Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Catatan ADSN 62 (KDRT)

15 Oktober 2019   21:51 Diperbarui: 15 Oktober 2019   21:52 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi: idntimes.com

Catatan ADSN sangat lama tidak saya sentuh karena keasyikan menulis cerpen dan puisi, padahal banyak yang ingin saya tulis di catatan ADSN. Sekarang saya jadi bingung sendiri mau mulai dari mana.

Hmmmm baiklah setelah sekian lama berfikir dan memilah pengalaman yang mau saya tulis disini, ada satu yang mengganggu pikiran saya, karena saya hanya bisa mendengar tapi tak bisa membantu, hanya bisa melihat tapi tak bisa berbuat apa-apa. Sedihkan?.

Menjadi manager sekolah, meski usia saya boleh dibilang masih muda, dibanding rekan kerja (saya tidak mau menyebut anak buah pada guru yang ada di sekolah saya) yang usianya banyak diatas usia saya, tapi alhamdulillah saya dianggap orangtua bagi mereka.

Saya menempatkan diri sebagai sahabat dan rekan kerja pada mereka. Tak ada rasa canggung guru-guru bercerita tentang segala hal pada saya,  baik masalah anak, suami, pekerjaan, salah faham dengan  teman sejawat, orang tua murid  dan banyak masalah lainnya. Khusus untuk guru wanita  tak segan saya memeluk, mengusap kepala dan memberi solusi semampu yang saya bisa.

Jika guru bermasalah saya mendengarkan curahan hati kedua belah pihak untuk mencari titik permasalahannya ada di mana, saya memposisikan diri berada di tengah-tengah mereka, tidak ada satupun yang saya bela, saya akan mendamaikan guru yang bermasalah. Belum lagi masalah peserta didik, LSM, wartawan abal-abal dan lain sebagainya. Itu sekelumit pernak pernik masalah yang sering dihadapi  manager sekolah.

Kembali ke curahan guru, di antara guru yang curhat ke saya, ada satu guru muda seorang wanita yang
sering bercerita  segala hal pada saya, dan dia sering bercerita masalah keluarganya.  Saya salut dengan kesabaran dia mengurus sang suami yang sakit-sakitan dan sering dirawat di rumah sakit.

Penyakit suaminya lebih dari satu, banyak yang dirasa, hampir semua rumah sakit di kota kami sudah mereka datangi bahkan di luar kota juga, medis, non medis bahkan psikiater sudah mereka lakoni demi kesembuhan sang suami.

Entah efek sakit atau memang sudah sifatnya, suami dia sering marah tanpa sebab dan tak segan suaminya sering main tangan, jika hanya berkata kasar sudah biasa dia dengar dan dianggap angin lalu.  Terakhir dia mendatangi saya sambil menangis memperlihatkan tangan dan pundaknya yang lebam karena dipukul suaminya, punggung juga sama, warnanya sampai marah keunguan.  Sepertinya seluruh badan pernah jadi sasaran pemukulan suaminya.

Belum lagi kalau tidur suami dia seperti kesaktian harus  di usap kepalanya dan dipijat seluruh badannya jika dia  ketiduran karena capai memijat umpatan pasti akan dia terima.

Saya turut prihatin dan ingin  marah pada lelaki pengecut itu. Saya sering menasehati dia untuk bersabar dan di visum, dia tidak mau.  Terkadang saya memberi saran ke dia untuk pisah tapi jawabannya kasihan suaminya sedang sakit siapa yang mau bantu dan bawa sang suami ke RS (suaminya anak tunggal dan orang tuanya bercerai), siapa yang mau nyuapi suaminya jika ia mau makan dll, mendengar dia bicara begitu saya tidak berkata-kata lagi karena itu pilihan dia.

Tapi makin kesini sikap suaminya tidak terkontrol, hampir tiap hari dia dipukuli, mulut di tonjok dan kepala sampai benjol di benturkan ke tembok. Dia selalu berfikir dia yang salah, bukan istri yang baik, saya kesal karena hanya bisa mendengar dan menelan masalah dia, tanpa bisa berbuat apa-apa.

Saya ingin pendapat dari kaum lelaki, bagaimana pendapatnya jika ada lelaki seperti itu?

ADSN1919

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun