Mohon tunggu...
Apriyan Sucipto SHMH
Apriyan Sucipto SHMH Mohon Tunggu... ASN -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Proletarian..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rindu akan Rejeki Kehadiran Anak yang Soleh

2 Januari 2018   14:21 Diperbarui: 2 Januari 2018   22:16 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjadi anak shalih, siapa yang tak mau? Memiliki anak shalih, orang tua mana yang tidak rindu? Anak shalih adalah dambaan tiap orang tua. Sejahat apapun kelakuan orang tua, nuraninya tak mungkin berkeinginan sang anak mengikuti jejak orang tuanya, menjadi penjahat, koruptor, penjudi, atau pezina.

"Jadilah anak shalih, tekun beribadah, rajin belajar, jadi orang pintar, jangan seperti bapakmu ya Nak?" begitu sering kali orang tua berpesan pada anaknya. Anak shalih senantiasa mengalirkan kebaikan bagi kedua orang tuanya walaupun keduanya telah tiada, bahkan derajat keduanya terangkat karena istighfar anaknya. Atau anaknya meninggal lebih dahulu sementara kedua tuanya bersabar dalam rangka mencari pahala dari Allah maka akan memberi balasan mulia di surga sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Jika putera seorang hamba meninggal dunia AllahSubhanahu wa Ta'ala berfirman kepada malaikat: "Kalian telah mengambil putera hamba-Ku?" Mereka berkata: "Ya."  Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Kalian telah mengambil buah hati hamba-Ku?" Mereka berkata: "Ya."  AllahSubhanahu wa Ta'ala berfirman: "Apa yang diucapkan oleh hamba-Ku?" Mereka berkata: "Ia memuji-Mu dan mengembalikan kepada-Mu." Maka berfirman: "Bangunkanlah rumah di surga dan berilah nama dengan Baitul Hamad."[1]

Anak shalih adalah buah hati yang senantiasa disayangi dan belahan jiwa yang membuat hati orang tua berbunga-bunga. Sehingga saat anak menderita, orang tua merasakan deritanya, saat sang buah hati terkena musibah, orang tua dirundung duka, dan pada saat anak berhasil, menjadi shalih atau berprestasi dalam hidupnya, maka orang tuanya merasa bangga bukan kepalang.

Namun realita banyak mengungkap, bahwa saat orang tua berhasil atau berjaya dalam hidupnya maka sang anak akan mengikuti dan menikmati kejayaan dan kemakmurannya. Sebaliknya, saat sang anak berjaya dan berhasil dalam hidupnya, belum tentu orang tuanya ikut menikmati kejayaan bersama buah hatinya yang selama ini disayangnya. Contoh yang jelas, saat orang tua memiliki rumah megah dan kendaraan mewah maka sang anak akan turut menikmatinya. 

Orang tuapun mengajarinya bagaimana mengendarai kendaraan mewah mereka. Namun, saat sang anak yang berhasil memiliki mobil mewah, apakah ia tergerak untuk mengajarkan orang tuanya agar bisa mengendarai dan menikmati kendaraan itu setiap hari? Tentu, tanpa dijawab pun kita sudah tahu jawabannya. Bila orang tua kaya kehidupan anak sangat manja dan tampil bagaikan majikan sementara bila anak yang berjaya orang tua diperlakukan sebagaimana pembantu atau bahkan budak.

Anak merupakan karunia terbesar dalam hidup manusia. Tetapi tidak jarang, justru karena si anak pula orang tua seringkali harus mengelus dada dan tenggelam dalam jurang nestapa dan derita. Karena di samping sebagai sebuah karunia, anak juga dapat membentuk sikap pengecut, melahirkan sifat bakhil, membuat bodoh dan menjadi sumber fitnah serta dapat menghancurkan hidup kedua orang tuanya. Maka benar sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

Anak adalah buah hati dan sesungguhnya dia membuat (orang tuanya) pengecut, bersikap bakhil dan gundah gulana.[2]

Tidak sedikit contoh yang terjadi di sekitar hidup kita. Tiada hujan tiada badai,  tiba-tiba orang tua kaget tak kepalang seperti tersambar petir di teriknya siang. Ia mendengar bahwa anaknya didapatkan sedang sakaw, meninggal karena overdosis, tertangkap sebagai penjahat, pezina, atau hamil di luar nikah. 

Padahal selama ini ia merasa belahan jiwanya itu sebagai anak yang pendiam, lucu, dan lugu. Ia juga merasa sudah mendidik dengan benar buah hatinya. Tapi tiba-tiba, ia menemukan kenyataan sangat memilukan, yang membuat dunia seakan runtuh. Maka terpukul hatinya, terkoyak nuraninya, tersiksa batinnya dan tersentak perasaannya serta merasa hancur jiwa raganya. Ternyata, buah hati yang disayang dan dibanggakan, telah mencoreng muka dan merusak nama baik keluarga.

Karena itu, Islam sangat menekankan kepada umatnya, agar senantiasa mendidik buah hati agar menjadi anak shalih, membimbing mereka agar selalu berdoa dan memohon keshalihan dan segala karunia kebaikan untuk putera-puteri mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun