Mohon tunggu...
Aqil Aziz
Aqil Aziz Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan buah

Mencintai dunia literasi. Penullis di blog : https://aqilnotes.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Serakah

18 Mei 2018   14:44 Diperbarui: 18 Mei 2018   14:37 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wajahnya pucat. Terlihat Panik. Jalannya mondar-mandir. Pikirannya kacau. Barusan dia ditagih debt colector. Sudah dua bulan ini, cicilan tak terbayar. Gaji bulanan sebagai pegawai perusahaan juga belum keluar. Bingung. Dua batang rokok, habis. Datang istrinya mengantarkan kopi di atas meja.

"Sabar Pak, Sabar. Semoga ada jalan keluarnya." Pak Tomo diam saja. Tak menanggapi saran istrinya.

"Semuanya butuh proses, tidak bisa langsung. Bapak sendiri yang bilang, kita harus mulai sedikit demi sedikit. Tokoh ini adalah bukti bahwa kita bisa melangkah lebih jauh. Lihat sekarang kita sudah punya apapun. Mobil ada, rumah, toko, dan usaha lainnya kita telah dimudahkan yang Maha Kuasa. Bapak tinggal sabar sedikit saja. Saya yakin akan tiba waktunya untuk panen. Semuanya butuh proses."

Tetap dalam posisi yang sama. Saran istrinya dianggap angin lalu. Ia mematikan batang rokok terakhir di atas asbak. Ia butuh ketenangan. Mencoba mengingat semua usaha yang telah dilakukannya selama ini.

Dulu memang Pak Tomo adalah pegawai rendahan. Gaji cekak. Tapi kondisi hidupnya mulai berubah setelah menikah. Pikiran bisnisnya tumbuh subur. Dia tidak mau lagi hidup hasil dari gaji pegawai, yang hanya mampu untuk bernafas dan bertahan hidup. Pas pasan. Sejak itu, dia mengajak istrinya untuk jualan snack ringan, di buatlah toko kecil di depan rumah. Awalnya malu-malu. Lama-lama menjadi biasa. Sedikit demi sedikit mulai terlihat keuntungan. Akhirnya bisa bangun, toko lebih besar, beli rumah, dan beli mobil. Sekarang hidupnya sudah mapan. Meski terlihat kaya, tetap saja punya hutang.

"Namanya usaha, ya, tidak bisa lepas dari hutang. Hutang itu biasa. Gak usah dipikir. Yang penting menikmati hidup. Mengalir apa adanya," jawab Pak Tomo, ketika ditanya tetangganya Pak Amin, tentang kunci sukses.

****

Pegawai perusahaan mulai kusak kusuk. Kabarnya Pak Tomo mau mencalonkan diri melalui Partai Bela Rakyat (PBR). Ada yang setuju ada yang tidak. Mereka mulai berargumen. "Kita harus netral, meski sama-sama menjadi teman se kantor. Partai boleh beda, hati tetap satu. Semua orang punya prinsip sendiri. Itu hak dia, dan ini adalah hak saya. Saya sudah menggunakan hak saya. Hak untuk tidak memilih," ujar Budi bagian salesman perusahaan.

"Seharusnya kita sebagai teman seperjuangan dan teman sekantor. Kita wajib mendukung. Ingat itu adalah teman kita. Kita tahu betul siapa dia, kita tidak memilih kucing dalam karung. Kita tidak mudah terbuai dengan janji-janji manis. Yang seperti biasa politisi gadungan lakukan. Mereka janji setelah jadi lupa. Ini teman kita. Kita tahu rumah dan lokasinya. Kita tahu keluarganya. Kalau toh jadi, syukur-syukur kita sebagai teman akan mendapatkan dampak positifnya," kata Susan menimpali.

"Kalau aku, yang penting ada uang kita jalan. Ada dana kita pilih. Hal ini bukanlah materialis, bukan pula mata duwitan. Tapi ini adalah balas jasa yang impas. Mereka beri, kita beri, ini namnya sama-sama untung. Karena kita sebagai rakyat, tidak mau buntung terus. Kita capek dibodohi. Kita sudah bosan." Ujar Budi menambahi. Tiba-tiba mereka mengambil posisi duduk di meja kerjanya masing-masing. Bos besar datang, mendengar apa yang mereka bicarakan.Tidak ada yang berani meneruskan pembicaraan.

"Kembali kerja," kata bos, pendek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun