Mohon tunggu...
Mina Apratima Nour
Mina Apratima Nour Mohon Tunggu... Jurnalis - :: Pluviophile & Petrichor ::

IG @fragmen.rasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Pandir nan Candala

4 Desember 2019   10:21 Diperbarui: 4 Desember 2019   10:22 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(image: homegrown.org)

Pada dalam netramu kutemukan makna. Bahagia dan duka bercampur karsa. Kombinasi langka, mengingat kau dengannya tak ada sangka. Masih ada tempatku? Di rumpang atma tersembunyi. Sebuah bilik tempat kita mengaduh bahwa mayapada keji. Bercerita warna warni pelangi, sayang, pelangi kita hitam abu pun legam. Warna yang kau tawarkan tanpa cerlang. Entah mengapa aku betah dan ingin tinggal.

Renjana,...
Ranum bibir malam itu masih melekat. Sisa bau rokok dan parfum kau begitu erat. Membangkitkan rasa yang tak ingin kuingat. Jahat. Kertau berbisik dahina sebentar lagi kiamat. Sedang kau menyesap nektarnya penuh semangat. Hei, musim bungaku terlewat! Kau tak mampir meski sekejap.

Apa yang menanti di ujung pelangi milik kita?
Selain usai dan sesal. Terhadap kala kita mengalah. Terhadap takdir kita mutlak resah.
Pantaskah semara kita perlatakan kini?
Di hadapan rekahan gundah pun gelisah.

Renjana...
Tenang yang kau cari tak kemana. Diam disini, dalam tubir paling palung tak terjamah. Tak ada yang mengusik. Masih milikmu seluruh diri. Walau kita nirmakna di hadapan ilahi.

Netramu, Renjana, luruhkan rasa paling nirmala.
Aku tenggelam di dalamnya,

Kembali pandir nan candala.

- Jakarta, 31 Oktober 2019 -

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun