Mohon tunggu...
Aprilia Safira
Aprilia Safira Mohon Tunggu... Lainnya - --

nn

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Dilema Rencana Megaproyek Kanal Kra bagi Indonesia

30 November 2018   17:12 Diperbarui: 30 November 2018   17:22 2051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.shutterstock.com

Sebelum membahas tentang apa itu Kanal Kra disini saya akan membahas bagaimana dan latar belakang direncanakannya megaproyek yang mengundang banyak polemik khususnya bagi geopolitik, geostategi dan geoekonomi Negara -- Negara di kawasan Asia Tenggara. Seperti yang kita ketahui Cina memiliki sebuah strategi yang sedang gencar mereka realisasikan saat ini. 

Kebijakan Negara Tiongkok yang dikenal dengan One Belt One Road merupakan strategi yang dilakukan dalam rangka menguatkan perekonomiannya di wilayah Asia, Eropa dan Afrika. Kebijakan yang disebut juga dengan Silk Road ini juga merupakan salah satu strategi yang ditempuh oleh Cina dalam pertarungan pengaruh geopolitik dengan Amerika Serikat. Dalam visi besar jalan Silk Road ini berupa pembangunan kanal Kra di selatan Thailand.

Seperti Terusan Suez pembangunan kanal ini bertujuan untuk memperpendek lintasan kapal dari Laut Andaman ke Laut Cina Selatan dan sebaliknya tanpa harus melintasi semenanjung Malaka. Selain itu pembangunan tujuan kanal tersebut adalah untuk menjadi jalur alternatif Selat Malaka yang dinilai sempit, padat lalu lintas, rawan dan rute perdagangan tersibuk di dunia, yang menghubungkan Cina, Jepang dan negara-negara Asia Timur lainnya dengan ladang minyak di Timur Tengah dan pasar utama di Eropa, Afrika dan India.

Jika kita lihat dari sejarahnya sendiri sebenarnya rencana pembangunan proyek Kanal Kra ini sudah ada sejak abad ke -- 17. Gagasan itu muncul dari raja Thailand ketika seorang insinyur Perancis De Lamar melakukan survei perihal kemungkinan membangun terusan laut yang menghubungkan Songkhla dengan Marid.

Namun kini rencana pembangunan kanal tersebut merupakan joint ventura yang dilakukan oleh China dengan Thailand dalam menyukseskan strategi China dalam membangun jalan Sutra yang mereka cita -- citakan. Selain itu dengan pembangunan kanal tersebut dinilai akan membantu meningkatkan perekonomian Thailand.

Apabila proyek ini benar -- benar direalisasikan maka akan sangat mempengaruhi dinamika geopolitik Asia Tenggara khususnya bagi Thailand, Singapura dan Indonesia tentunya. Nantinya kapal -- kapal dagang  yang biasanya melintasi semenanjung Malaka lebih memilih melintasi jalur Kra karena menghemat waktu dan biaya. 

Seperti telah kita ketahui semenanjung Malaka menjadi jalur transportasi laut Internasional terpenting di Dunia yang menghubungkan Samudera Hindia dengan Samudera Pasifik melalui Laut Cina Selatan dan merupakan rute laut terpendek antara kawasan timur tengah sebagai daerah penghasil minyak dan negara-negara pengguna minyak di kawasan Asia Timur dan Tenggara. Selat Malaka merupakan choke point minyak terbesar kedua di dunia setelah Selat Hormuz.

Dalam hal ini tentunya menjadi pukulan keras bagi Negara -- Negara yang menggantungkan sector perekonomiannya pada keberadaan selat Malaka, dalam hal ini yang sangat mencolok adalah negara Singapura. 

Selama ini Negara Singapura mendapat keuntungan dari kapal -- kapal yang melewati selat Malaka. Seperti yang kita ketahui bahwa Negara ini menggantungkan sector perekonomiannya pada sector jasa dan industry dengan porsi masing -- masing terhadap PDB sebesar 76,3% dan 23,8%. Jika selat malaka kita asumsikan sebagai tol darat maka Singapura merupakan rest areanya. Jadi secara ekonomi Singapura sangat bergantung pada selat Malaka.

Lalu bagaimana dengan Indonesia yang juga bergantung pada selat malaka? Strategi tersebut tentunya juga akan memberikan pengaruh pada perekonomian laut bagi Indonesia jika tidak disikapi dengan bijaksana. 

Selama ini ada kesan Indonesia memiliki bargaining position dalam percaturan geopolitik global karena faktor geografis dengan keberadaan Selat Malaka. Namun beberapa pakar dan ahli maritim berpendapat pembangunan Kanal Kra ini tidak menimbulkan dampak signifikan terhadap Indonesia. 

Indonesia justru diharapkan dapat mengambil peluang jika proyek ini benar-benar terlaksana. Indonesia masih punya beberapa opsi antisipasi yang justru saya nilai lebih menguntungkan apabila terusan ini benar-benar beroperasi. Karena dari keberadaan selat malaka sendiri, sebelumnya Indonesia telah mendesain batam menjadi pelabuhan transshipment terbesar untuk menyaingi Singapura, namun pada kenyataannya hingga saat ini posisi batam belum bisa menandingi Singapura.  

Alasan kenapa adanya kanal ini menjadi salah satu hal yang menguntungkan bagi Indonesia adalah pertama, ada Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara. Jika, Terusan Kra benar-benar beroperasi, Kuala Tanjung bisa menjadi pelabuhan transit paling strategis untuk kapal-kapal yang akan mengirim barang ke Indonesia tanpa harus melewati Singapura. Tentu saja, karena letak pelabuhan berskala internasional ini hampir satu jalur dan berhadapan langsung dengan Terusan Kra.

Kedua, Indonesia memiliki Aceh, tepatnya di Pulau Sabang atau Pelabuhan Malahayati. Tentu saja, Aceh juga akan diuntungkan karena juga berhadapan langsung dengan salah satu pintu terusan tersebut. Tetapi penggunaan pelabuhan dikedua wilayah ini kini menjadi salah satu tantangan bagi rumah tangga Indonesia sendiri yaitu untuk menciptakan pelabuhan transshipment berskala Internasional apabila Kra tersebut terealisasi. Hal ini sebenarnya pernah digagas pada masa pemerintahan presiden Prof BJ Habibie. 

Gagasannya saat itu, adalah dengan mengaktifkan sebuah Pelabuhan Internasional di Sabang sebagai pelabuhan transit bagi seluruh kapal-kapal dagang, yang selama ini dilakukan oleh Singapura, pembangunan infrastruktur alur pelayaran ini saya kira akan lebih efisien tanpa harus terkait dengan Program One Belt One Road (OBOR) dari Cina.

Itulah mengapa hal tersebut menjadi tantangan besar bagi rumah tangga Indonesia nantinya, yaitu apabila pembangunan Infrastruktur tersebut tidak bergantung Negara lain khususnya China. Karena kebijakan OBOR yang diterapkan di Negara lain malah justru menimbulkan gejolak perekonomian baru dinegara tersebut dari bantuan dana yang dikucurkan oleh China.

Di samping rencana strategi  dibukanya pelabuhan transshipment di Aceh untuk menghimpun keuntungan dari keberadaan Kanal Kra, dengan adanya jalur kapal yang langsung ke China diperkirakan dampaknya akan sangat baik dari segi alur dan peraturan pelayaran karena Indonesia akan terbebas dari 'externalities'. Tidak hanya itu, kapal internasional dengan tujuan Tanjung Priok bisa langsung menuju ke pelabuhan tersebut tanpa harus berurusan dengan Malaysia atau Singapura.

Kemudian dari segi lingkungan laut , sebenarnya pembangunan Terusan Kra akan berdampak baik pada kondisi lingkungan laut Indonesia khususnya di wilayah Selat Malaka. Hampir 90 ribu kapal melewati Selat Malaka setiap tahunnya dengan resiko kecelakaan akibat lalu lintas pelayaran yang bisa merusak lingkungan seperti tumpahan minyak dana tau polusi air balast dari kapal tangker. Berkurangnya jumlah kapal yang melewati jalur ini, tentu saja akan berdampak baik untuk lingkungan lautnya karena tingkat polusi laut akan turut berkurang.

Terakhir, terlepas benar atau tidaknya realisasi dari pembangunan Terusan Kra ini saya rasa disamping Indonesia perlu menyiapkan strategi yang bijaksana untuk menghadapi pembangunan Terusan Kra,  Indonesia tidak perlu terlalu khawatir karena masih banyak sekali potensi sumber daya kelautan di Indonesia yang bisa diandalkan untuk membangkitkan kembali kejayaan sektor maritim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun