Mohon tunggu...
Hayu Vandy P
Hayu Vandy P Mohon Tunggu... -

Just ordinary man.. Masyarakat yang peduli Demokrasi.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Potensi Kesalahan dan Rekayasa Lembaga Survei Pilkada untuk Tujuan Subjektif

30 Juni 2018   10:34 Diperbarui: 3 Juli 2018   15:41 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Survey adalah sebuah kegiatan untuk mengetahui parameter perilaku dan karakteristik populasi untuk maksud serta tujuan penelitian, tujuan penelitian pemilukada adalah mengetahui pilihan Individu dalam populasi pemilih terhadap calon yg ada.

Sedangkan Populasi adalah seluruh Individu yang memiliki kriteria atau kategori sesuai batasan penelitian yang diteliti atau disurvey, Populasi untuk Pemilukada adalah semua Individu yg memiliki hak pilih pada masing-masing daerah.

Untuk mengetahui perilaku seluruh populasi dengan alasan penghematan waktu dan biaya maka digunakan metodologi statistik lewat survey yang dilakukan oleh peneliti terhadap sample, namun ada Filosofi dasar yg harus dihindari dalam penggunaan metode statistik adalah bahwa statistik sangat mudah digunakan sebagai sarana membuat "kebohongan" yang seakan dibungkus dengan alasan ilmiah. Tetapi hal Ini tentunya dapat dihindari dengan integritas para peneliti atau lembaga survey.

Mengutip pernyataan Ahli statistik Prof. Andi Hakim Nasution (Alm) "jangan pernah menggunakan data statistik untuk berbohong ataupun menipu, karena kebohongan lewat statistik akan sulit diketahui oleh umum sampai hal tersebut terbukti salah".

Dikarenakan potensi melakukan kebohongan melalui survey lewat metode statistik sangatlah rawan, maka banyak sekali buku yg menulis bagaimana ilmu statistik dapat digunakan untuk berbohong.

Tentunya tujuan utama buku-buku tersebut dibuat agar "ilmu statistik" tidak disalahgunakan untuk berbohong, tetapi bagi yang berniat tidak baik, bisa saja ulasan dalam buku-buku tersebut justru digunakan guna merancang survey untuk melakukan kebohongan yang dibungkus serapi mungkin dengan alasan "ilmiah", kesimpulannya bahwa penggunaan data statistik sangat tergantung pada moral dan integritas peneliti yang melakukan penelitian atau surveyor.

Survey Pemilukada termasuk kategori penggunaan metode statistik non-parametrik, metode statistik model ini dianggap sangat rawan terhadap subyektivitas peneliti dikarenakan obyek yang diteliti multitafsir dengan perilaku individu yang sangat dinamis serta penafasiran terhadap hasil sangatlah luas. Terdapat perkiraan minimal 6 (enam) tahapan survey Pemilukada : Rancangan Penelitian, Rancangan Pertanyaan, Penetapan Sampel, Pelaksanaan Penelitian/Survey, Pengolahan Data, Publikasi Laporan.

Seperti diuraikan diatas bahwa survey ditujukan untuk mengetahui perilaku seluruh Individu dalam populasi yg di survey, maka rancangan penelitian harus dilakukan secara obyektif, Jika tujuannya subyektif maka itulah awal terjadinya "kebohongan" statistik, potensi kebohongan survey lewat statistik terdapat pada semua tahapan, tetapi yang paling rawan adalah pada tahapan rancangan pertanyaan, penetapan sampel, dan pengolahan data. Dikarenakan semua tahapan ini mutlak menjadi "kewenangan" peneliti sehingga menjadi rawan subyektivitas, karakteristik populasi untuk survey Elektabilitas Pemilukada menggunakan metode "stratified sampling", tetapi metode ini masih bisa rawan kesalahan atau sangat rawan penyimpangan subyektivitas peneliti/surveyor.

Kredibilitas peneliti/surveyor dinilai dari seberapa besar ketepatan hasil survey perilaku sampel dengan hasil perhitungan riil (perilaku seluruh populasi), bukan dari seberapa kesesuaian prediksi pemenang Pemilukada. Kita sering disajikan istilah "Margin Error" pada setiap survey yang dalam statistik biasa disebut "galat" atau ketepatan bias ke atas dan ke bawah dari titik perkiraan hasil survey sampel. Angka margin error berguna jika proses tahapan survey  betul-betul menggunakan kaidah-kaidah ilmu statistik yang prudent dan dilakukan secara obyektif, namun jika tidak maka semua hasil survey adalah kebohongan. Terdapat kira-kira 3 (tiga) penyebab terjadinya perbedaan signifikan antara hasil survey dengan hasil perhitungan riil : perekayasaan metode survey, kesalahan metodologi yang tidak disengaja, perubahan perilaku populasi yang sangat drastis setelah survey dilaksanakan.

Bias-1 (satu) Perkeyasaan hasil survey dilakukan seakan-akan ilmiah dengan cara mengarahkan rancangan penelitian, rancangan pertanyaan, dan penetapan sampel yang dipilih untuk menguntungkan pihak yang "memesan" survey, cara inilah yang murni "kebohongan" dengan menggunakan ilmu statistik sebagai alat.

Bias-2 (dua) Kesalahan metodologi yang tidak disengaja bisa terjadi karena kesalahan rancangan penelitian, rancangan pertanyaan, dan pengambilan sampel yang salah. Hal yang seperti ini disebut "kebodohan" peneliti atau lembaga survey yang merugikan semua pihak.

Bias-3 (tiga) adalah terjadinya perubahan perilaku populasi yang sangat drastis setelah dilakukan survey, jika ini terjadi maka peneliti/surveyor harus membuka asumsi-asumsi yang digunakan saat survey dilakukan apakah memang terjadi perbedaan signifikan.

Maka untuk menilai "Profesionalisme" lembaga survey dilihat seberapa jauh kemampuan menghindari bias-2 (dua) dan bias-3 (tiga), sedangkan untuk menillai "Kredibilitas" dapat dilihat seberapa jauh lembaga survey untuk tidak melakukan bias-1 (satu) atau perekayasaan survey. Setiap pengumuman hasil survey selalu disajikan :  jumlah sampel, metode sampling, hasil survey, margin error, pernyataan "jika pemilihan dilakukan hari ini maka hasilnya adalah...", dan inilah salah satu bentuk pengumuman (disclaimer) lembaga survey ke publik.

Dalam teori "demokrasi kapitalis" terdapat kira-kira 4 (empat) faktor penentu kemenangan : Pemodal, Lembaga Survey, Media Massa, dan Pemilih. Tentunya kita bertanya kenapa Pemilih ditempatkan di posisi terakhir??, karena pemilih bisa diarahkan melalui faktor Pemodal, Lembaga Survey, Media Massa dan/atau lewat kekuasaan. Dengan komposisi seperti ini, tentu banyak pihak berkepentingan bersedia membayar lembaga survey yang "mau merekayasa" untuk digunakan sebagai : Mencari Pemodal, Mengarahkan Pemilih, Menaikkan Moral dan semangat Tim Pemenangan, "mengancam" Penyelenggara pemilukada agar searah dengan hasil survey. Permasalahan utama adalah bahwa tidak sedikit lembaga survey bertindak sebagai konsultan politik calon Pemilukada, dan jika ini terjadi maka sangat sulit dipercaya bahwa lembaga survey tersebut bersifat obyektif dan netral.

Sebagai penyegaran mari kita amati Pilgub Jawa Barat 2018, disurvei elektabilitas rilis pertengahan juni beberapa lembaga survey (tanpa menyebutkan Lembaga) dengan yakin dan kompak menempatkan 2 (dua) pasangan calon dari 4 (empat) pasangan kandidat di angka 1 (satu) digit, namun pada saat selesai Penghitungan suara tanggal 27 Juni 2018, mereka (lembaga survey) pun merilis hasil "Quick Count" masing-masing lembaga survey dengan hasil yang sangat signifikant dan mengejutkan pada kedua pasangan calon tersebut. Pasangan calon tersebut  berhasil meraih angka 2 (dua) digit dengan margin eror "sampai dua ratus persen lebih" dibanding hasil survei terakhir mereka dipertengahan Juni 2018. Hal ini terjadi pula di Pilgub Jawa Tengah terhadap salah satu pasangan calon, dan beberapa daerah lain yang menggelar perhelatan yang sama. Apakah ini termasuk dalam Bias-3 (tiga) terjadinya perubahan perilaku populasi yang sangat drastis setelah dilakukan survey?... , tentu tidak karena akan banyak pernyataan maupun bukti untuk membantah asumsi ini.

Sembari menunggu rilis "Real Count" resmi yang dilakukan pihak KPUD masing-masing, banyak harapan dari masyarakat yang peduli pada demokrasi teruntuk pada KPU maupun Bawaslu agar lebih memperketat regulasi, pengawasan, maupun sanksi kepada lembaga survey yang terbukti tidak profesional dan tidak kredibel, guna lebih memperbaiki lagi kualitas berdemokrasi Bangsa kita ini kedepannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun