Mohon tunggu...
Mina Apratima Nour
Mina Apratima Nour Mohon Tunggu... Jurnalis - :: Pluviophile & Petrichor ::

IG @fragmen.rasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Sepotong Luka untuk Renjana

6 Februari 2020   13:10 Diperbarui: 6 Februari 2020   13:11 1483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(image: cosmofunnel.com)

Sore ini dan hari-hari sebelumnya, aku tangkap pancarona binar netra Renjana. Aku dekap utuh hujan semara yang ia beri sukarela. Aku rangkai penuh diksi bernafaskan cinta pun sukacita. Tak peduli lengkara, aku rawat bunga-bunga sepanjang kala. Merona sapuan urna biram kesumba. Letup rutup hidup dengan adanya ia. Sore ini dan hari-hari sebelumnya, jemari erat menggenggam ikrar tanpa ingkar. Gema tentang Renjana nan terbahana sampai pada lapis tujuh takhta gemintang. Tuhan tercengang.

Ruang yang sejatinya kosong telah terisi ia. Tapi mencintainya tak linear dengan nubuat pun semesta. Menderap terjal, meniti tubir takdir, daksa perkasa tanpa lelah pun jengah. Caraku berjibaku dengan nyata merubuhkan tiang-tiang logika. Menghantam bengis seringai setan yang berpesta-pora. Atma telah berlabuh pada Renjana meski maya. Berbaiat padanya dengan segenap cita.

Sampai setelahnya, fasih diri akan sayu netra nan teduh. Pada lengkung ranum bibir nan santau. Pada elok rupawan nan tegap diterjang angkara. Sebegitu fasih hingga larut dalam utopia cerita. Tentang kasih berujung resah pun gundah. Persetan! Aku dan Renjana cumbui dura dosa dalam waktu yang berdiang. Memungut serpihan kelopak taman bunga Eros yang terbakar. Merumahkan keping-keping rindu nan embara. Hanya Aku dan Renjana.

Atas nama seluruh kemuskilan, Renjana, terima kasih telah bersama sekian wulan. Lamat-lamat merangkak di atas pengharapan akan masa depan yang entah kapan. Pernah saling begitu ingin meski kini hanya bisa berpaling.

Demi penghabisan, aku telan serapah cinta di ujung senja. Demi segala paksa, aku langgas serpihan kalis di batas nalar. Demi pinta kau, Renjana, aku ikhlaskan segala ikat yang menjalar. Pura duka, semarak kartika kini padam.

Sore ini dan hari-hari setelahnya, elegi tentangmu lebam ronyok menghabisi dirinya sendiri. Adakah pulang telah kau tuju? Sudahkah gapai sampai pada rumah yang kau damba? Damaikah, Renjana?

Semoga bahagia selalu, Renjanaku. Pamitku dari semesta cerita kita. Narasi lusuh bergelimun pisah, kita sampai pada akhir kisah.

- Jakarta, 06 Februari 2020 -

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun