Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dukun [Bagian Satu]

11 Juli 2020   16:57 Diperbarui: 12 Juli 2020   16:25 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di atas kursi santai yang terbuat dari kayu, di dalam ruangan yang minim cahaya yang terasa begitu pengap itu, Aku terdiam seorang diri sambil terus menatap ke arah jendela.

"Pasti leher belakang terasa berat ya?" bisik seorang Wanita yang tiba-tiba saja muncul di sebelah ku. 

Di keremangan cahaya, samar-samar kulihat siluet tubuh seorang Wanita yang baru saja berkata kepadaku. Dan tanpa kuminta, Wanita yang wajahnya tidak pernah bisa kulihat dengan jelas itu langsung saja memijit-mijit leherku.

Setelah dipijit oleh Wanita yang tidak pernah bisa kulihat paras dan rupanya itu, secara berangsur-angsur semua keinginanku untuk bisa melihat apa yang terjadi di luar Jendela ruangan pengap ini menghilang begitu saja. Seperti biasa, setelah selesai memijit leher dan juga kepalaku, Wanita misterius itu akan pergi meninggalkanku, lalu tak berapa lama kemudian Ia akan kembali lagi ke dalam ruangan ini sambil membawakan segelas minuman buatku. 

Sudah sekian lama Aku berada di dalam ruangan pengap ini, tapi tidak pernah sekalipun ada keinginanku untuk bertanya siapa dirinya, apalagi menanyakan siapa namanya.

Pernah Aku berpikir tentang; bagaimana caranya Wanita misterius itu bisa masuk ke dalam ruangan ini, padahal saat pertama kali  berada di ruangan ini, Aku tau bahwa ruangan ini tidak berpintu. Tapi semua pertanyaan itu sepertinya menguap begitu saja seiring berjalannya waktu.

Semakin lama Aku semakin malas untuk mencaritau siapa dirinya dan juga juga kenapa Aku bisa duduk seorang diri, di atas Kursi santai yang terbuat dari kayu di dalam ruangan pengap ini.

Di antara suara musik yang masih terdengar sama dengan suara musik yang pernah kudengarkan saat Bapak dan Ibu ku menyebut Dukun di dalam Rumahku. Saat ini Aku kembali mendengar suara langkah kaki di dalam ruangan pengap ini. 

Entah sudah berapa lama Aku duduk di atas kursi santai ini, dan entah kenapa tidak ada tempat yang lebih menarik selain Jendela tak bertirai di depanku. Setiap kedua mataku tertuju ke arah jendela itu, entah kenapa Aku seperti merasakan ada kerinduan yang begitu mendalam disitu, tapi Aku tidak tau apakah itu.

Wanita yang tadi memijit leher dan kepalaku itu sepertinya telah berada di sebelahku. Dan seperti biasa Ia akan segera menyodorkan segelas minuman kepadaku dengan setengah memaksa agar Aku segera menghabiskan air minum di dalam Gelas itu.

Di antara keremangan cahaya kucoba tatap sosok orang yang selalu menemuiku di dalam ruangan pengap ini, tapi semuanya sia-sia saja karena saat ini semuanya terlihat begitu buram di mataku. Ruangan pengap ini minim cahaya, jangankan untuk melihat wajahnya, untuk melihat tubuhku sendiri saja Aku sudah tidak mampu. Aku tau bahwa seseorang yang selalu datang menemuiku dan memberikan segelas minuman kepadaku ini adalah seorang wanita dari aksen suaranya,  dari suaranya Aku yakin bahwa dia adalah seorang Wanita, sepertiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun