Mohon tunggu...
Aqil Aziz
Aqil Aziz Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan buah

Mencintai dunia literasi. Penullis di blog : https://aqilnotes.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Melawan Rumor

11 Juni 2018   06:19 Diperbarui: 12 Juni 2018   00:00 2931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: ilukmana.blogspot.com

Saya pikir, yang seperti inilah, yang membuat setiap laki-laki betah berbincang dengannya. Haq.Haqul yakin. Kalau benar-benar lelaki jantan. Pasti ingin menikahinya. Lihatlah betapa manis senyumnya. Kecerahan wajahnya, sama sekali tidak ada yang percaya kalau ia sudah janda. Masih muda. Cantik. Kalau bukan karena iman yang masih melekat di dalam dada, atau kalau bukan karena ingat anak dan istri di rumah. 

Saya pun bisa terseret menghadapi Sri. Yang kian lama pembicaraanya semakin romantis. Ingat ketika zaman pacaran dulu. Rasa itu kini muncul kembali. Tapi sebagai lelaki yang masih ingin menikmati hidup ini. Rasa khawatir itu tetap ada. Tak ada seorangpun yang berani mendekat dengan kematian. Cukup sudah, dua suaminya itu, sebagai pelajaran bagi kami, semua para lelaki untuk tidak mengulanginya.

"Sebenarnya aku ingin membuktikan, bahwa itu hanya rumor saja. Desas-desus yang disebarkan tetangga akan saya tampik dengan bukti. Bahwa hal itu tidaklah benar. Tapi dengan siapa saya bisa membuktikannya?"

"Maksudmu untuk percobaan?" Aku terkekeh.

Tiba-tiba, mata Sri mulai berkaca-kaca. Seakan-akan menyeret ingatannya ke masa lalu. Ia mulai bercerita.

"Coba mas pikir. Bukankah kematian itu adalah takdir Tuhan. Tak ada seorang pun yang tahu, kapan malaikat maut menjemput. Kematian bukan disebabkan dengan siapa kita menikah. Banyak perjaka yang belum menikah juga mati. 

Sebabnya pun macam-macam. Bukan karena setelah menikahiku terus mati. Memang itu adalah Takdir. Takdir suamiku. Siapa yang tahu, kalau suamiku yang pertama, punya penyakit jantung, ketika setelah akad, malamnya, ia mendengar kabar kalau ibunya jatuh di kamar mandi. Ia langsung meninggal. Sedangkan suami yang kedua, ketika mengajar di dalam kelas tiba-tiba ia tak bisa gerak. Stroke itu, membawanya kepada kematian. Masak aku yang dijadikan sebagai..."

Putus. Sri tak bisa melanjutkan. Kemudian ia menangis.

Saya jadi tidak enak, membuat Sri menangis. Apa kata orang, nanti saya dikira menyakiti hatinya. Saya juga tidak berusaha mengorek masa lalunya. Tanpa ia berceritapun, kami semua sudah tahu. Kisah itu sudah menyebar ke mana-mana. Hampir semua warga desa mengetahuinya. Hanya lelaki yang tak percaya takhyul atau seandainya masih percaya, memang sudah bosan tak ingin hidup lagi, yang bisa menyelamatkan Sri untuk menepis rumor yang beredar itu.

Saya menunggu tangisnya mereda. Setelah suasananya cukup diajak bicara. Saya berusaha mengalihkan ke topik yang lain.

"Kamu hari ini, gak pergi ke pasar, Sri?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun