Mohon tunggu...
Mina Apratima Nour
Mina Apratima Nour Mohon Tunggu... Jurnalis - :: Pluviophile & Petrichor ::

IG @fragmen.rasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mati...

9 Desember 2019   15:37 Diperbarui: 9 Desember 2019   15:57 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(image: gettyimages.com)


Malam...

Suara burung hantu menghias pekarangan. Bercerita tentang sebuah kepulangan. Meliarkan mozaik kata, melahirkan fontam yang dua. Sayang, ia menafikan renjana pula.

Sejurus kemudian, daksa rebah pada geta peraduan. Kusat mesat atma, merindu asmaraloka yang tiada. Hingga terungku terbuka, liar berlarian membabi-buta. Pun puisi menyusun kata-katanya sendiri. Melahirkan senandika lelungit di jemala.

Biar aku menjelma hening. Sebuah nyenyat dalam tidurmu. Mengerakahi tiap inci tubuh tanpa jeda. Nanti kau terbangun dan teringat, fantom tinggallah bayang, di tempat penitipan jejak kenangan.
.
.
.
Lamat-lamat terdengar ratap tengah malam. Melarungkan sebuah nama dalam doa. Di selipan tawang, di selipan jemari, di selipan bantal-bantal kusam. Begitu hingga arunika menyapa...

Dan ia sadar,
tidak ada cerita jika hanya satu yang bersawala.

Ah, renjana...
Aku ingin tenang,
dan yang kau tawarkan adalah sebuah kehilangan.

Akhirnya sajakku mati, membunuh dirinya sendiri..

- Jakarta, 27 September 2019 -

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun