Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku dan Harimau Jantan di Tepi Sungai Tapa

27 Juni 2020   05:00 Diperbarui: 27 Juni 2020   15:45 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

<< Sebelumnya

"Bersabarlah  aku akan membantumu menghilangkan kutukan itu," bisikku sambil mengusap bulu-bulu halus di wajah Harimau jantan disebelahku.
"Apapun yang terjadi, aku akan membawa kedua orangtuaku ke hadapanmu dan kita menikah agar hilang semua kutukan yang melekat di tubuhmu. Jika sampai batas waktu mereka tidak datang, maka aku bersumpah akan korbankan hidupku untuk menemanimu, di Hutan Larangan ini selamanya." kataku lagi pada harimau jantan jelmaan lelaki yang kucintai itu.

Aku dan Harimau jantan, jelmaan lelaki sampan yang di kutuk oleh nenek penunggu Hutan Larangan itu duduk di pinggir sungai Tapa yang terlihat arusnya masih deras, meski kecil kemungkinan ada sampan lain melintas disitu tapi aku masih berharap ada sampan yang lewat di situ.

Aku putus asa karena hari mulai gelap dan udara mulai terasa dingin, baju putih yang aku pakai warnanya sudah tidak karuan dan rok hitam yang terlihat kotor tidak mampu mengusir rasa dingin,  aku merapatkan tubuhku pada Harimau jantan yang tubuhnya terasa hangat.

Lama menunggu di pinggir sungai Tapa, tapi tidak ada satupun sampan yang lewat. Harimau jantan disebelahku ini seperti memahami perasaanku, sambil mengaum kecil ia menjulurkan lidahnya untuk menjilati wajahku. Dalam kedukaan karena melihat keadaannya Aku kembali menangis sambil memeluk leher Harimau jantan itu.

"Bersabarlah sayang,  aku akan tetap di sini bersamamu, aku tak akan pernah meninggalkanmu sampai kapanpun, aku berjanji atas nama Tuhanku dan Tuhanmu" kataku lagi sambil mengecup kening Harimau jantan itu setelah mengusap-usap bulu-bulu halus warna kuning kemerahan sedikit gelap di leher harimau jantan itu.

Harimau jantan itu terus menjilati sekujur tubuhku, seolah ingin memberi kekuatan dan kehangatan karena cuaca mulai terasa dingin menusuk kulit,  karena jilatannya membuat tubuhku terasa hangat dan kejadian tadi di pondok  kayu itu terulang kembali, aku memekik kecil dan terkulai lemas hingga aku tak sadarkan diri karena tertidur pulas.

Wajahku terasa hangat terkena sinar mentari, oh Tuhan, ternyata aku ketiduran dan Harimau itu tidak ada di sebelahku, aku sendirian tertidur beralaskan dedaunan di pinggir sungai Tapa ini.

Aku berusaha mencari Harimau jantan itu tapi badan terasa lemas, aku menangis karena takut bercampur kesal, aku putuskan untuk diam di pinggir sungai menunggu sampan yang lewat di sungai Tapa.

Pikiranku melayang teringat pada orangtua nun jauh di sana, pada Kepala Desa yang menampung aku selama bertugas di daerah terpencil ini, pada murid-muridku juga rekan guru, pasti mereka khawatir karena aku tidak ada kabar. 

Sekelebat muncul wajah Mirna anak Kepala Desa yang naksir lelaki sampan. Bagaimana perasaannya jika tau lelaki yang dia sukai berubah menjadi harimau dan harus menikahi-ku? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun