Mohon tunggu...
Apriyan Sucipto SHMH
Apriyan Sucipto SHMH Mohon Tunggu... ASN -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Proletarian..

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sistem Pertanggung Jawaban Keuangan Berbasis online

8 Desember 2018   21:46 Diperbarui: 9 Desember 2018   00:18 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam rangka pelaksanaan cita cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,  perlu dibangun aparatur sipil negara yang memiliki  integritas, profesional, netral dan bebas dari  intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 

Untuk mewujudkan aparatur sipil negara sebagai bagian dari reformasi birokrasi, perlu ditetapkan aparatur sipil negara sebagai profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menerapkan prinsip  dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara;

Aparatur Sipil Negara adalah Profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah yang bekerja pada Instansi Pemerintah yang berlandaskan pada prinsip nilai dasar, kode etik dan prilaku, komitmen, integritas dan moral serta bertanggung jawab pada pelayanan publik, hal ini berimplikasi pada Pertanggung Jawaban pengelolaan dan penggunaan keuangan atau anggaran, baik yang bersumber dari Pusat maupun dari Daerah.

Bentuk pertanggung jawaban keuangan Negara, dijelaskan secara rinci pada Peraturan Pemerintah No 06 Tahun 2008 tentang Laporan keuangan dan Kinerja Instansi/ Pemerintah, dinyatakan dalam pertanggung jawaban pelaksanaan APBN/APBD setiap Entitas Pelaporan, wajib menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja. Ketentuan ini tentunya memberikan kejelasan atas hirarki penyusunan laporan keuangan pemerintah dan keberadaan pihak pihak yang bertanggungg jawab didalamnya, serta menjelaskan pentingnya laporan kinerja sebagai tambahan informasi dalam pertanggung jawaban keuangan Negara.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 ditetapkan bahwa pihak yang wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan disebut dengan Entitas Pelaporan. Instansi pemerintah yang termasuk entitas pelaporan adalah: (i) Pemerintah pusat, (ii) Pemerintah daerah, (iii) setiap Kementerian Negara/Lembaga, dan (iv) Bendahara Umum Negara. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Sedangkan Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan, namun laporan keuangan yang dihasilkannya untuk digabungkan pada Entitas Pelaporan. Instansi yang termasuk entitas akuntansi antara lain kuasa Pengguna Anggaran, termasuk entitas pelaksana Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan, untuk tingkat pemerintah pusat, serta SKPD, Bendahara Umum Daerah (BUD) dan kuasa Pengguna Anggaran tertentu untuk tingkat pemerintah daerah.

Selain itu, entitas pelaporan juga wajib menyusun dan menyajikan laporan kinerja sebagai tambahan informasi dalam pertanggungjawaban keuangan APBN/APBD. Laporan kinerja berisi ringkasan informasi tentang input, process, output, outcome, benefit dan impact dari setiap kegiatan/program yang dijalankan oleh pemerintah, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat ekonomis, efisiensi dan efektifitas kegiatan/program pemerintah.

Apabila melihat aturan mengenai Pengelolaan Sistem Keuangan Daerah, akan menghasilkan sebuah pertanggung jawaban yang sesuai, akan tetapi pada kenyataanya masih banyak sekali terjadi kebocoran anggaran, apakah itu berasal dari perencanaan yang tidak tepat maupun tingkat integritas aparatur Negara yang tidak baik, sehingga terjadilah apa yang disebut dengan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam suatu kesempatan pada Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) Tahun 2016 di Gedung Balai Kartini, Jakarta, Kamis, 1 Desember 2016, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa bangsa Indonesia menghadapi tiga problem besar, yaitu pertama yang berkaitan dengan korupsi, yang kedua berkaitan dengan inefisiensi birokrasi, dan yang ketiga berkaitan dengan ketertinggalan infrastruktur. Dari pernyataan Presiden, mengisyaratkan bahwa korupsi merupakan musuh terbesar bangsa Indonesia saat ini. Presiden mendukung penuh penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi, baik dari sisi kelembagaan maupun kemandirian. Reformasi internal di institusi kejaksaan dan kepolisian diharapkan menghasilkan penegak-penegak hukum yang profesional. Dalam pemberantasan korupsi bisa berjalan efektif dan tidak berjalan sendiri-sendiri, Kepolisian dan Kejaksaan Agung harus memperkuat sinergi dengan KPK. Namun, kondisi terkini memperlihatkan bahwa penindakan para koruptor masih juga menunjukkantrend peningkatan, hal ini menunjukkan bahwa penegakan hukum selama ini ternyata belum sepenuhnya memberikan efek jera bagi para koruptor. Walau demikian, Presiden meminta seluruh pihak untuk tidak patah semangat. Presiden berharap, bahwa kita harus bekerja lebih keras lagi, lebih komprehensif, dan lebih terintegrasi, serta jangkauan pemberantasan korupsi pun harus mulai dari hulu sampai hilir.

Pernyataan diatas, menunjukkan kegalauanPresiden Joko Widodo melihat kondisi korupsi di Indonesia saat ini yang belum memperlihatkan kemajuan yang berarti. Dalam pemberitaan di media massa, baik media cetak, elektronik, sampai media sosial, mempertontonkan kepada masyarakat Indonesia perilaku korup para penyelenggara negara, bagaimana mereka merampok uang rakyat, melakukan suap maupun gratifikasi, dengan tidak memperlihatkan sikap penyesalan malahan seakan bangga menjadi pesakitan. Tak terkecuali, para penegak hukum yang seharusnya menjadi garda paling depan dalam penegakan hukum, justru ikut berpesta pora dalam penjarahan uang rakyat. Lebih-lebih ketika kita melihat lebih jauh dalam proses peradilan sampai kasus dimaksud mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht). Tak terbayangkan lagi, bagaimana sikap mereka (pesakitan) ketika aparat penegak hukum memberikan vonis ringan, baik berupa hukuman pengembalian uang/denda maupun hukuman badan, seakan drama yang baru saja dimainkan berakhir dengan happy ending. Itulah kondisi hukum di negeri kita tercinta ini, yang konon hukum dianggap sebagai panglima. Sebagaimana dalam konstitusi kita disebutkan bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat)".

Menurut hasil survey Transparancy Internasional Indonesia, dari data Global Corruption Barometer  Tahun 2017 versi Indonesia, "Birokrasi termasuk didalam 3 Besar menjadi Institusi atau lembaga yang paling Korup, disamping lembaga DPR dan POLRI" 

Penguatan pada sistem pertanggung jawaban pengelolaan keuangan Negara, akan berimplikasi langsung terhadap lembaga lainnya. Oleh karena itu diperlukan Suatu sistem untuk mendukung peraturan yang ada, sebagai upaya untuk pencegahan Tindak Pidana Korupsi pada Aparatur Sipil Negara .




Apn, makalah disertasi..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun