Mohon tunggu...
Api Sulistyo
Api Sulistyo Mohon Tunggu... Administrasi - Peminat tulis-menulis untuk berbagi informasi. Tinggal di Minneapolis, Minnesota, USA.

Peminat tulis-menulis untuk berbagi informasi. Tinggal di Minneapolis, Minnesota, USA.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sesaji Bagi Dewa-Dewi

7 Desember 2011   03:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:44 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya lahir dan dibesarkan di pedesaan di Jawa Tengah. Kakek-nenek dari bapak dan ibuku adalah petani. Orangtuaku juga petani. Saya sangat akrab dengan kehidupan persawahan dari penggarapan lahan, pemeliharaan tanaman, sampai masa panen. Setiap petani pingin hidup selaras dengan alam sehingga tidak terjadi banyak bencana alam dan panen melimpah.

Salah satu tradisi yang masih kuat kuingat adalah upacara ‘wiwit’ yang dilakukan beberapa hari sebelum panen. Upacara ini biasanya dipimpin oleh seorang ibu dan diikuti oleh anak-anak kampung, baik putra maupun putri. Ibu ini biasa kami kenal kengan panggilan “Mbah Dukun.” Kalau ada seorang ibu menggendong bakul dan diikuti oleh anak-anak, ini biasanya menjadi ‘undangan’ bagi anak-anak lain untuk bergabung. Saya pun sering menghadiri undangan ini.

Di desa lain upacara wiwit kemungkinan mempunyai tata cara yang sedikit berbeda. Tetapi tujuan utamanya tetap sama yaitu untuk berterima kasih kepada Dewi Sri, dewi kesuburan tanah.

[caption id="attachment_154258" align="alignleft" width="175" caption="Sesaji wiwit di Jawa. Foto dari internet."][/caption] Sesampai di sawah, Mbah Dukun menentukan tempat di dekat pematang. Di tempat ini dia menggelar semua isi bakulnya termasuk: nasi tumpeng, sayur urap, telur rebus, ayam goreng, sambal kacang, dan buah-buahan. Satu lagi hal yang sangat penting adalah bunga dan menyan atau dupa.

Bersama bau menyan Mbah Dukun mulai berdoa dalam bahasa yang tidak kami mengerti. Kemudian dia berdiri dan menebar sebagian makanan ke sawah. Makanan ini disebut ‘umbul-umbul’. Katanya untuk memberikan kembali sebagian dari yang pernah kita terima ke lahan pertanian kita. Kemudian Mbah Dukun sibuk membuat bungkusan makanan memakai daun pisang untuk diberikan kepada anak-anak. Entah mengapa, makanan ‘wiwit’ terasa begitu nikmat. Cangkir yang sama kami pakai secara bergantian untuk meminum air segar dari kendi tanah liat.

Empat anak ditunjuk secara khusus oleh Mbah Dukun untuk membawa bungkusan dan ditaruh di empat pojok sawah. Bungkusannya lebih besar dan dipersiapkan khusus untuk penjaga sawah.

Perlahan upacara ‘wiwit’ ini menghilang. Tidak ada lagi upacara wiwit di kampung kami. Tetapi ketika saya cari informasi di internet, saya merasa lega karena ternyata di daerah lain masih ada petani yang melestarikan tradisi ini. Inilah website yang saya temukan. http://m.kidnesia.com/Kidnesia/Indonesiaku/Seni-Budaya/Tradisi-Wiwit

Website berikut ini juga membahas tentang tradisi wiwit. http://ontrakan.wordpress.com/2009/10/16/sesaji-sawah/

Sesaji Perdamaian

Upacara lain yang masih kuingat adalah sesaji yang dilakukan ketika ada keluarga yang sedang punya pesta seperti pernikahan, supitan, pindahan atau pendirian rumah, dan pesta syukuran lain. Di bawah pengawasan dan persetujuan Mbah Dukun, makanan bungkusan daun pisang disajikan di berbagai tempat di dekat rumah seperti sumur, tungku utama di dapur, serta pojok rumah. Beberapa tempat tertentu di kampung juga diberi sesaji seperti tempat permandian, pojok desa, perempatan jalan, jembatan, serta tempat lain yang dianggap keramat oleh warga desa.

[caption id="attachment_154260" align="alignleft" width="194" caption="Sesaji pada upacara pernikahan. Foto dari internet."][/caption] Sesaji ini dimaksudkan untuk berdamai dengan dewa Siwa yang diyakini sebagai sumber malapetaka. Dengan sesaji ini keluarga atau masyarakat mengharap upacara pesta berjalan lancar dan tidak terjadi malapetaka di kampungnya. Upacara inipun telah menghilang di kampung kami. Hanya keluarga yang mampu dan mau yang masih melansungkan tradisi ini seperti keluarga Sultan Yogyakarta.

Tradisi sesaji mulai menghilang di berbagai pelosok tanah air. Entah karena alasan praktis atau ekonomis. Masyarakat Bali merupakan kekecualian dalam hal sesaji atau ‘bebanten’. Kemungkinan besar masih banyak upacara sesaji di tanah air yang masih berlansung namun kurang populer lagi.

Ternyata tradisi sesaji juga terjadi di Amerika, bahkan hidup subur. Sesaji ini deberikan khusus  untuk Santa Klaus pada malam natal. Sajian utamanya dalah kue (cookies) dan susu segar. Setiap keluarga yang merayakan natal biasanya menaruh sesaji ini di dekat perapian. Anak-anak sangat percaya bahwa Santa Klaus akan datang ke rumah-rumah untuk memberikan hadiah kepada anak-anak. Dia akan masuk rumah melalui cerobong asap rumah. Supaya dia tidak kehausan dan kelaparan, setiap keluarga menyajikan kue dan susu.

[caption id="attachment_154262" align="alignleft" width="500" caption="Susu, kue, dan surat buat Santa Klaus. Foto dari internet."][/caption] Pada tengah malam saat anak-anak sedang tidur pulas, orangtua mereka akan membuang sebagian susu dan mengambil beberapa kue untuk Santa. Malam itu orantua juga sibuk membungkusi hadiah natal dan menaruhnya di bawah pohon natal. Begitu bangun pagi, anak-anak akan terkejut melihat banyak hadiah di sekitar pohon natal dan Santa telah menimum dan makan kue sesaji mereka.

Anak-anak akan mengingatkan orangtua mereka kalau kue dan susu tidak dihidangkan buat Santa Klaus. Bahkan ada anak yang menulis surat khusus buat Santa dan mengharap Santa menikmati susu dan kue yang dia siapkan.

Tradisi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat secara turun-temurun. Seringkali tradisi tidak bisa masuk dalam relung penalaran kita, tetapi tetap juga dilakukan tanpa bertanya. Sayang sekali bahwa keponakan saya dan kebanyakan anak muda tidak lagi tahu menahu tentang upacara wiwit dan tradisi sesaji di kampung kami.

Semoga semakin hilangnya tradisi sesaji di kampung kami tidak terjadi di tempat lain di tanah air.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun