Mohon tunggu...
Muhammad Aqiel
Muhammad Aqiel Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aqil, Rekam Jejak "Tukang Tulis Zaman Now"

13 Januari 2018   21:12 Diperbarui: 13 Januari 2018   21:15 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lahir di Kota Agung, 4 oktober 1998 dari tiga bersaudara. Namanya Muhammad Aqil, dikenal sebagai sosok yang puritan-tapi bukan tak menarik, kehidupannya diwarnai perjuangan yang tak semata-mata seperti kisah Hollywood yang penuh kejutan; sejak kecil ia sudah  terbiasa membantu pamanya berdagang di pasar, berjualan, bahkan sekedar bergotong royong bersama warga sekitar yang pernah ia geluti saat berumur 6 tahun.

Sejak TK ia dibesarkan di Bandar Lampung. Anak kecil seumurannya paling tidak, terbiasa bermain di luar rumah atau sekedar belajar dan bersepedah, lain halnya dengan Aqil-dikenal sebagai sosok Intovert-jarang sekali keluar rumah, waktunya di-isi dengan membaca karya-karya sastra maupun kolom-kolom yang ada si Lampost minggu, bahkan tulisannya Om Pram (Pramodya  ananta toer ) pernah ia baca, sekalipun bingung orang ini (pram) mau bahas apa. **

 Beranjak ke Sekolah Dasar. Ia disekolahkan di SD Kartika Jaya II-5 dimana sekolah itu sangat bergengsi hingga kini. Terjaminnya pendidikan juga fasilitas yang memadai tak lantas membuat Aqil sapaan akrab kawan kecil membuatnya sombong, enggan bergaul dengan anak-anak di sekitar rumah; ia tidak peduli siapa yang kaya-siapa yang miskin. Dari sinilah pemikiran Humanis mulai tumbuh seiring lingkungan dimana Aqil dibesarkan.

"berkawan sama siapa saja, bajingan pun saya kawani asal pantas. Miskin dan kaya itu urusan orang tua, kamu kaya-karena siapa kamu bisa kaya."katanya mengenang.

Dimusuhi, bahkan dijauhi, hampir tak punya kawan sama sekali begitu miris masa kecil  aqieldi sekolahnya karena kecaman tadi; ada ketimpangan antara si miskin dan si kaya-dimana budaya Hedonis sudah tertanam melalui sekolah-sekolah yang di anggap Faforit.

Suatu saat Aqil membeberkan kepada gurunya apa yang diresahkannya selama ini.

"kenapa keadilan itu tidak terasa diranah pendidikan kita." kelas menjadi hening, guru pun terdiam.

Hidup di lingkungan sederhana membuat kepekaan Aqil mulai berkembang, ayahnya hanya seorang pedagang. Sering  dibilang cerdas walau tidak seberapa pintar karena kurang getol kalau belajar, bahkan pamannya sering kerepotan gegara tingkah laku ponakannya yang belajar hanya menjelang Uas.  saat itu Aqil baru menginjak kelas 4 SD.

Semasa hidupnya Aqil selalu rindu akan kenakalan masa kecilnya. Kini ia besar karena sifatnya yang aneh. Suka membesarkan orang lain, kadang suka traktir makan sama orang yang baru dikenalnya; kenalan lansung seperti saudara. Menurut Irfan sahabatnya, "aqil itu adalah pendiam yang banyak kawan."ujarnya sembari mengenang.

***

Oku Timur yang dikenal sebagai penghasil duku paling enak di Sumatera Selatan. Adalah tempat dimana aqil menuntaskan masa-masa remajanya di SMPN 1 Martapura.  Di sini prestasi nya membengkak mulai dari akademik hingga Non akademik.  Berbagai torehan yang ia goreskan bukan bererti membuat hidupnya nyaman, Aqil merasa dirinya perlu kembali ke bandarlampung berupaya melanjutkan masa mudanya di kota tapis berseri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun