Mohon tunggu...
Aprilia Ferdiana
Aprilia Ferdiana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Menuliskan sesuatu yang semoga bisa menginspirasimu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dalam Diam

6 Juli 2020   20:57 Diperbarui: 6 Juli 2020   21:27 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah kau pecahkan sebuah teka-teki yang terperangkap dalam keheningan seorang manusia? Berharap bisunya ingin dimengerti namun apalah daya yang dituju tambah menjauhi. Ia yang setiap detiknya menunggu, sedangkan yang dituju semakin lupa dengan lugu. Perjalanan waktu memang perlahan mengobati akan luka hati yang tak terperi. Namun dengan mudahnya waktu pun kembali memunculkannya, menguji apakah ia benar-benar telah hilang dari daftar yang dinanti. Tapi satu hal yang harus diketahui, tak semua yang kembali bisa sama harganya saat semula.

Sekali waktu, ditemukan seorang perempuan merenung murung memikirkan pujaan hati yang belum tentu menjadi takdirnya. Perasaannya halus dan begitu dalam sehingga apabila suatu masa ia harus terjatuh, lukanya pun tak sungkan. Tegarnya begitu agung, ribuan maaf darimu pun akan disuguh hangat dalam ruang seluas samudera hatinya. Namun sialnya, seperti kaset yang diulang-ulang, kau pun melakukan hal yang tak ada bedanya. Dengan mudahnya meminta untuk tetap ada sedangkan kau tak pernah benar-benar ada untuknya. Hilang dan kembali sesuka hati.

Lain waktu, ditemukan seorang anak terdiam di ujung telepon. Tak ada yang benar-benar dibencinya sekarang selain jarak. Ingin memeluk namun tangan tak sampai mencapai ribuan kilometer. Di ujung telepon yang lain, seorang ibu tetap mengoceh mengingatkan agar jangan melupa soal ibadah dan kesehatan. Walaupun aslinya, hati sangat merindu. Ingin terisak, takut tersiksa. Bukan, tapi takut menyiksa. Mungkin itu yang terbaik, menutupi luka dan bersabar akan datangnya hari indah di masa depan. Perantau pasti mengerti.

Namun di setiap waktu, ada Sang Pencipta yang dalam diam menunggu hambaNya kembali menumpahkan segala kesesakan duniawi yang tak abadi ini. Sebelum diam, tentu Dia memberikan ujian dan cobaan kepada seseorang untuk membuatnya kuat. Entah ujian kebahagiaan atau kepedihan, selalu ingatlah kepada pembuat skenario yang indah itu. Dia sebenarnya selalu memanggil, namun terkesan diam karena kita yang tak peka akan kerinduanNya.

Diam menginginkan kepekaan. Tak perlu menuntut, hanya perlu kesadaran. Jika peka sudah dirasa, wujudkanlah dengan perlakuan yang lebih baik untuk menghargainya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun