Selalu tersenyum, jarang mengeluh, sesekali membalikkan tubuhnya untuk menghindari tikar melekat dengan punggung. Setiap hari berdo'a, memohon ampun, berdzikir, dan bibirnya basah dengan bacaan-bacaan ayat suci. Sembilan bulan sudah dia berbaring di atas ranjang.Â
Kalau makan disuapi, sedangkan ketika buang air besar. Ditempatkan di atas kursi, yang dirapatkan dengan meja. Kursi kayu itu sudah dimodif, dilubangi untuk buang kotoran, dan bawahnya ditaruh di ember. Hampir tiga hari sekali dia buang hajat, dibopoh dan dirawat oleh sang istri, Sari. Ia selalu bersabar, terutama mengelap dan membersihkan keringat suami, sebagai pengganti mandi.
"Gimana Pak, kondisinya sekarang?"
"Alhamdulillah selalu baik, bu," jawabnya dengan senyum.
"Sabar pak, ini adalah ujian, semoga kita lulusan dalam ujian ini. Bapak yang sabar. Terutama ketika mau buang air kecil. Karena kadang saya masih repot di dapur atau di rumah tetangga sebelah, nyuci di rumahnya Bu Atun. Lumayan Pak, untuk bertahan hidup."
"Mestinya ibu yang sabar, karena sudah merawat Bapak beberapa bulan. Semoga dalam tetap ridho-Nya."
"Inggih Pak, sama-sama," jawab Asri. "Oya.. saya pamitan dulu Pak, berangkat kerja, nanti setelah dzhuhur baru pulang."
"ya Bu. Semoga diberi kelancaran."
"Amiin."
Di rumah Bu Atin, Sari menimbang baju customer, memilah dan memilih jenis-jenis kainnya, setelah itu mencucinya, dan menyetrika.
"Dua kilo pas, Bu" kata Asri kepada Bu Atun.