Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aku, Engkau, dan Dia di Jalan Sunyi

10 Juli 2020   15:13 Diperbarui: 10 Juli 2020   15:09 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu, ketika aku tidak bisa melihat indahnya langit, dimataku langit terlihat gelap dan selalu gelap. Pelangipun terlihat muram tak secerah kata orang.

Dulu Aku selalu mencari di mana indahnya dunia, berlari dari ujung ke ujung tapi yang kulihat hanyalah kehampaan demi kehampaan. Kulihat tawa dan canda disekelilingku, tapi itu semua terasa semu, hingga akhirnya Aku tersadar bahwa ternyata Aku hanya seorang diri di dunia.

Sampai akhirnya di dalam kebingungan Aku mengikuti antrian yang berjubel,  ada teman, saudara dan semua orang-orang yang Aku kenal ada  disana.

Semua orang  terlihat begitu ramah dan selalu mengajarkan kebaikan, ada di barisan antrian itu, Aku bertambah yakin bahwa itu barisan yang selama ini Aku cari. Dan ketika antrian sampai kepadaku, ada  tangan kokoh menarikku keluar dari antrian itu.

Dia jauhkan aku dari antrian itu, lalu mengusap mataku, aku melihat antrian itu penuh dengan orang-orang bertelanjang bulat. Dari luar antrian akhirnya Aku mampu melihat apa yang selama ini tidak terlihat olehku. Sekilas tubuh mereka terlihat tertutup, padahal sebenarnya tidak, mulut mereka terlihat seperti tersenyum ramah padahal sesungguhnya tidak. Sapaan mereka terdengar halus padahal tidak. Ketika Aku masih berada di dalam barisan bersama mereka yang Aku lihat adalah jalanan putih, padahal sebenarnya itu adalah jalanan hitam dan berlubang.

Aku memanggil orang-orang yang Aku kenal, mereka melihatku dengan sebelah mata sambil terus memaksaku untuk kembali masuk ke dalam barisan bersama mereka. Mereka berusaha  menarik tanganku agar kembali ke dalam barisan bersama mereka. Namun tangan kokoh disebelahku semakin erat menggenggam jemariku.

Dalam genggaman erat jemarinya, Aku, Engkau  dan Dia terus berjalan menyusuri jalan sunyi yang hanya aku, Engkau, Dia dan Tuhan ku yang tau.

Selamat malam dunia, semoga saja kelak Aku, Engkau dan Dia mampu membangunkan mereka  dari tidur panjang yang melenakan.

ADSN1919

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun