Mohon tunggu...
Aqil Aziz
Aqil Aziz Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan buah

Mencintai dunia literasi. Penullis di blog : https://aqilnotes.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Niat Baik

17 Juni 2018   07:50 Diperbarui: 17 Juni 2018   07:51 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.embunhati.com

"Bertahun tahun sudah, kunantikan momen semacam ini. Jerih payah, hasil keringat kutukar dengan lembaran rupiah, sedikit demi sedikit lalu menjadi apa yang sudah aku perjuangkan selama ini. Kini saatnya untuk melaksanakan niat itu," kata Asikh kepada istrinya.

"Bukannya aku tak memikirkan kehidupan dan keperluan rumah tangga. Istri dan anak bagiku memang yang pertama. Tapi tidak ada yang lebih mulia daripada membahagiakan orang tua, ya kan Bu?"

Seperti tak membutuhkan jawaban istrinya. Ia terus melanjutkan angan-angannya yang kini menjadi nyata. Ia tetap melanjutkan curhatannya.

"Kata orang, rumah tangga itu letaknya ada di dalam rumah sehingga yang pertama kali dibangun adalah bangunan rumah. Di sana akan ditemui ketenangan dan kebahagiaan. Tanpa rumah mustahil bisa bahagia. Dengan kata lain, meski rumah dengan kulit bambu dan ujuran kecil,  tak jadi masalah. Karena titik poinnya tidak pada bentuk dan ukurannya. Tapi pada wewenang apapun untuk melakukan apa saja di dalam rumahnya sendiri, itulah yang menumbuhkan kebebasan. Hanya dengan kebebasan, manusia akan bahagia. Tapi itu kata orang, bagiku tidak demikian, meski dengan segudang alasan, itu tidak masuk prioritas ku. Rumah penting, tapi belum prioritas, paling tidak untuk sementara ini"

Bu Asikh, tidak menanggapi, ia fokus pada pekerjaan rumah tangga. Ia tetap melanjutkan menggoreng ikan di dapur.

"Jalan menuju bahagia sebenarnya bukan dari diri kita, tapi seberapa besar kita berbagi itulah inti kebahagiaan. Kita jangan egois, untuk apa bahagia sendiri sementara orang lain di rundung masalah. Saya akan mulai buktikan itu, dengan membahagiakan orang lain, kita akan mendapatkan keberkahan. Saya rasa ini alasan yang paling masuk akal."

Pak Asikh lalu menarik kursi, duduk sambil nyruput kopi di meja makan. Kopi panas sejak dibuat istrinya kini mulai dingin, menunggu omelan yang tak kunjung selesai.

"Sudah! Segera diminum kopinya. Dimana-mana orang minum kopi, yang lama itu ngobrolnya daripada minumnya. Kalau toh niat minum, itu sekali tenggak, secangkir kopi mungil itu pasti habis," kata istrinya.

Pak Asikh tersenyum. Tapi ia tetap melanjutkan, ia yakin istrinya dari awal sampai akhir memperhatikan argumennya. Kali ini suaranya sengaja dinaikkan, supaya didengar lebih jelas oleh istrinya.

"Surga itu berada di kaki seorang Ibu, untuk mendapat surganya, seorang anak harus berbakti dan menghormati ibunya. Lagipula mumpung masih hidup. Sedangkan, surganya istri ada di suaminya. Ketaatan dan kepatuhan seorang istri kepada suami, itulah yang akan mengantarkan ia ke surga. Jadi bahagiakan dulu orang tua, taati dan patuhi keputusan suami, maka suami dan istri itu akan mendapatkan ridlo-Nya. Uang 25 juta itu, tak ada artinya apa-apa, jika itu memang refleksi dari tiket masuk surga."

Selesai Pak Asikh ngomong begitu. Bu Asikh langsung menoleh, balik kanan dengan mengernyitkan dahi. "Jadi mau Bapak berikan semuanya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun