Mohon tunggu...
Aprilia Kusuma Dewi
Aprilia Kusuma Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS GADJAH MADA

Menyukai hal-hal baru

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menggali Kekayaan Budaya dalam Perjalanan ke Desa Wisata Batuan, Bali

27 November 2024   13:56 Diperbarui: 27 November 2024   14:11 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Dokumen Pribadi) 

Apa yang terlintas di benak Anda saat mendengar Bali? Pantai eksotis, pura megah, atau seni tradisional yang khas? 

Ada sebuah desa di Bali yang menawarkan pengalaman budaya lebih mendalam daripada sekadar panorama indah yaitu Desa Batuan. Terletak di Gianyar, desa seni ini menyimpan kekayaan budaya dan kearifan lokal yang mengakar kuat di setiap sudutnya. Mulai dari mempelajari seni lukis hingga merasakan energi tari kecak yang magis, Desa Batuan membawa kami menyelami warisan budaya yang tak ternilai, membuka mata akan indahnya tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Saat pertama kali memasuki Desa Batuan, suasana damai dan keramahan penduduknya segera menyambut kami. Desa ini dikenal sebagai salah satu desa tua di Bali yang masih teguh melestarikan seni dan budayanya. Terletak sekitar 7 km dari Ubud, Desa Batuan telah lama menjadi magnet bagi wisatawan dan pencinta seni, terutama yang ingin belajar lebih dalam tentang seni tradisional Bali. Sebelum memulai eksplorasi, kami berkumpul di sebuah pendopo yang nyaman. Di sinilah, kami pertama kali diperkenalkan pada sejarah Desa Batuan langsung dari Kepala Desa Batuan yaitu Bli Ari Anggara. Beliau menjelaskan bahwa desa ini sudah dikenal sebagai pusat seni sejak berabad-abad lalu, dengan seni lukis, ukir, dan tari yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Di Batuan, kami diajak untuk memahami seni yang hidup dalam setiap gerakan dan sapuan kuas, di setiap sketsa dan nyanyian. Salah satu seniman lokal menceritakan tentang bagaimana seni lukis Batuan berkembang sejak abad ke-20, saat pelukis lokal mulai menggambarkan kehidupan sehari-hari mereka, alam, dan nilai spiritual dalam karya mereka. Melalui penjelasan yang penuh antusias, saya mulai menyadari bahwa seni di desa ini tidak sekadar ekspresi estetik, melainkan cermin kehidupan dan identitas masyarakatnya. 

Setelah mendengarkan sejarah yang menarik, kami diberi kesempatan untuk belajar teknik melukis khas Batuan. Dengan bimbingan para seniman lokal, kami mendapatkan informasi baru yang menarik bahwa terdapat empat teknik dasar lukis Batuan, yaitu Ngorten, membuat sketsa awal sebagai dasar lukisan.  Teknik ini mungkin terlihat sederhana, namun dibutuhkan kesabaran dan ketelitian dalam setiap garis yang dibuat. Nyeket, yaitu menebalkan garis-garis sketsa agar terlihat lebih jelas. Tahapan ini membantu memberikan karakter pada lukisan dan membuatnya lebih hidup. Selanjutnya, Ngucek, di mana tinta dan dua kuas digunakan untuk menciptakan gradasi atau efek 3D pada lukisan. Tahapan ini adalah yang paling menantang, karena dibutuhkan keterampilan dan pengendalian yang baik agar hasilnya tetap halus dan tidak berlebihan. Terakhir, tahap Manyunin, yaitu menambahkan layer atau lapisan pada objek untuk memberikan dimensi tambahan. 

Hasil Lukisan (Sumber: Dokumen Pribadi) 
Hasil Lukisan (Sumber: Dokumen Pribadi) 

Pada saat itu, karena waktu yang terbatas kami diberi kesempatan untuk mencoba teknik ngucek dan manyunin, seniman lokal memberikan sebuah kertas yang sudah memiliki gambar. Kemudian, kami diajak untuk meneruskan dengan cara memberikan goresan gradasi dengan menambahkan layer untuk menciptakan efek 3D pada gambar dan memberikan kami untuk mengekspresikan kreativitas. Dengan teknik ini, lukisan Batuan terlihat lebih kaya dan mendalam, seolah mengajak siapa saja yang melihatnya untuk larut dalam setiap detailnya. Di tengah-tengah proses melukis, seniman-seniman lokal dengan ramah membimbing kami. Mereka menjelaskan bahwa setiap lukisan Batuan tak hanya menggambarkan keindahan visual, tetapi juga sarat makna filosofi yang mengakar dalam budaya Bali. Seni lukis ini mengajarkan kami tentang nilai kesabaran, ketekunan, dan penghargaan terhadap proses.

Dari workshop lukis, kami kemudian diarahkan menuju pura desa (Pura Puseh Batuan). Sebelum masuk ke dalam, kami dipersilakan untuk mengenakan kain khas Bali yang disediakan oleh penjaga setempat. Dalam balutan kain yang sederhana namun sarat makna, kami merasa menjadi bagian dari komunitas ini. Memasuki pura, aroma dupa menyambut kami, menambah suasana sakral yang begitu khas. Di dalam pura, kami diberikan waktu untuk mengamati simbol-simbol keagamaan yang terpahat pada setiap sudut bangunan. Kami diajak memahami bagaimana keindahan arsitektur Bali tidak hanya sekadar estetika, tetapi juga merupakan representasi spiritual dari filosofi hidup masyarakatnya. Di sini, kami belajar bahwa setiap detail arsitektur dan hiasan pada pura memiliki makna yang mendalam, mulai dari simbol perlindungan hingga keseimbangan antara alam semesta, manusia, dan roh.

Setelah puas menikmati suasana sakral pura, kami diajak untuk berjalan sambil melihat kehidupan masyarakat desa Bali di sekitar perjalanan menuju ke sebuah workshop kesenian tari. Menariknya, kali ini kami tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga peserta yang turut terlibat dalam pengalaman yang interaktif. Seorang penari lokal tampil di depan kami, mengenakan serangkaian topeng yang mewakili 9 karakter berbeda. Dalam setiap gerakan, ia berhasil menampilkan perubahan karakter yang menakjubkan -- dari sosok yang penuh wibawa hingga ekspresi yang lucu dan menggelitik.

(Sumber: Dokumen Pribadi) 
(Sumber: Dokumen Pribadi) 

(Sumber: Dokumen Pribadi) 
(Sumber: Dokumen Pribadi) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun