Mohon tunggu...
Aqil Aziz
Aqil Aziz Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan buah

Mencintai dunia literasi. Penullis di blog : https://aqilnotes.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Angka Tiga Belas

25 Juni 2018   07:15 Diperbarui: 25 Juni 2018   07:48 1027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (maxpixel.net)

Sudah lama si Dodi memimpikan sepeda motor. Hitung-hitung dengan mengandalkan tabungan, masih terlalu lama untuk mewujudkannya. Bisa sampai genap 4 tahun. Padahal motor itu akan dipakai untuk menembak sang pacar, yang sudah ngebet untuk minta jalan-jalan dengan motor baru. Setiap hari ia memikirkan motor dan pacarnya. Namun kali ini harapan itu, sepertinya akan terwujud dengan momen jalan sehat, hadiah utama sepeda motor.

Ia mencari tahu informasi untuk mendapatkan kupon jalan sehat. Setelah bertanya ke sana ke mari. Ia ditunjukkan oleh tukang becak di sebuah perumahan elit, bekas dipakai warung internet. Di situ ia melihat banner besar informasi seputar jalan sehat yang dilaksanakan minggu depan. Ia tersenyum senang. Kemudian masuk kantor.

"Syaratnya apa mbk untuk bisa mendapatkan kupon?" tanya Dodi kepada cewek cantik petugas pendaftaran panitia jalan sehat.

"Menunjukkan KTP asli. Itu saja cukup."

"Cuma itu?" Dodi sambil menyodorkan kartu identitas dari dompetnya.

"Ya, cukup. Saya catat NIK-nya dulu. Karena harus kita pastikan peserta jalan sehat, satu orang membawa satu kupon." 

Gadis cantik itu memberikan kupon warna kuning kemudian menjabat tangan.

Dodi senang bukan main. Dengan kupon itu. Ia bisa mewujudkan mimpinya. Ia menghitung-hitung kemungkinan mendapatkan hadiah utama. Menurut informasi yang ada, peserta membatasi peserta sampai lima ribu. Itu artinya bahwa peluangnya mendapatkan hanya 1 bading lima ribu. "Mustahil," pikirnya.

Tak ada jalan lain selain berdoa dengan khusyuk. Bila perlu puasa, tirakat mendapatkan keberuntungan. Disamping itu,  ia mulai membaca artikel-artikel yang berkaitan dengan numerik. Otak atik nomor. Disesuaikan hari dan tanggal pelaksanaan, disesuaikan dengan itungan jawa. Mencari referensi tentang nomor-nomor togel, yang dianggap beruntung.

Alamak! Ia terkejut. Setelah membuka kuponnya, di situ tertara, nomor depan kupon itu angka tiga belas kemudian baru diikuti tahun pelaksanaan jalan sehat. Jadi menurutnya dia mendaftar urutan yang ketiga belas.

Malang tak bisa ditolak, nasib tak bisa dirubah. Menurut pengalamannya dan referensi yang dimiliki. Semua orang menghindari angka tiga belas. Menurut kebanyakan orang angka tiga belas adalah angka sial. Mulai dari gedung sampai tanggal pernikahan, bahkan nomor rumah pasti sangat disarankan untuk menghindari angka 13. "Sialan!" gerutunya. "Kenapa tadi tidak aku lihat dulu, mungkin silau dengan wajah petugas pendafataran itu, sampai-sampai tidak sempat melihat nomor kupon."

Tanpa ba bi bu, ia melesat menuju kantor pendaftaran jalan sehat.

"Boleh tukar Pak," tanya Dodi kepada petugas pendaftaran. Kali ini yang bertugas adalah laki hitam, bertampan sangar, seperti mantan preman.

"Tukar? Kenapa ditukar?" Petugas itu melotot penasaran.

"Kuponku disitu tertera angka 13, boleh ganti yang lain?"

"Memangnya kenapa dengan angka 13? Pertanda sial ya. Itu kan mitos. Zaman android begini masih percaya takhayul. Itu plat nomor saya juga ada angka tiga belasnya, buktinya selama ini aman-aman saja. Tidak pernah kecelakaan. Itu hanya tentang percayaan saja. Jangan percaya!"

"Tapi boleh tukar nggak?"

"Kalau tidak ikut tidak apa-apa,bisa mengundurkan diri, nanti kita tinggal coret, ganti nama yang lain. Tapi kalau tukar tidak boleh. Nomor itu kan sudah masuk database. Jadi tidak boleh dirubah-rubah. Ini terkait tentang kepercayaan sponsor penyelenggara jalan sehat."

Mendengar penjelasan itu. Wajah Dodi murung. Kemudian, ia pulang dengan perasaan kesal. Harapan untuk mendapatkan motor baru, tak bisa dilanjutkan. Ia hanya pasrah. Kemudian mengambil keputusan tidak mengikuti kegiatan jalan sehat itu. 

Tepat hari H, pelaksanaan jalan sehat. Dodi mengurung diri di kamar, kupon itu ia letakkan di atas meja makan. Melihat kupon tergeletak, adiknya mengambil dan membawannya ke acara pelaksanaan jalan sehat. 

Lima ribu orang berjejer rapi, berjalan menelusuri rute jalan sehat yang ditentukan panitia. Di ujung garis finis, mereka berkumpul untuk mendengarkan pembacaan nomor dari panitia yang berada di atas panggung. Berjejer hadiah, mulai dari kecil sampai besar dipamerkan di atas panggung, terkhusus lagi hadiah utama sepeda motor yang sangat mencolok diantara hadiah-hadiah yang lainnya.

Masyarakat nampak kepanasan, dan tak sabar menunggu dibacakan nomor undian hadiah utama.

"Inilah saatnya, waktu yang kita impi-impikan. Pasang telinga baik-baik, buka kuponnya, kemudian berdoa semoga diberi pillihan hadiah utama." kata pemandu acara. Peserta jalan sehat bersorak ramai.

"Nomornya adalah satu tiga dua nol satu delapan. Selamat bagi yang memiliki nomor tersebut, berhak mendapatkan sepeda motor."

Semua orang tertegun. Tak ada satupun nomor dari mereka yang nyangkut.

"Mana! mana! Ayo nomornya siapa? Silahkan maju dan foto bersama untuk penyerahan hadiah," kata pemandu acara berteriak.

Tiba-tiba anak kecil menyeruak maju ke depan di tengah kerumunan ibu-ibu peserta jalan sehat. Lalu ia menyerahkan kupon itu kepada panitia.

"Pemenangnya adalah anak kecil. Namanya siapa dek?"

"Doni." jawab anak itu pendek.

"Pemenangnya adalah Doni." Semua warga histeris, tak menyangka diantara sekian banyak orang tua yang mendapatkan adalah anak kecil.

Lalu Doni foto bersama dengan sepeda motor baru, bersama kru panitia jalan sehat. Selesai acara, semua warga kembali pulang.

"KTP. KTP coba tunjukkan kartunya.!"

Anak itu mengeleng.

"Lupa gak bawa ya. Gak papa. Coba carikan didatabase, nomor ini kepunyaan siapa?"

"Dodi Budi Raharjo," kata petugas komputer.

"Lho kok namanya tidak sama? Ini milik siapa?"

Beberapa panitia kasak-kusuk.

- "Gagal"

- "Tidak Sah"

- "Di ulang saja"

- "Diberikan ke Panitia"

- "Dianggap tidak memenuhi syarat."

-"Disumbangkan ke Panti Asuhan saja."

Anak kecil itu nampak bengong. Sementara di tempat lain, Dodi tetap memandangi foto pacarnya di dalam kamar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun