Bung Karno dalam menahkodai bangsa Indonesia, selain komitmen dengan konsep Trisakti juga memiliki daya pengaruh. Daya pengaruh Presiden Soekarno, tak bisa dipungkiri karena gagasan-gagasan cemerlangnya. Kecerdasan dan gagasan-gagasan cemerlang Presiden Soekarno yang dilengkapi kepandaian orasi bak paket lengkap lahirnya daya pengaruh yang dimilikinya.

Presiden Soekarno, kendati memimpin Negara yang baru merdeka tak ciut nyali. Konsep Trisakti "berdaulat dalam berpolitik" diimplementasikan secara global pula. Gerakan nonblok fakta bahwa bangsa Indonesia berdaulat dalam berpolitik yang tak hanya berlaku untuk "internal" negara Indonesia. Inisiasi gerakan nonblok oleh Presiden Soekarno, yang kemudian melahirkan KAA (Konferensi Asia-Afrika)  di Bandung --membuka lembaran baru bahwa bangsa Indonesia memiliki DNA memimpin perubahan.

Bangsa Indonesia diawal kemerdekaannya mencatatkan sejarah pelopor gerakan non-blok. Gerakan yang menegaskan berdaulat dalam berpolitik. Dan diikuti Negara-negara lain, Indonesia menjadi trendsetter. Tak sekadar mengekor tetapi menjadi pelopor.

Diawal kemerdekaannya, bangsa Indonesia telah menunjukkan jatidirinya. Bung Karno berhasil menghantarkan bangsa Indonesia menjadi Negara yang disegani; Negara pelopor dan berkontribusi untuk dunia. Catatan emas sejarah yang patut menjadi barometer bagi generasi selanjutnya.

Era Soeharto

Sekali lagi, penulis hendak membahas dari perspektif energi positif. Era kepemimpinan Soeharto terlepas pro kontra; negatif-positif dalam penilaian, tentu ada catataan emas sejarah. Penulis mengambil sisi positif guna mendapat inspirasi pembangunan.

Menurut hemat penulis, era kepemimpinan Soeharto fokus pada percepatan pembangunan. Upaya mewujudkan programnya, hingga akhirnya jalan investasi menjadi solusi. Tak bisa dipungkiri tentu ada negatif dan positifnya. Begitulah realitas pada era presiden Soeharto.

Tiga puluh tahun masa kepemimpinannya, presiden Soeharto seperti yang diketahui bersama julukan macan asia melekat pada dirinya. Julukan tersebut tentu buah dari apa yang telah dikerjakan. Pelajaran yang perlu diambil adalah kinerja yang didasarkan gagasan berbanding lurus dengan hasil.

Era Soeharto berakhir dengan gerakan reformasi. Gerakan yang memperjuangkan otoriterisme ke demokrasi. Gerakan reformasi seolah mengulang gerakan nasionalisme-gerakan kemerdekan. Pointnya pada persatuan masyarakat dalam mewujudkan perjuangan.

PASCA REFORMASI DAN TANTANGAN ABAD 21

Gerakan reformasi berhasil mengganti orde baru. Berhasil mengubah otoriterisme ke demokrasi. Usia reformasi sudah 20 tahun. Sistem demokrasi terus berproses. Semakin mendewasa, kendati kritik terus ada. Surya Paloh, saat usia reformasi 14 tahun mengatakan "kekosongan gagasan baru terasa di era reformasi yang telah berjalan 14 tahun."

Sejalan dengan SP, Willy Aditya melontarkan pendapat: Runtuhnya peristiwa itu (otoriterisme) membuktikan bahwa konsep-konsep yang digodok sebelum melahirkan era baru memudahkan langkah strategis dan tujuan jangka panjang. Gerakan perubahan harus metodologis. Jangan sampai bangsa ini terkatung-katung lebih lama lagi untuk mendefinisikan tujuan hidupnya dama bernegara.

Gerakan reformasi yang membuahkan sistem demokrasi memiliki pekerjaan rumah yang besar. Bila gerakan nasionalisme menghantarkan pada kemerdekaan; gerakan kemerdekaan melakukaan penataan berbangsa dan bernegara. Gerakan reformasi seyogyanya menghantarka bangsa Indonesia menuju Indonesia emas.

100 tahun Indonesia pada tahun 2045, yang disebut usia emas. Akan menjadi usia emas ata berlalu begitu saja, bergantung upaya yang dilakukan. Gagasan dan tindakan hari ini akan dilihat pada tahun tersebut.

Rasanya hari ini, anak bangsa terus merepotkan diri dengan urusan lapor melapor bebagai delik. Memenjarakan sesama anak bangsa dengan berbagai dalih: ujaran kebencian, penistaan dll. Dialog yang terpampang luas, berkutat pada kasus-kasus tersebut. Dialog narasi/ide/gagasan/wacana minim ruang. Penulis berpendapat kegiatan lapor melapor, curiga mencurigai antar sesama dikarenakan tidak adanya gotong royong nasional.

Gagasan nasional rasanya tidak keluar. Padahal bangsa Indonesia memiliki pengalaman: Gerakan nasionalisme, gerakan kemerdekaan dan gerakan reformasi. Bila gagasan nasional ada, dan mampu menggerakkan masyarakat tentu semua lapisan masyarakat bergotong royong. Tak ada waktu untuk lapor melapor, curiga mencurigai antar sesama. Maka perlu gagasan nasional yang menggerakkan seluruh anak bangsa.

Ada pekerjaan rumah yang besar menuju Indonesia emas. Perlu langkah strategis; pemikiran strategis; pemikiran sistematis dan perlu metodologi. Pekerjaan penting dan prioritas adalah "mengolah" bonus demografi, sumber daya manusia.

Bonus demografi yang ada, puncaknya berkisar tahun 2025-2030 bisa menjadi musibah ataupun anugerah. Bergantung langkah-langkah yang dilakukan. Sampai hari ini rasanya belum ada narasi besar tentang hal tersebut.

Di negara kaya saat rasio ketergantungan rendah penduduk usia muda dijadikan penggerak pertumbuhan. Usia muda (produktif) dipompa produktivitas kerjanya, konsumsi dan tabungan yang dimilikinya.

Pembangunan sumber daya manusia tak bisa dielakkan. Pun arah pembangunannya terkondisikan dengan cita-cita Indonesia emas, Indonesia Memimpin. Sumber daya manusia Indonesia, perlu disiapkan berkarakter pemimpin.

Selain persoalan pengelolaan bonus demografi. Era abad 21, penulis berpendapat terdapat 6 variabel yang mempengaruhi tatanah kehidupan, yaitu a) koneksi ekonomi; b) komunikasi elektronik; c) pembangunan yang tidak berkelanjutan;  d) teknologi; e) munculnya kekuatan kekuasaan baru yang seimbang; dan f) Hubungan manusia dengan Alam.

Satu contoh dari 6 variabel diatas, Penulis sebut sebagai celah Indonesia berkontribusi untuk dunia. Misal, variabel munculnya kekuatan kekuasaan baru; Kekuatan kekuasaan baru tersebut, yakni Cina, Rusia, Jerman. Seperti yang sudah diketahui Amerika "juara" bertahan negara digdaya, artinya ada 4 Negara dengan kekuatan kekuasaan yang seimbang. 4 (empat) kekuatan kekuasaan ini bersaing ketat, diberbagai bidang.

Pertanyaannya, jika terjadi gesekan lalu terjadi perang --bagaimana nasib dunia yang kini ada 9 Negara memiliki nuklir. Lalu, lebih spesifik bagaimana nasib Indonesia? Karenanya, Indonesia banyak mengelola dana investasi dari Cina, dan lainnya.

Solusi riilnya adalah mempersiapkan diri menjadi 5 kekuatan besar dunia. Menjajarkan diri dengan 4 negara digaya lainnya: Cina, Rusia, Jerman, dan Amerika. Apakah Indonesia mampu? Sangat mampu. Bonus demografi salah satu amunisi. Syaratnya perlu disiapkan. Bangsa Indonesia perlu visi besar: Indonesia Memimpin.

Menjawab 6 variabel yang mempengaruhi tatanan kehidupan. Bangsa Indonesia perlu visi besar yang mampu menggerakkan, yakni visi Indonesia Memimpin. Indonesia bisa menawarkan gagasan global selayaknya Bung Karno menawarkan gerakan nonblok. "Indonesia Memimpin" sebagai visi, konsep yang ditawarkan adalah rahmah. (rahmatan lil alamiin) *perlu elaborasi perihal konsep rahmah, dicatatn berikutnya akan dibahas lebih detail.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun