Mohon tunggu...
Hayu Vandy P
Hayu Vandy P Mohon Tunggu... -

Just ordinary man.. Masyarakat yang peduli Demokrasi.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Potensi Kesalahan dan Rekayasa Lembaga Survei Pilkada untuk Tujuan Subjektif

30 Juni 2018   10:34 Diperbarui: 3 Juli 2018   15:41 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bias-3 (tiga) adalah terjadinya perubahan perilaku populasi yang sangat drastis setelah dilakukan survey, jika ini terjadi maka peneliti/surveyor harus membuka asumsi-asumsi yang digunakan saat survey dilakukan apakah memang terjadi perbedaan signifikan.

Maka untuk menilai "Profesionalisme" lembaga survey dilihat seberapa jauh kemampuan menghindari bias-2 (dua) dan bias-3 (tiga), sedangkan untuk menillai "Kredibilitas" dapat dilihat seberapa jauh lembaga survey untuk tidak melakukan bias-1 (satu) atau perekayasaan survey. Setiap pengumuman hasil survey selalu disajikan :  jumlah sampel, metode sampling, hasil survey, margin error, pernyataan "jika pemilihan dilakukan hari ini maka hasilnya adalah...", dan inilah salah satu bentuk pengumuman (disclaimer) lembaga survey ke publik.

Dalam teori "demokrasi kapitalis" terdapat kira-kira 4 (empat) faktor penentu kemenangan : Pemodal, Lembaga Survey, Media Massa, dan Pemilih. Tentunya kita bertanya kenapa Pemilih ditempatkan di posisi terakhir??, karena pemilih bisa diarahkan melalui faktor Pemodal, Lembaga Survey, Media Massa dan/atau lewat kekuasaan. Dengan komposisi seperti ini, tentu banyak pihak berkepentingan bersedia membayar lembaga survey yang "mau merekayasa" untuk digunakan sebagai : Mencari Pemodal, Mengarahkan Pemilih, Menaikkan Moral dan semangat Tim Pemenangan, "mengancam" Penyelenggara pemilukada agar searah dengan hasil survey. Permasalahan utama adalah bahwa tidak sedikit lembaga survey bertindak sebagai konsultan politik calon Pemilukada, dan jika ini terjadi maka sangat sulit dipercaya bahwa lembaga survey tersebut bersifat obyektif dan netral.

Sebagai penyegaran mari kita amati Pilgub Jawa Barat 2018, disurvei elektabilitas rilis pertengahan juni beberapa lembaga survey (tanpa menyebutkan Lembaga) dengan yakin dan kompak menempatkan 2 (dua) pasangan calon dari 4 (empat) pasangan kandidat di angka 1 (satu) digit, namun pada saat selesai Penghitungan suara tanggal 27 Juni 2018, mereka (lembaga survey) pun merilis hasil "Quick Count" masing-masing lembaga survey dengan hasil yang sangat signifikant dan mengejutkan pada kedua pasangan calon tersebut. Pasangan calon tersebut  berhasil meraih angka 2 (dua) digit dengan margin eror "sampai dua ratus persen lebih" dibanding hasil survei terakhir mereka dipertengahan Juni 2018. Hal ini terjadi pula di Pilgub Jawa Tengah terhadap salah satu pasangan calon, dan beberapa daerah lain yang menggelar perhelatan yang sama. Apakah ini termasuk dalam Bias-3 (tiga) terjadinya perubahan perilaku populasi yang sangat drastis setelah dilakukan survey?... , tentu tidak karena akan banyak pernyataan maupun bukti untuk membantah asumsi ini.

Sembari menunggu rilis "Real Count" resmi yang dilakukan pihak KPUD masing-masing, banyak harapan dari masyarakat yang peduli pada demokrasi teruntuk pada KPU maupun Bawaslu agar lebih memperketat regulasi, pengawasan, maupun sanksi kepada lembaga survey yang terbukti tidak profesional dan tidak kredibel, guna lebih memperbaiki lagi kualitas berdemokrasi Bangsa kita ini kedepannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun