Mohon tunggu...
Apose
Apose Mohon Tunggu... Editor - Praktisi Media, Penyelaras Bahasa Kompas, Penulis Biografi

Bertugas sebagai penyelaras bahasa (Indonesia) di Harian Kompas. Lahir di Pulau Nias. Senang menulis untuk KOMPASIANA, baik tentang Pulau Nias maupun kebahasaan, bahasa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Media Massa, Kurangilah Pemakaian Akronim

10 April 2010   15:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:52 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada keresahan pencinta dan pengguna bahasa Indonesia akhir-akhir ini terkait semakin merajalelanya pemakaian akronim. Penghuni senarai Guyubbahasa, bahkan, sudah hampir tiga minggu terakhir membahas topik akronim ini.

Dalam pembahasan di milis itu berbagai pendapat pun bermunculan. Ada yang melihat pembuatan akronim itu sebagai kreativitas, jadi tidak masalah. Ada juga yang melihatnya sebagai pembodohan, sudah terbiasa dengan jalan pintas, makanya orang Indonesia jarang yang menerima budaya antre. Beberapa orang juga menyatakan bahwa media tempat dia bekerja telah mengharamkan penggunaan akronim.

Akronim? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, akronim diberi makna 'kependekan yg berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yg ditulis dan dilafalkan sbg kata yg wajar (msl mayjen mayor jenderal, rudal peluru kendali, dan sidak inspeksi mendadak)'. Konon, pengadaan akronim diperlukan oleh instansi-instansi pemerintahan atau keamanan guna menjaga kerahasiaan atau keefesianan dalam berkomunikasi. Jadi tidak mengherankan bila lembaga seperti kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia dihiasi dengan berbagai akronim.

Sah-sah saja memang membentuk akronim. Akan tetapi, bila Petrus dan Markus itu kedapatan terkait dalam penembakan misterius dan makelar kasus, judul berita di media massa alhasil menjadi "Petrus Si Petrus Akhirnya Ditangkap" atau "Markus Ditahan Terkait Markus". Apa kata dunia? Pusingggggggg.....

Sebuah koran Ibu Kota menulis judul beritanya begini, "Migor dan Mitan Langka di Tangsel". Saya mengernyitkan kening. Aku tak mengerti maksudnya. Setelah membaca berita itu, ternyata, migor itu 'minyak goreng', mitan itu 'minyak tanah', dan Tangsel itu 'Tangerang Selatan'. Akh.... mengapa pembaca harus dipersulit? Saya mau saat membaca koran itu, membaca judulnya saja sudah bisa ketangkap maksudnya. Jujur, saya kecewa membeli koran itu.

Media massa harusnya tidak perlu ikut-ikutan memopulerkan akronim-akronim yang memusingkan kepala itu. Markus tulis sajalah dengan makelar kasus tanpa harus menuliskan singkatannya. Kalau risih dengan pengulangan penulisan 'makelar kasus' sebaiknya menuliskannya dengan 'makelar' saja untuk selanjutnya. Toh, setiap kata memiliki konteksnya sendiri-sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun