Mohon tunggu...
Mina Apratima Nour
Mina Apratima Nour Mohon Tunggu... Jurnalis - :: Pluviophile & Petrichor ::

IG @fragmen.rasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Mengerakahi Sabda Senja

30 November 2018   16:29 Diperbarui: 30 November 2018   17:37 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Pixabay)

Kau lahir dari rahim puisi resah. Paduan sempurna doa saat gundah, bungah, pun gelisah. Diracik dengan setitik cita dan sedikit duka, genaplah kamu di tiap untaian yang tercipta. 

Mungkin Tuhan sedang ingin menghiburku yang sempat luka..... Setelah habis dingin mengerakahi setiap sabda, masih kamu yang mampu memperlatakan aksara di peraduan langit senja. 

***

Jika tiba waktu sang petang menenggelamkan diri di haribaan, aku setubuh bayang mentari yang turut menghilang. Kenapa? Adalah tanya yang tak mampu kujawab dengan segera. Kamu tak terjelaskan dengan serumpun kata.

Mungkin benar, kadang cinta tak butuh alasan. Ia lebih ingin balasan. Maka ku hampar sajadah di serambi malam. Muntahkan segala yang berdiam di lambung kecemasan. 

Gumam luka menyeruak ke permukaan. Suaranya seretak ranting ranting dedahan yang terinjak kenangan. Lalu dilibas sekumpulan harapan.....

***

Aku patah.

Kita berlari bersimpangan arah.

Hari yang asing datang kembali. Bersama hujan, ia mengalirkan kenang. Kenalkan diri sebagai ego yang (sedang) patah hati..... Sejurus kemudian, namamu gugur bersama daun daun senja ... Sekali lagi.

- Jakarta, 30 November 2018 -

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun