Mohon tunggu...
Apriyan Sucipto SHMH
Apriyan Sucipto SHMH Mohon Tunggu... ASN -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Proletarian..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rindu akan Rejeki Kehadiran Anak yang Soleh

2 Januari 2018   14:21 Diperbarui: 2 Januari 2018   22:16 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Barangsiapa berharap puteranya menjadi orang yang salih, ikhlas beramal karena Allah subhanahu wata'ala, mengamalkan petunjuk manusia pilihan, bermanfaat untuk umatnya, berjuang untuk umat, dan menjadi anak shalih yang selalu berdoa untuk kedua orang tua dan dikabulkan permohonannya oleh Dzat Yang Maha Tinggi dan Maha Mampu sehingga derajat kedua orang tua diangkat di surga maka hendaklah bersungguh-sungguh dalam mendidik anak-anaknya. Dan orang tua akan mendapat pahala dan balasan atas kebaikan yang telah diberikan kepada putera-puterinya baik berupa makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal maka sebaiknya setiap orang tua memiliki perhatian tinggi dalam mendidik anak dengan bimbingan dan pendidikan yang benar.

Segala jerih payah orang tua dalam mendidik anak sangat dibutuhkan, baik dengan mendidiknya sendiri atau diamanahkan kepada orang lain dengan dikirim ke pondok pesantren atau lewat penyediaan sarana pendidikan yang terbaik melalui privat. Dan yang tak kalah penting, doa yang senantiasa dipanjatkan dengan tulus ikhlas dan penuh harap oleh kedua orang tuanya dapat memuluskan keinginan mereka untuk memiliki anak yang shalih dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bukankah ridha Allah Subhanahu wa Ta'ala tergantung pada ridha orang tua?

Oleh karena itu, keshalihan atau kekufuran sang anak tidak bisa lepas dari peran dan tanggung jawab orang tuanya, karena pendidikan adalah sebuah amanah. Sedangkan pendidikan terhadap keluarga merupakan kewajiban utama dan amanah yang sangat besar, maka tidak boleh disia-siakan.  Semuanya harus bermula dari diri sendiri, lalu istri, anak-anak dan kerabatnya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan," (QS at-Tahrim [66]: 6).

Setiap muslim pasti akan dimintai pertanggung-jawaban atas apa yang dipimpinnya. Ia akan mendapatkan limpahan karunia dan pahala atas segala kebaikan pendidikan yang ia berikan. Sebaliknya, bila ia menyia-nyiakan amanah dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya, maka ia akan mendapat sanksi atas segala keteledoran yang terjadi di tengah keluarganya.

Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasalam bersabda:

"Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya dan imam adalan pemimpin, dan orang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya, dan wanita adalah penanggung jawab atas rumah suami dan anaknya. Dan setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggung-jawaban atas kepemimpinannya." [4]

Suami dan istri harus menyadari sepenuhnya bahwa mendidik keluarga bukanlah urusan ringan, perkara sepele dan kerjaan sambilan. Dan juga bukan hanya sekedar pernyataan atau pemikiran sederhana. Bahkan, pendidikan keluarga merupakan proses pemenuhan hajat hidup yang asasi bagi setiap anggota keluarga, masalah rumah tangga yang urgen dan buah karya yang memiliki konsekuensi jauh ke depan.

[1] Riwayat Tirmidzi1021 dia berkata Hadits hasan Shahih, Jami' Shaghir1/795, Ash Shahihah 1407

[2] . Shahih diriwayatkan Imam Ibnu Majah dalam Sunan-nya (3666) dan lihat Shahihul Jami' no: 7160.

[3]. Muttafaqun alaih, diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahih-nya dalam Kitabul Janaiz, (1385) dan Imam Muslim dalam Shahih-nya dalam Kitab al Qadar (6697), Imam Abu Daud dalam Sunan-nya (4714) dan Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (2138).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun